PARBOABOA, Jakarta - Bank Sentral Amerika Serikat, atau yang dikenal sebagai The Federal Reserve (The Fed), menjadi pusat perhatian di tahun 2024.
Kebijakan moneter yang mereka ambil berdampak luas, tidak hanya di Amerika Serikat tetapi juga di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Tahun ini, The Fed telah memangkas suku bunga acuan sebanyak dua kali, dengan satu keputusan penting diumumkan hari ini, 19 Desember 2024.
Langkah-langkah ini mencerminkan upaya mereka untuk menjaga stabilitas ekonomi di tengah tantangan global.
Pada September 2024, The Fed mengumumkan pemangkasan suku bunga sebesar 50 basis poin (bps), dan kebijakan ini menurunkan suku bunga acuan dari kisaran 5,25% hingga 5,5% menjadi 4,75% hingga 5%
Pemangkasan ini dilakukan untuk merespons perlambatan ekonomi dan tekanan inflasi yang mulai terkendali.
Beberapa bulan kemudian setelah pengumuman pemangkasan tersebut, pada November 2024, The Fed kembali menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps.
Saat itu, suku bunga berada di kisaran 4,5% hingga 4,75%, untuk menunjukkan komitmen mereka dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
Hari ini, 19 Desember 2024, hasil dari pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) kembali membawa kabar serupa.
Sesuai prediksi banyak analis pada hari sebelumnya, The Fed memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps lagi, dan menjadikannya berada di kisaran 4,25% hingga 4,5%.
Langkah ini sukses menunjukkan konsistensi The Fed dalam menavigasi ekonomi Amerika Serikat di tengah ketidakpastian global.
Menurut Bank Indonesia, suku bunga The Fed diperkirakan akan terus menurun secara bertahap hingga mencapai level 3,5% pada tahun 2025.
Perkiraan ini menjadi kabar baik bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, karena tekanan terhadap nilai tukar rupiah berkurang, sementara potensi arus modal masuk meningkat.
Meski begitu, The Fed menegaskan bahwa setiap keputusan akan didasarkan pada data ekonomi terbaru, termasuk indikator seperti inflasi, tingkat pengangguran, dan pertumbuhan ekonomi.
Dampak dari kebijakan The Fed tidak hanya dirasakan di Amerika Serikat tetapi juga di seluruh dunia.
Penurunan suku bunga ini akan memengaruhi aliran modal internasional, nilai tukar mata uang, serta kebijakan moneter di berbagai negara.
Di Indonesia, nilai tukar rupiah cenderung menguat terhadap dolar AS setelah pemangkasan suku bunga oleh The Fed.
Pasar obligasi dan saham lokal juga mendapatkan sentimen positif, karena investor asing mencari imbal hasil yang lebih tinggi di negara berkembang.
Namun, pemerintah Indonesia tetap perlu berhati-hati. Dengan potensi aliran modal masuk yang lebih besar, stabilitas ekonomi domestik harus dijaga.
Modal yang masuk sebaiknya dimanfaatkan untuk mendukung investasi produktif yang dapat memperkuat pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Hal ini penting untuk memastikan manfaat dari kebijakan global seperti ini benar-benar dirasakan oleh masyarakat luas.
Selain membawa peluang, kebijakan pemangkasan suku bunga juga memiliki risiko. Inflasi dapat kembali meningkat jika langkah ini tidak diimbangi dengan kebijakan fiskal yang tepat.
Oleh karena itu, koordinasi antara negara maju dan berkembang sangat dibutuhkan untuk memastikan stabilitas ekonomi global.
Langkah The Fed juga menjadi sinyal bagi bank sentral lain untuk menyesuaikan kebijakan mereka, sehingga dampaknya terasa lebih terintegrasi.
Bagi masyarakat Indonesia, efek kebijakan The Fed mungkin tidak langsung terasa. Namun, dampaknya terhadap nilai tukar rupiah dan suku bunga pinjaman dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan, mulai dari biaya usaha kecil hingga harga barang impor.
Dengan suku bunga yang lebih rendah, harapannya aktivitas ekonomi dapat meningkat, sehingga mendukung pertumbuhan nasional.
Keputusan-keputusan The Fed sepanjang tahun 2024 menunjukkan upaya serius dalam menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas inflasi.
Kebijakan moneter yang lebih longgar ini memberikan ruang bagi banyak negara untuk memperkuat ekonomi mereka, serta tren ini diharapkan dapat membawa ekonomi global ke arah yang lebih stabil, inklusif, dan berkelanjutan.