PARBOABOA, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menarik sejumlah produk kopi bubuk kemasan atau sachet dengan merek Starbucks dari Turki, lantaran tak memiliki izin edar resmi di Indonesia. Adapun enam varian kopi Starbucks yang ditarik, yakni Capuccino, Cafe Latte, Toffe Nut Latte, White Mocha, Caramel Late, dan Vanila Latte.
"Produk ini tidak ada izin edarnya, ini barang impor. Setelah ini kami harus menginformasikan kepada importirnya. Nanti mereka menghubungi distributornya Starbucks di Turki," kata Kepala BPOM RI Penny K Lukito dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (26/12/2022).
Penny menegaskan, bahwa setiap produk yang beredar di Indonesia harus mempunyai izin edar dari BPOM RI. Selain itu, setiap produk membutuhkan pengawasan BPOM dari awal mulai dari registrasi hingga bisa beredar.
Hal tersebut bertujuan agar apabila ditemukan zat berbahaya pada produk yang telah beredar, BPOM bisa segera menelusuri dan menarik produk-produk tersebut dari masyarakat.
"Jadi (kopi sachet bermerek dagang Starbucks) ini tanpa izin edar dari BPOM Ingat kejadian yang baru terjadi (gagal ginjal) terkait dengan cemaran, kita membutuhkan pengawasan dari BPOM dari awal,” terang dia.
Bukan hanya itu, penny juga mengingatkan, agar masyarakat lebih berhati-hati saat berbelanja via online atau daring. Karena, banyak juga produk impor yang dijual dalam kondisi kadarluwarsa.
"Banyak sekali produk impor kedaluwarsa, yang mungkin untuk menghadapi masa Nataru ini malah justru banyak dibuang, dikirim ke Indonesia. Karena mungkin tau orang-orang Indonesia suka produk impor ya," jelasnya.
Deputi Badan Pengawasan Pangan Olahan Rita Endang menambahkan, mayoritas produk itu merupakan impor yang ditemula di retail. Dengan rincian 55 persen produk kedaluwarsa, dan 35 persen tanpa izin edar, sisanya rusak.
Diketahui, mayoritas kopi sachet Starbucks yang kedaluwarsa itu berasal dari Turki dan banyak beredar di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Bahkan, sampai (21/12/2022), BPOM Ri telah melakukan pemeriksaan pada total 2.412 sarana peredar pangan olahan. Pemeriksaan tersebut terdiri dari 1.029 sarana ritel, 437 gudang distributor. Termasuk 16 gudang e-commerce dan 46 gudang importir.
Berdasarkan hasil pemeriksaan sarana, ditemukan ada 769 sarana (31,88 persen) menjual produk Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) berupa produk pangan kedaluwarsa, pangan TIE (Tanpa Izin Edar), dan pangan rusak. Rincian dari hasil pemeriksaan sarana, ditemukan 730 sarana ritel (30,27 persen), 37 sarana gudang distributor (1,53 persen), dan 2 sarana gudang importir (0,08 persen).
"Jika keamanan pangan tidak terjaga maka kesehatan masyarakat dan ketahanan pangan akan sulit terwujud bahkan perdagangan dan ekonomi juga akan terganggu” pungkas Penny.