PARBOABOA - Permintaan itu berulang kali disampaikan seseorang dari Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) Kota Pematangsiantar.
Soraya (74), sebut saja begitu, masih ingat ketika suaminya terus-menerus mendapat panggilan telepon sepanjang Februari 2022.
"Diminta uang muka sekitar Rp4 juta," kata warga Kecamatan Siantar Barat, Pematangsiantar, itu kepada Parboaboa medio Januari lalu.
Waktu itu, keluarga Soraya masuk daftar antrean calon penerima bantuan rehabilitasi rumah tidak layak huni. Sebelum pengumuman resmi nama penerima itulah, keluarganya mulai dihubungi oknum Dinas PRKP.
Oknum tersebut meminta uang muka untuk memperlancar proses penunjukkan keluarga Soraya sebagai penerima bantuan. Kepada suami Soraya, dia beralasan uang muka diperlukan untuk mengurus administrasi bantuan.
"Diminta dibayar cash, secara langsung," kenang Soraya.
Permintaan uang muka pengurusan bantuan rehabilitasi rumah dari calon penerima menjadi salah satu modus permainan di Dinas PRKP. Adapun Program bedah rumah tahun 2022 berasal dari anggaran Pemerintah Pusat.
Tanpa curiga, suami Soraya akhirnya memberikan uang Rp4 juta ke oknum di Dinas PRKP. Karena tak punya simpanan, ia terpaksa meminjam dari anak tertua mereka.
Soraya dan suaminya berpikir, nantinya fulus tersebut akan dikembalikan setelah bantuan cair. Ia tidak menanyakan lebih lanjut perihal peruntukan uang tersebut.
Yang jelas, sekitar bulan Juli 2022, keluarga Soraya resmi diumumkan sebagai penerima bantuan. Soraya tidak bisa memastikan, apakah uang muka tadi yang memuluskan proses masuknya nama keluarga mereka.
Penyaluran bantuan sendiri terealisasi sekitar September-Oktober 2022. Keluarga Soraya mendapat bantuan Rp30 juta, Rp26 juta untuk bahan material, Rp4 juta sisanya untuk biaya upah pekerja.
Sebagian rumahnya yang seluas 5x6 meter itu dibenahi lewat program rehabilitasi rumah. Rincian pekerjaannya meliputi perbaikan ruang tamu, dua kamar tidur, dua pintu depan, dua jendela.
Di kediaman Soraya, kini tertempel stiker yang menyatakan bahwa rumah tersebut pernah mendapat bantuan rehabilitasi dari pemerintah. Tapi begitu pekerjaan selesai, tetap tak kunjung ada kabar perihal pengembalian uang yang disetorkan suami Soraya di awal.
Menurut orang dinas, seperti dituturkan Soraya, pengembalian uang Rp4 juta sudah termasuk dalam total bantuan Rp30 juta. Soraya sempat mengeluhkan soal uangnya yang tidak kembali.
Namun, tidak ada respons sama sekali dari Dinas PRKP. "Jadinya saya biarkan, soalnya saya tidak bisa berbuat apa-apa juga," katanya.
Permainan anggaran program rehabilitasi rumah tidak layak di lingkungan Kota Pematangsiantar tidak cuma yang dialami Soraya. Menson Sidabutar (54) penerima bantuan rehabilitasi rumah tahun 2023 punya cerita lain.
Warga Kecamatan Siantar Selatan ini diumumkan mendapat bantuan rehabilitasi rumah pada Agustus 2023. Pada Desember 2023, rumahnya seluas 5x6 meter direnovasi.
Hanya saja, ia kaget ketika menghadiri forum sosialisasi yang diperuntukan bagi penerima bantuan. Petugas Dinas PRKP menyampaikan alokasi anggaran tiap unit rumah hanya Rp10 juta.
Padahal, informasi awal yang dia terima setiap penerima bantuan memperoleh Rp17,5 juta. Hal itu sesuai dengan pernyataan Kepala Bidang Perumahan Dinas PRKP Kota Pematang Siantar, Eva Sihombing, pada pertengahan tahun 2023.
Dia bilang, bedah rumah akan menjangkau 25 unit rumah tidak layak huni. Adapun Pemkot mengalokasikan anggaran Rp437,5 juta.
Artinya setiap unit rumah mendapat jatah Rp17,5 juta. Menson juga sempat melihat bon pengeluaran pengerjaan rumahnya, biayanya berkisar Rp10 jutaan.
"Tapi bonnya enggak kami pegang karena semuanya ke mereka (Dinas PRKP)," ucap Menson
Seorang sumber di Dinas PRKP membenarkan permainan di balik program bedah rumah. Modus pemotongan dana ini beragam, tergantung dari mana pos anggarannya berasal.
Selama ini, ada beberapa sumber anggaran proyek rehabilitasi rumah. Pertama, anggaran yang dikucurkan dari pemerintah pusat kemudian disalurkan ke pemerintah kota lewat pemerintah provinsi.
Skema tersebut berlangsung dari 2017-2022. Kemudian terjadi perubahan skema pada 2023, menyusul keluarnya petunjuk teknis terbaru dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Pemkot Pematangsiantar, memilih tidak ikut serta dalam program tersebut. Pasalnya, pemkot tiap daerah juga dimintai kontribusi Rp30 juta untuk tiap unit rumah.
Pemerintah pusat sendiri hanya mengucurkan Rp20 juta. Dengan demikian total penerima akan mendapat bantuan Rp50 juta.
Pemkot Pematangsiantar keberatan dengan skema yang dianggap membebani keuangan daerah tersebut. Alhasil, Pemkot memilih tidak ambil bagian dalam program tersebut.
Sebagai gantinya, Pemkot tetap menggelar rehabilitasi rumah tidak layak dengan anggaran sendiri. Hanya saja, nominal bantuannya menjadi lebih kecil, Rp17,5 juta untuk tiap unit rumah.
Namun, sumber Parboboa enggan merinci bagaimana perbedaan modus utak-atik dana dari dua skema berbeda tersebut. Ia hanya menyebut, biaya pengurusan administrasi menjadi alasan pemotongan anggaran yang paling umum disampaikan pada penerima bantuan.
"Kita bilang ke penerima bantuan untuk kelancaran sebagai penerima bantuan," ujar sumber itu.
Dinas PRKP biasanya menggunakan sistem borongan tukang untuk mengerjakan rehabilitasi rumah. Kebutuhan material sepenuhnya dibelanjakan sendiri oleh pihak dinas.
Di sinilah permainnya berlangsung. Biasanya, lanjut sumber tadi, ditekanlah biaya material dengan memilih bahan yang lebih murah.
Tujuannya, masih kata sumber itu, untuk menekan ongkos pengeluaran. Kemudian, oknum di PRKP juga meminta nota kosong kepada penyedia material.
Di nota itu dibuat catatan transaksi yang nilainya sudah digelembungkan sesuai dengan anggaran yang dialokasikan dinas untuk penerima.
"Itu buat laporan belanja ke atasan," kata sumber Parboaboa.
Ia tidak membantah informasi bahwa ada penerima bantuan yang diminta uang muka untuk pengurusan administrasi. Sementara soal ke mana aliran uang selisih pengeluaran dengan anggaran yang dilaporkan, ia enggan merinci.
"Tidak bisa disebutkan. Semua itu ada instruksinya," katanya, tanpa mau mendetailkan lebih lanjut siapa yang memberikan instruksi.
Kepala Dinas PRKP Pematangsiantar, Christina Risfani Sidauruk, menolak mengomentari temuan Parboboa seputar masalah penggunaan anggaran rehabilitasi rumah.
Sementara itu, Herri Okstarizal, Kepala Inspektorat Kota Pematangsiantar, mengaku belum mendapat laporan dari masyarakat terkait hal tersebut. Ia belum bisa mengomentari lebih lanjut temuan Parboboa.
“Intinya kami normatif. Jika ada unsur kebenaran dan itu bentuk pemerasan kepada masyarakat, akan ditindaklanjuti,” ucapnya.
Reporter: Putra Purba