PARBOABOA, Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, harga bahan bakar minyak (BBM) pertalite berpotensi turun, setelah pada awal September 2022 pemerintah resmi menaikkannya.
Peluang tersebut muncul setelah harga minyak dunia perlahan turun ke bawah level US$90 per barel. Misalnya saja, pada hari ini, Jumat (09/09/2022), harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November tercatat sebesar US$89,15 per barel di London ICE Futures Exchange.
“Nanti kita lihat. Kalau harga minyak membaik ya, InsyaAllah,” kata dia usai menghadiri Official Opening of the EIB Regional Representation for South-East Asia and the Pacific di Hotel Ayana MidPlaza, Jakarta Pusat pada Jumat (09/09/2022).
Untuk menurunkan harga minyak kembali, pemerintah perlu melakukan perhitungan seberapa besar kemungkinan harga minyak bisa turun dan berpengaruh terhadap pada harga BBM di dalam negeri.
Meski kemungkinan turun, Menteri Arifin menghimbau kepada masyarakat untuk membatasi penggunaan BBM. Salah satunya, dengan beralih menggunakan kendaraan umum ataupun kendaraan dengan bahan bakar listrik.
"Makanya sekarang tolong diminta semua masyarakat, coba bisa nggak, kita coba dengan kesadaran menghemat, hemat energi," jelasnya.
Menurutnya, selain bisa menghemat BBM, masyarakat yang beralih menggunakan kendaraan umum atau listrik, akan mengurangi polusi udara, sehingga perubahan iklim dapat diminimalisir.
"Yang biasanya keluar bensin 3 liter jadi 2 liter aja, ya, kurangin menghirup udara yang polusi dengan Co2," pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, pemerintah telah memutuskan untuk melakukan penyesuaian terhadap harga BBM jenis Pertalite, Solar, dan Pertamax, pada Sabtu (03/09/2022).
Harga pertalite yang sebelumnya berada di angka Rp7.650, kini naik menjadi Rp10.000 per liter. Lalu, untuk harga Solar Subsidi, sebelumnya harga Rp5.150 menjadi Rp6.800 per liter, sedangkan harga Pertamax naik menjadi Rp14.500 dari harga sebelumnya Rp12.500 per liter.
Berdasarkan data BMRI, konsumsi Pertalite dan Solar bersubsidi hingga Agustus 2022 masing-masing telah mencapai 19,5 juta KL dan 11,4 juta KL. Sementara, kuota untuk Pertalite dan Solar belum mengalami perubahan, di mana masing-masing sebesar 23,05 juta KL dan 15,1 juta KL.