Menuju Masa Depan Elektrifikasi Kendaraan di Indonesia

Sebuah mobil listrik yang hadir dalam pameran GIIAS 2024 (Foto: Instagram/@voutureminimum)

PARBOABOA, Jakarta - Indonesia tengah gencar mendorong elektrifikasi melalui berbagai inisiatif, salah satunya adalah relaksasi pajak bagi produsen yang melakukan perakitan lokal. 

Langkah ini bertujuan untuk membuat harga mobil listrik semakin kompetitif dan menarik minat masyarakat.

Namun, sejumlah ahli berpendapat bahwa upaya elektrifikasi di Indonesia lebih didorong oleh inisiatif pemerintah daripada permintaan pasar. 

"Program elektrifikasi di Tanah Air bukan market-driven, melainkan government push," kata pakar otomotif dan akademisi ITB, Yannes Martinus Pasaribu belum lama ini.

Pemerintah memiliki peran penting sebagai teladan dalam transisi menuju ekosistem kendaraan listrik (EV). Namun, kebijakan saja tidak cukup untuk meyakinkan masyarakat. 

"Pemerintah pusat dan daerah harus memberikan contoh nyata dengan menggunakan kendaraan listrik dalam operasional sehari-hari," tambah Yannes.

Selain itu, pengembangan infrastruktur pendukung seperti Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) juga menjadi kunci. 

Pemerintah diharapkan dapat meningkatkan jumlah SPKLU agar masyarakat tidak khawatir kehabisan daya baterai di tengah perjalanan. 

Per Februari 2024, terdapat 1.124 SPKLU di 776 lokasi di seluruh Indonesia yang bisa diakses melalui aplikasi PLN Mobile.

Presiden Joko Widodo sendiri telah menginisiasi penggunaan kendaraan listrik di Ibu Kota Nusantara (IKN). 

"80 persen transportasi publik akan menggunakan kendaraan listrik, dan seluruh penghuninya harus menggunakan kendaraan listrik," ujar Presiden Jokowi. 

Pernyataan Jokowi sejalan dengan visinya menjadikan IKN sebagai Green City yang ramah lingkungan.

Mendukung inisiatif tersebut, PT PLN (Persero) juga membangun 19 SPKLU tambahan di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP). 

Langkah-langkah ini diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk beralih ke kendaraan ramah lingkungan yang didukung oleh infrastruktur memadai dan insentif menarik.

Pemerintah juga perlu memastikan ketersediaan suku cadang dan layanan purnajual yang memadai untuk semakin meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kendaraan listrik. 

Dengan berbagai upaya konkret, diharapkan Indonesia dapat mencapai masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.

Minat Masyarakat pada Mobil Listrik

Sebelumnya, sebuah pameran otomotif bertajuk GIIAS 2024 sukses dilaksanakan sejak 18-28 Juli di BSD City, Tangerang. 

Pameran ini menampilkan varian mobil listrik yang memukau mata para pengunjung, khususnya dengan kehadiran mobil listrik asal China. 

Dengan harga yang lebih kompetitif namun dilengkapi teknologi canggih, mobil-mobil ini berhasil mencuri perhatian pengunjung.

Salah satu bintang di pameran GIIAS adalah MPV terbaru dari BYD (Build Your Dreams), yaitu M6, yang berhasil mendapatkan 2.920 unit pemesanan. 

Angka ini bahkan melampaui pemesanan Toyota Kijang Innova Zenix, dengan varian hybrid-nya yang terjual 1.305 unit dari total 6.202 Surat Pemesanan Kendaraan (SPK) yang diterima Toyota.

Meskipun masih ada berbagai kekhawatiran, minat masyarakat terhadap kendaraan listrik (EV) terus meningkat seiring dengan era elektrifikasi yang semakin berkembang. 

Menurut pengamat otomotif Yannes Martinus Pasaribu, masuknya berbagai model EV baru dari merek China dengan harga mulai Rp 190 jutaan tentu menjadi angin segar bagi industri otomotif nasional.

Namun, dalam jangka panjang, Yannes menegaskan bahwa setiap merek harus memperhatikan banyak aspek agar konsumen semakin yakin beralih ke mobil listrik. 

"Transisi ke kendaraan listrik tidak hanya bergantung pada harga, tetapi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor lain seperti jaminan layanan 3S (Penjualan, Suku Cadang, Servis), garansi untuk baterai, ketersediaan infrastruktur pengisian daya yang memadai, jangkauan baterai, serta persepsi masyarakat," ungkap Yannnes.

Meski terdapat tantangan, ia yakin bahwa minat masyarakat terhadap EV akan terus meningkat dalam beberapa tahun ke depan. 

Hal ini juga menjadi tantangan baru bagi manufaktur Jepang yang selama ini fokus pada mobil bermesin pembakaran internal (ICE) dan hybrid.

Sebagai gambaran, beberapa merek ternama asal Jepang seperti Toyota dan Honda masih mengandalkan mobil hybrid. 

PT Toyota Astra Motor (TAM) memiliki satu mobil listrik, yaitu bZ4X, dengan harga mencapai Rp 1 miliar. 

Harga ini cukup jauh dibandingkan dengan Hyundai Ioniq 5 yang dibanderol mulai Rp 700 jutaan, Kona Electric Rp 500 jutaan, dan BYD M6 yang dijual antara Rp 379 juta hingga Rp 429 juta.

Sementara itu, Honda baru akan memperkenalkan mobil listrik e:Ny1 di Indonesia pada 2025. Saat ini, mereka memiliki dua model kendaraan ramah lingkungan, yaitu CR-V e:HEV dan Accord e:HEV. 

Ada juga MPV hybrid Stepwgn yang berpeluang lebih diminati konsumen jika diluncurkan lebih cepat, sesuai minat masyarakat.

Daihatsu, di sisi lain, belum meluncurkan lini kendaraan ramah lingkungan dan belum memasarkan mobil listrik maupun hybrid, meski telah memamerkan konsep EV di berbagai pameran otomotif di Indonesia.

Merek-merek asal Tiongkok menawarkan opsi yang lebih beragam, dengan harga terendah hampir sebanding dengan mobil LCGC (Low Cost Green Car), yakni sekitar Rp 190 jutaan. 

"Dengan semakin banyak pilihan dan harga yang semakin terjangkau, dapat diprediksi bahwa minat masyarakat akan terus meningkat dalam beberapa tahun ke depan," tegas Yannes.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS