Akhir Pelatihan, SJP-3 Parboaboa Ditutup Resmi

Penutupan SJP-3 di kantor Parboaboa, Pematangsiantar, Kamis (11/12/2025) (Foto: Rizal Tanjung/PARBOABOA)

PARBOABOA, Pematangsiantar - Setelah tiga bulan pelatihan, Sekolah Jurnalisme Parboaboa angkatan ketiga resmi ditutup pada Kamis, 11/12/2025. Penutupannya berlangsung di kantor Parboaboa Jl. Toba, Pematangsiantar. Program ini berkolaborasi dengan AJI Indonesia sejak angkatan kedua.

Penutupan berlangsung pukul 10 pagi dan dihadiri para peserta. Suasananya hangat, tetapi juga sendu. Tiga bulan belajar terasa cepat berlalu. Di ruang itu, mereka mengingat kembali latihan menulis dan liputan yang menemani perjalanan mereka.

Sebanyak sembilan peserta menyelesaikan program angkatan ketiga ini. Penutupan dibawakan langsung oleh Pimpinan Redaksi Parboaboa, P. Hasudungan Sirait. Acara ini menutup perjalanan namun berarti bagi peserta, yang kini memiliki dasar memasuki dunia jurnalisme.

pemimpin redaksi hasudungan

Pimpinan Redaksi, P. Hasudungan Sirait membawa penutupan SJP-3, Kamis (11/12/2025) (Foto: Rizal Tanjung/PARBOABOA)

Bang Has, menyampaikan kesannya sebagai pengajar yang telah berkecimpung lebih dari tiga puluh tahun. Baginya, tidak ada kebahagiaan yang lebih besar selain melihat peserta didik bersemangat. Ia merasa sangat senang bisa berinteraksi dengan para peserta karena penuh motivasi.

Ia berharap suatu hari para peserta dapat menjadi pengajar. Mengingat Indonesia sedang kekurangan pengajar yang tangguh, dan generasi baru dari sekolah jurnalisme ini bisa ikut mengisi kekosongan itu. Keinginan untuk terus mendampingi para peserta membuatnya merasa belum benar-benar siap berpisah secara batin.

"Ke depan, ada rencana membuat kelas lanjutan untuk para alumni. Sekolah jurnalisme ini masih tahap dasar, selanjutnya pendalaman penulisan dan editing profesional. Kemampuan itu perlu tetap diasah," terangnya.

Parboaboa membuka kesempatan bagi alumni SJP untuk menjadi kontributor. Menyediakan wadah agar mereka bisa langsung membuat reportase tanpa harus bingung mencari pekerjaan. Parboaboa akan membimbing para alumni dalam proses liputan, sehingga keterampilan mereka bisa terus berkembang setelah lulus.

Di samping itu, Redaktur Pelaksana Parboaboa, Rin Hindrayati, juga menyampaikan catatannya pada penutupan ini. Ia melihat tugas-tugas yang dikerjakan peserta menunjukkan ilmu yang dibagikan terserap dengan baik, baik dari pengajar Parboaboa maupun AJI Indonesia.

"Saya mengapresiasi kerja para peserta dan menyatakan rasa puas atas perkembangan mereka. Saya berharap hubungan yang terbangun tidak terputus, karena ke depan direncanakan ada proyek bersama," katanya.

Kak Rin turut mengucapkan terima kasih. Berharap kepada mereka untuk tetap berkarya. Serta sertifikat sekolah jurnalisme ini bisa menjadi modal di perjalanan karir mereka selanjutnya.

peserta pertunjukan hiburan

Peserta melakukan pertunjukan, Kamis (11/12/2025) (Foto: Rizal Tanjung/PARBOABOA)

Dalam penutupan ini, para peserta menampilkan pertunjukan kecil sebagai hiburan. Mereka dibagi menjadi tiga kelompok. Kegiatan ini sudah menjadi kebiasaan selama pelatihan, bertujuan melatih mental dan kreativitas.

Kesan dan Pesan Peserta

Salah satu peserta, Timothy P. Saragi, mengaku tidak menyangka pelatihan yang ia terima melebihi ekspektasi. Sebab bukan hanya belajar meliput dan menulis berita, tetapi juga mendapat materi mengenai cara berpikir kritis hingga wawasan tentang kebudayaan Sumatra Utara.

“Pelatihan ini juga membuka pandangan saya bahwa jurnalisme bukan ruang untuk kepentingan pribadi. Ini dunia profesional yang menuntut integritas,” ujarnya.

Timothy berharap pelatihan seperti ini dapat terus diadakan. Menurutnya, semakin banyak orang mengikuti pelatihan seperti ini, akan semakin banyak pula suara kritis yang bisa mencerahkan generasi. Baginya, materi dalam kelas sudah sangat kaya, namun ia menilai akan lebih baik bila ke depannya ditambah, misalnya tentang hukum.

kesan pesan peserta

Peserta membacakan kesan dan saran, Kamis (11/12/2025) (Foto: Rizal Tanjung/PARBOABOA)

Peserta lainnya datang dari Bekasi, Ishabela Mutiara Girsang, yang mewakili lembaga GPKPS. Ia bercerita bahwa pada awalnya ia hampir tidak tahu apa-apa tentang jurnalisme. Latar pendidikannya adalah Manajemen Ekonomi, sehingga dunia liputan terasa sepenuhnya baru baginya.

"Tapi selama mengikuti kelas, saya jadi banyak belajar hal mendasar seperti melakukan riset, observasi, hingga memahami pentingnya tidak mengambil data sembarangan," katanya.

Pengalaman ikut pelatihan ini juga membuatnya bertemu banyak orang dari latar belakang berbeda. Dalam satu angkatan, ada peserta yang seorang pendeta, lulusan teologi, hingga lulusan filsafat. Hal itu turut membuatnya merasa lebih kaya wawasan. Serta merasa tertantang untuk terus belajar jurnalisme ke depan.

Sebagai masukan, Bela berharap waktu liputan diperpanjang. Baginya, satu atau dua minggu belum cukup karena kenyataannya banyak kendala yang muncul di lapangan. Dengan waktu yang lebih panjang, peserta dapat memahami dinamika liputan secara lebih utuh.

Peserta paling muda, Fidel Ambarita yang berusia 18 tahun, asal Sihaporas, juga membagikan pengalamannya. Ia hadir sebagai perwakilan AMAN Tanah Batak.

Pada awalnya, ia sempat ragu untuk masuk ke dunia jurnalisme. Baginya, pekerjaan yang identik dengan menulis terus-menerus dan bertemu banyak orang itu tampak berat.

Setelah mengikuti SJP, keraguannya mulai hilang. Ia merasa dunia jurnalisme ternyata tidak semenakutkan yang ia bayangkan, namun menarik baginya.

"Ada sisi yang membuat saya tertarik, kesempatan mengangkat suara rakyat kecil. Dari situ saya merasakan jurnalisme memiliki peran besar bagi masyarakat," tuturnya.

Fidel mengaku pengalaman liputan dan proses menulis membuatnya melihat bahwa jurnalisme bisa menjadi sarana perubahan. Bertemu berbagai orang dan mendengar cerita langsung dari lapangan membuatnya semakin percaya melanjutkan belajar di bidang ini.

Sebagai masukan, ia berharap porsi praktik lapangan diperbanyak. Menurutnya, jam belajar juga perlu ditambah, termasuk fasilitas meja belajar. Ia menilai pengalaman langsung di lapangan bisa membentuk insting jurnalistik.

Editor: Rin Hindrayati
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS