Urgensi Pemajuan Kebudayaan di Tengah Arus Disrupsi

Tarian Gawi sebagai salah satu warisan budaya kuno dari suku Ende Lio (Foto: warisanbudaya.kemdikbud.go.id)

PARBOABOA, Jakarta - Pemajuan kebudayaan menjadi salah satu program strategis yang tengah digencarkan pemerintah Indonesia. 

Istilah pemajuan kebudayaan sebenarnya bukanlah sesuatu yang bisa disebut baru. Sejak kemerdekaannya, para pendiri bangsa telah menempatkan wacana ini sebagai lokus penting.

Mereka merumuskannya dalam UUD 1945, tepatnya pada Pasal 32 yang menyatakan bahwa “pemerintah memajukan pembangunan nasional Indonesia.” 

Pernyataan ini menegaskan kebudayaan sebagai salah satu pilar utama kehidupan berbangsa. Kebudayaan menciptakan identitas masyarakat Indonesia yang unik dan khas.

Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan, Hilmar Farid dalam peringatan Tujuh Tahun UU Pemajuan Kebudayaan di Jakarta, Jumat (21/06/2024) mengungkapkan kompleksitas fungsi budaya.

“Kebudayaan tidak hanya menjadi simbol identitas, tetapi juga berfungsi sebagai modal sosial, ekonomi, dan politik yang dapat menggerakkan kemajuan bangsa,” ungkap Hilmar.

Oleh karena itu, beliau menegaskan bahwa “pengembangan kebudayaan telah menjadi salah satu prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional.”

Melalui langkah-langkah seperti perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pelatihan, pemerintah berupaya menjaga keberagaman budaya bangsa Indonesia.

Bukti perhatian pemerintah terlihat dari pengesahan UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang mempertegas peran kebudayaan dalam pembangunan nasional.

Melalui UU ini diharapkan terbentuk masyarakat yang memiliki kepribadian yang kuat dalam kebudayaan, mampu berdikari secara ekonomi, dan berdaulat dalam ranah politik. 

UU tersebut tidak hanya mengakui keragaman budaya yang dimiliki masyarakat Indonesia, tetapi juga memberikan apresiasi yang mendalam terhadap kekayaan budaya tersebut.

Sejak disahkannya pada 27 April 2017 lalu, pengelolaan kebudayaan di Indonesia telah mengalami transformasi signifikan. 

Perencanaan kebijakan dilakukan secara partisipatif, melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan, di mana pemerintah berperan sebagai fasilitator yang mendukung inisiatif masyarakat.

Pendekatan kebijakan juga telah bergeser dari fokus pada cabang-cabang budaya tertentu menjadi pendekatan holistik pada ekosistem kebudayaan secara keseluruhan. 

Hal ini hendak memastikan bahwa setiap praktik dan ekspresi budaya dapat terus dikembangkan dan dilanjutkan oleh seluruh masyarakat Indonesia. 

“Undang-undang ini memainkan peran krusial dalam mengaktifkan tugas pemerintah sebagai fasilitator sekaligus memperkuat ekosistem kebudayaan,” kata Hilmar Farid.

Setelah pengesahan UU tersebut, kebudayaan di Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat untuk melindungi dan melestarikan warisan budaya dan meningkatkan kesejahteraan pelaku budaya.

Selain itu, UU Pemajuan Kebudayaan bertujuan  mengembangkan ekonomi kreatif, memperkuat diplomasi budaya, serta meningkatkan kualitas pendidikan dan penelitian dalam bidang kebudayaan.

Berbagai program seperti Dana Indonesiana, Pekan Kebudayaan Nasional, reformasi tata kelola warisan budaya melalui pendirian Indonesian Heritage Agency, dan penguatan ekosistem film di Indonesia telah berperan besar dalam mengaktifkan peran pemerintah sebagai fasilitator. 

Program-program ini juga meningkatkan kualitas tata kelola layanan kebudayaan, membuka akses yang merata, serta mendorong inovasi dan partisipasi publik dalam pemajuan kebudayaan.

Objek Pemajuan Kebudayaan

Dirjen Kebudayaan menyebut terdapat setidaknya sepuluh objek pemajuan kebudayaan (OPK) yang termuat dalam UU No. 5 Tahun 2017.

Objek-objek tersebut meliputi tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan dan teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, hingga olahraga tradisional. 

Mengutip laman resmi Pemajuan Kebudayaan, semua elemen yang disebutkan tadi menjadi "fondasi yang harus dilindungi dan dikembangkan demi keberlanjutan kebudayaan Indonesia."

Partisipasi aktif masyarakat dalam setiap langkah pemajuan kebudayaan menjadi kunci keberhasilan upaya pemerintah. 

Hal ini tercermin dalam penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) yang melibatkan berbagai elemen masyarakat di seluruh kabupaten/kota dan provinsi. 

Hingga kini, sebanyak 300 PPKD dari kabupaten/kota dan 31 PPKD dari provinsi telah berhasil dikumpulkan sehingga menjadi pijakan dalam penyusunan strategi kebudayaan nasional.

Dari hasil analisis terhadap dokumen-dokumen tersebut, tujuh isu utama yang menjadi tantangan dalam pemajuan kebudayaan Indonesia berhasil teridentifikasi. 

Isu pertama adalah soal pengerasan identitas primordial dan sentimen sektarian yang mengancam harmoni budaya masyarakat. 

Hal ini dipicu oleh minimnya wawasan kebangsaan, terbatasnya akses masyarakat terhadap keragaman budaya, dan lemahnya mekanisme pengelolaan kebudayaan yang mendukung inklusi kelompok minoritas serta penyandang disabilitas.

Isu kedua berkaitan dengan meredupnya tradisi khazanah di tengah gelombang modernitas. 

Kurangnya perlindungan terhadap ekspresi budaya dan hak berkebudayaan masyarakat, terutama yang berkaitan dengan ritus, adat istiadat, seni, dan kesusastraan, serta memperparah kondisi tersebut. 

Selain itu, belum adanya mekanisme yang efektif untuk melindungi hak kekayaan intelektual komunal juga menjadi perhatian.

Mengganggu informasi teknologi, yang belum berhasil dioptimalkan untuk mendukung konsolidasi kebudayaan nasional menjadi isu ketiga. 

Indonesia yang masih berperan sebagai pengguna teknologi dalam Revolusi Industri 4.0, perlu menjadi pencipta yang memanfaatkan potensi budaya sebagai modal inovasi kreatif.

Selain itu, ketidakseimbangan dalam pertukaran budaya di kancah global membuat Indonesia lebih banyak berperan sebagai konsumen budaya asing.

Paradigma pembangunan yang memandang kesejahteraan sebagai beban, bukan sebagai investasi jangka panjang, juga berkontribusi pada situasi saat ini. 

Belum adanya mekanisme pengakuan hak moral dan intelektual komunal juga memperlemah posisi budaya lokal dalam kancah global.

Isu lainnya adalah belum terwujudnya pembangunan berbasis kebudayaan yang dapat menjaga kelestarian lingkungan dan ekosistem budaya. 

Reduksi kebudayaan menjadi semata mata pariwisata tanpa memperhatikan keseimbangan lingkungan dan masyarakat adat juga menjadi tantangan besar.

Kurangnya koordinasi dan regulasi yang mendukung pemajuan kebudayaan di tingkat pusat dan daerah juga menjadi permasalahan yang harus segera diatasi. 

Ketidakseragaman birokrasi serta minimnya regulasi di tingkat daerah membuat koordinasi dan pengambilan kebijakan menjadi sulit.

Terakhir, desain kebijakan budaya yang ada saat ini masih belum memudahkan masyarakat dalam memajukan kesejahteraan mereka. 

Ketiadaan sistem pendataan yang terpadu, kurangnya akses terhadap infrastruktur kebudayaan, serta belum optimalnya pengelolaan SDM di bidang kebudayaan menjadi tantangan yang harus diatasi.

Dalam menghadapi berbagai tantangan, peran serta masyarakat, pemerintah, dan semua pemangku kepentingan sangatlah mendesak untuk memastikan Kebudayaan Indonesia tetap hidup dan berkembang di tengah arus globalisasi. 

Hanya dengan upaya bersama, identitas budaya bangsa Indonesia akan terus terjaga dan memberikan kontribusi positif bagi peradaban dunia.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS