PARBOABOA, Jakarta - Yahya Waloni telah menjalani sidang penuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (28/12) terkait dengan kasus penistaan agama dan ujaran kebencian.
Dalam sidang, Jaksa Penuntut Umum menyatakan Yahya terbukti bersalah dan melakukan tindakan penghasutan untuk melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
Atas pelanggaran tersebut, JPU menuntut majelis hakim menjatuhkan hukuman kepada terdakwa hukuman penjara tujuh bulan dan denda sebesar Rp 50 juta atau subsider satu bulan bulan kurungan.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Muhammad Yahya Waloni dengan pidana penjara selama tujuh bulan dikurangi selama terdakwa di dalam tahanan dengan perintah tetap ditahan dan denda sebesar Rp50 juta rupiah subsidair satu bulan kurungan," kata Jaksa.
Dalam kasus ini, Yahya didakwa atas pelanggaran pasal 45 A ayat 2 juncto pasal 28 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 19 tahun 2018, tentang perubahan atas Undang-undang RI nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kilas Balik Kasus yang Menjerat Yahya Waloni
Kasus yang menjerat Yahya Waloni ini berawal ketika dirinya diundang menjadi penceramah di Masjid Jenderal Sudirman WTC, Jakarta Pusat pada Rabu (21/08). Dalam acara yang dihadiri sekitat 700 orang jemaah itu, Yahya Waloni seharusnya berbicara mengenai tema “Nikmatnya Islam”. Namun Yahya justru mengeluarkan ceramah yang tidak sepatutnya dan berisi kalimat kebencian kepada umat Kristen.
Ada beberapa ucapan Yahya yang melecehkan agama Kristen seperti Bibel Kristen palsu. Ia juga memelesetkan frasa 'roh kudus' menjadi 'roh kudis', 'Stephanus' menjadi 'tetanus'. Yahya juga menyebut pendeta melakukan perbuatan tercela dengan melihat perempuan berpakaian terbuka dari atas mimbar.
Padahal acara tersebut disiarkan secara langsung di akun media sosial yang dimiliki oleh masjid WTC, yaitu YouTube dan Facebook sehingga dapat disaksikan masyarakat luas dan menjadi viral.
Atas ucapannya yang kontroversial tersebut, Yahya Waloni kemudian dilaporkan oleh Komunitas Masyarakat Cinta Pluralisme ke Bareskrim Polri.
Dalam laporan tersebut Yahya Waloni disangkakan melanggar Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Yahya Waloni juga dilaporkan atas dugaan melanggar Pasal 45 A juncto Pasal 28 ayat 2 dan atau Pasal 156a KUHP.
Setelah melakukan penyelidikan, penyidik dari Bareskrim Polri kemudian menangkap Yahya Waloni di kediamannya di Kawasan Cibubur, Jakarta Timur pada Kamis (26/8).
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Yahya Waloni kemudian menyesali perbuatannya dan meminta maaf kepada kaum Nasrani yang direndahkannya. Selain itu, Yahya melalui kuasa hukumnya mencabut gugatan praperadilan dan akan menjalani proses hukum yang berlaku.
"Di hadapan khalayak, di hadapan yang mulia, dan di hadapan wartawan saya memohon maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia, wabil khusus kepada saudara-saudaraku sebangsa setanah air kaum Nasrani," kata Yahya di ruang sidang PN Jaksel, Senin (27/9).
Sebagai informasi tambahan, Yahya Waloni adalah pria kelahiran Manado yang dulunya adalah seorang pendeta yang kemudian menjadi mualaf dan menjadi ustad.