PARBOABOA, Jakarta – Sejak 2001, International Labour Organization (ILO) telah menetapkan 28 April sebagai hari perkabungan buruh (International Memorial Worker Day/IWMD) dan sejak 2002 ditetapkan sebagai Hari Kesehatan dan Keselamatan Buruh di Tempat Kerja.
Pada 28 April 2023, sejumlah organisasi yang tergabung dalam jaringan bersama Aliansi Global Union Indonesia, aktivis perburuhan, NGO, dan masyarakat sipil menyoroti sejumlah isu penting dalam Kesehatan, Keselamatan, dan Kerja (K3) buruh di Indonesia.
Adapun salah satu isu tersebut adalah masih tingginya tingkat kecelakaan kerja dan korban penyakit akibat kerja di Indonesia.
Berdasarkan laporan Keuangan BPJS Ketenagakerjaan (2022), tercatat peningkatan jumlah klaim jaminan kematian kerja dari 30.094 pada tahun 2020 menjadi 104.769 pada tahun 2021.
Kemudian, kecelakaan kerja juga turut mengalami peningkatan, dari angka 221.740 pada 2020, menjadi 234.37 di 2021.
Data tersebut dipertegas dengan laporan Profil K3 Indonesia 2022, (Kemnaker, 2022) tingkat fatalitas Kecelakaan Kerja dan Kematian Kerja mencapai 21,37 % per 100.000 pekerja di tahun 2021, meningkat dari tahun sebelumnya 11,12 % (2020) dan 13,07 % (2019).
Menanggapi hal tersebut, Ketua Hubungan Internasional dan Jaringan Dewan Pengurus Pusat Serikat Pekerja Nasional (DPP SPN), Iwan Kusmawan mengatakan jika banyaknya buruh yang menjadi korban K3 di Indonesia adalah karena adanya persoalan yang bersifat prinsip dan tidak disosialisasikan kepada para pekerja.
“Buruh itu banyak yang menjadi korban-korban K3, karena apa? Karena ada persoalan-persoalan yang bersifat prinsip dan tidak disosialisasikan kepada buruh,” kata Iwan dalam keterangannya kepada Parboaboa di Jakarta, Jumat (28/04/2023).
Oleh karenanya, lanjut Iwan, pihaknya menyatakan dengan tegas bahwa buruh berhak menolak pekerjaan di tempat yang tidak aman.
“Pekerja buruh berhak menolak pekerjaan di tempat yang tidak aman. Tidak aman dari berbagai hal, tidak aman dari berbagai pekerjaan, dari berbagai alat-alat yang berada di seputaran di mana pekerja buruh bekerja,” tegasnya.
“Buruh diwajibkan untuk menolak ditempatkan di tempat yang tidak aman,” sambungnya.
Terkait hal itu, Iwan mendorong pemerintah untuk merevisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 yang berkaitan dengan K3. Ia menilai bahwa UU tersebut telah usang hingga dibutuhkannya perubahan.
“Undang-Undang terkait K3 ini sudah usang, Undang-Undang terkait dengan persoalan kesehatan kerja sudah usang, ditambah dengan persoalan pendukungnya. Apa persoalan pendukungnya? Terkait dengan peraturan-peraturan,” ucapnya.
“Ini sudah tidak mendukung lagi, maka diperlukan reformasi hukum perburuhan, hukum ketenagakerjaan, salah satunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 terkait K3. Ini harus segera direvisi, ini harus segera “dilakukan sebuah perubahan”,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Iwan juga mendorong pemerintah untuk mensosialisasikan bahaya K3 yang didukung dengan penegakan hukum apabila buruh mengalami kecelakaan kerja.
“Sosialisasi yang dilakukan itu adalah betul-betul bukan karena persoalan power point menjelaskannya, bukan karan lips service, tetapi penegakan hukumnya,” ujarnya.
Terakhir, Iwan meminta pemerintah untuk konsisten dalam menangani perusahaan yang enggan untuk mensosialisasikan bahaya K3.