PARBOABOA, Jakarta – Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Aceh tetap berupaya mengawal pelaksanaan hasil putusan Makhkamah Agung (MA) atas izin pembangunan infrastruktur proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tampur – I di Desa Lesten, Kabupaten Gayo Lues, Aceh.
Potensi bencana, mubazir energi, dan isu lingkungan menjadi alasan WALHI bersama masyarakat Aceh menolak pembangunan PLTA Tampur-I.
Gugatan tersebut dilayangkan perihal Surat Keputusan Gubernur Aceh Nomor 522.51/DPMPTSP/1499/IPPKH/2017 tentang Pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dalam rangka pembangunan PLTA Tampur-I (443 MW) seluas kurang lebih 4.407 Ha atas nama PT. Kamirzu.
Setelah melalui proses hukum yang cukup panjang, akhirnya WALHI memenangkan gugatan tersebut setelah Mahkamah Agung menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh PT Kamirzu.
“Artinya gugatan ini telah memiliki putusan inkrah yang memenangkan Walhi,” kata Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Ahmad Solihin, dalam acara media briefing di Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Jalan Kalibata Timur 4G, Jakarta Selatan, Rabu (05/10/2022).
Namun, sampai saat ini WALHI Aceh selaku penggugat belum juga mendapat informasi mengenai eksekusi putusan tersebut, malah mendapat kabar bahwa PT Kamirzu mengurus IPPKH baru di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, juga diduga sedang melakukan kegiatan survey lanjutan dilapangan.
Ahmad mengakui, akan ada banyak aktivitas yang dilakukan WALHI agar proses perizinan baru di lokasi yang sama tidak terjadi.
Rencana pembangunan PLTA Tampur di Lesten tersebut, kata Ahmad, dikhawatirkan akan menenggelamkan satu desa yang ada di kawasan itu. Terlebih, sebelumnya PT Karmizu berencana membuat DAM setinggi satu setengahnya Monas.
“Pembangunan PLTA Tampur dapat menghilangkan satu kampung,” ujar Ahmad Solihin.
Artinya, ada dugaan bahwa perusahaan lainnya akan mengurus kembali proses perizinan pembangunan PLTA Tampur-I setelah PT Karmizu kalah dalam persidangan.
"Ada upaya untuk mengurus perizinan yang baru di lokasi yang sama," ucap Ahmad Solihin saat dihubungi Parboaboa via WhatsApp, Kamis (06/10/2022).
"Dari salah satu pemerintah kabupaten yang tak jauh dari lokasi, mereka memberitahu bahwa ada perusahaan yang mengurus izin (pembangunan) di lokasi yang sama di Tampur itu," sambungnya.
Manajer Hukum dan Pembela Rakyat WALHI Nasional, Ronald M Siahaan mengatakan, gugatan tersebut bukan semata soal administrasi, tetapi ada isu lingkungan yang menyangkut keberlangsungan hidup masyarakat di Desa Lesten.
“Kami meminta pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah Aceh, ini bukan sekedar gugatan administrasi, tapi ada gugatan lingkungan hidup. Bahwa potensi bencana ada di sana. Oleh karena itu, gugatan ini harus dibaca dengan baik. Bahwa ada kekhawatiran WALHI dan masyarakat yang akan menjadi korban di sana, desa yang akan menjadi korban di sana,” ucap Ronald.
Maka dari itu, Ronald meminta pemerintah untuk menghentikan dan mencabut seluruh proses izin menyangkut pembangunan PLTA Tampur-I di Desa Lesten, Kabupaten Gayo Lues, Aceh. Sehingga, tidak boleh ada pemberian izin baru maupun pengurusan perbaikan administrasi.
Untuk diketahui, PT Karmizu merupakan perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) yang akan membangun mega proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tampur – I dengan kapasitas produksi 443 MW, di Desa Lesten, Kabupaten Gayo Lues. Pembangunan tersebut menggunakan area seluas ± 4.407 ha, yang terdiri dari Hutan Lindung (HL) 1.729 ha, Hutan Produksi (HP) 2.401 ha, dan Area Penggunaan Lain (APL) 277 ha.