PARBOABOA, Siantar – Saat ini, hampir semua pabrik ditantang untuk membuat produk yang lebih ramah lingkungan termasuk pabrik kendaraan. Alhasil, terciptalah teknologi flexy engine yang menggunakan bahan bakar terbarukan.
Indonesia memiliki salah satu bahan bakar terbarukan, yakni biodiesel B30 yang mencampurkan 30% bahan bakar nabati. Program ini ternyata sudah berlangsung sejak tahun lalu.
Menurut Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara, program ini bisa ditingkatkan hingga B40. Namun, semuanya pasti membutuhkan proses. Jadi, perlu waktu yang lama untuk mengembangkannya.
"Ini bisa ditingkatkan sampai B40 walaupun perlu waktu pengembangan. Teknologi engine masih sama tapi yang perlu dikembangkan adalah teknologi bahan bakar, bagaimana spesifikasinya memenuhi engine yang ada. Dan itu mampu menurunkan emisi gas buang," ujar Kukuh Kumara.
Di Indonesia, bahan bakar nabati hanya tersedia dalam versi diesel. Padahal, 75% kendaraan di Indonesia menggunakan mesin bensin.
"Bensin bisa kita kembangkan atau bisa memanfaatkan sumber nabati, ethanol. Sumbernya banyak. Kita bisa gunakan jagung, kita bisa gunakan singkong, kita bisa gunakan tebu, dan lain sebagainya," jelas Kukuh.
Sedangkan untuk kendaraan berbahan bakar ethanol, Indonesia sudah mampu memproduksinya. Bahkan, mobil berbahan bakar ethanol buatan Indonesia sudah diekspor ke Argentina dan Brasil.
"(Mobil ethanol) Sudah diproduksi di Indonesia bahkan sudah diekspor ke Argentina dan Brasil, untuk di sana digunakan dengan E85 (ethanol 85%). Inilah alternatif-alternatif yang ada untuk menuju ke arah green mobility, ke arah dekarbonisasi. Opsi-opsi tadi akan menarik sekali kalau misalnya tebu bisa kita optimalkan bikin gula, tapi sisi lain juga untuk membuat ethanol. Jagung, singkong dan sebagainya," ujar Kukuh.
Menurutnya, akan menarik jika masing-masing daerah mengembangkan bahan bakar ethanol sendiri. Contohnya, Jawa Timur mengembangkan ethanol menggunakan tebu dan sebagainya.
"Ini akan menjadi sangat menarik, karena ethanol tebu di Jawa Timur (digunakan) di Jawa Timur saja, tidak ada biaya distribusi. Ini akan menarik kalau kemudian dikaji lebih dalam. Dan itu bisa berjalan dari sekarang, berangsur-angsur menuju 2030. Di samping nanti mungkin akan muncul alternatif-alternatif lain apakah hidrogen, apakah itu plug-in hybrid, kita nggak tahu," katanya.