PARBOABOA, Medan - Polda Sumut bersama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut menggagalkan perdagangan satwa liar dilindungi.
Plt Kepala BBKSDA Sumut Irzal Azhar mengatakan penggagalan itu bermula dari informasi yang diterima petugas terkait kepemilikan satwa dilindungi oleh pelaku berinisial ARR di Komplek Griya Ladang Bambu, Jalan Jamin Ginting, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan.
Laporan itu kemudian ditindaklanjuti Tim Ditreskrimsus Polda Sumut dan BBKSDA Sumut dengan mendatangi lokasi yang dilaporkan pada Minggu (16/1/2022).
Di lokasi, petugas menemukan sejumlah satwa liar dilindungi, seperti tiga individu sanca hijau, tiga individu baning coklat, dua individu kura-kura kaki gajah dan satu individu buaya sinyulong. Pelaku mengaku, satwa-satwa tersebut rencananya akan diperdagangkan. Selanjutnya petugas mengamankan pelaku berserta barang bukti.
"Setelah diamankan, pemilik beserta dengan barang bukti satwa yang dilindungi dibawa oleh petugas ke Mapolda Sumut," kata Irzal dalam keterangan tertulisnya, Selasa (1/2/2022).
Saat diintrogasi, pelaku ARR mengaku sempat ada seorang pria berinisial MA yang menitipkan 20 individu buaya muara kepadanya beberapa hari yang lalu. Namun buaya tersebut diambil kembali.
Setelah mendapat informasi itu, petugas kemudian melakukan pengejaran terhadap MA dan berhasil mengamankannya dari Jalan Abadi, Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal.
Kepada petugas, MA mengaku memiliki 20 buaya muara dan saat itu sedang dalam perjalanan menuju Bandar Lampung untuk diperdagangkan, dengan menggunakan bus angkutan Pelangi. Selanjutnya petugas mencari tahu keberadaan bus tersebut.
“Mengetahui bus sedang dalam perjalanan menuju Kota Kisaran, petugas berkoordinasi dengan Polsek Simpang Empat Polres Asahan untuk mencegat bus dan mengamankan satwa tersebut,” katanya.
Selanjutnya petugas mengamankan MA beserta buaya muara tersebut ke Polda Sumut.
Atas perbuatannya ini, ARR dan MA dianggap melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Keduanya dikenakan pasal 21 ayat 2 huruf d Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100 juta.