PARBOABOA, Jakarta - Belum lama ini Rusia menyampaikan rencananya untuk memasok senjata ke ke Korea Utara.
Rencana tersebut disampaikan langsung oleh sang Presiden, Vladimir Putin saat berkunjung ke Vietnam, Kamis (20/6/2024).
Secara terang-terangan, dia menegaskan, hal itu dilakukan sebagai bentuk balasan terhadap Barat yang memasok senjata ke Ukraina.
Menanggapi rencana Putin, Amerika Serikat (AS) menyatakan keprihatinannya.
Jubir Departemen Luar Negeri negara Paman Sam, Matthew Miller mengatakan, itu sebagai ancaman yang mengkhawatirkan dan bisa mengganggu stabilitas Semenanjung Korea.
"Hal ini akan mengacaukan semenanjung Korea, secara potensial, tergantung pada jenis senjatanya," kata Mattew melansir AFP, Jumat (21/6/2024).
Tak hanya itu, jika rencana ini jadi kata Mattew, kemungkinan akan melanggar resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB yang didukung oleh Rusia.
Putin dalam kunjungannya ke Vietnam tidak hanya menyampaikan rencananya untuk mengirim senjata ke Korea Utara tetapi juga memperingatkan Korea Selatan untuk tidak mengirim senjata ke Ukraina.
Korea Selatan memang sedang mempertimbangkan kembali larangan untuk tidak mengirim dan menjual senjata ke Zona konflik aktif.
Selama ini mereka cukup berpegang teguh pada larangan tersebut meski dibujuk oleh AS dan Ukraina. Namun belakangan Seoul akan mempertimbangkannya kembali.
Saat Putin geram dengan rencana Seoul, AS justru menilainya sebagai bentuk kebebasan sebuah negara menyikapi konflik. Mereka justru berharap agar Korea Selatan memasok senjatanya ke Ukraina.
"Kami menyambut baik setiap dukungan untuk Ukraina dalam perjuangannya melawan agresi Rusia," tegas Mattew.
Ketegangan Rusia-Ukraina sebenarnya tidak terlepas dari kedekatan Ukraina dengan Barat dan ingin bergabung ke Nato ketimbang dengan Rusia.
.
Padahal dulu saat Perang Dingin berkecamuk - khususnya sebelum 1990, orang-orang Ukraina dan Rusia bersatu dalam sebuah negara federasi bernama Uni Soviet.
Namun pada 1991 saat Uni Soviet Bubar, Ukraina memberikan suara untuk memerdekakan diri dari Uni Soviet dalam sebuah referendum.
Mulanya proses pelepasan diri beberapa negara berlangsung damai. Namun di tahun 2014 ketegangan kedua negara muncul setelah muncul revolusi menentang supremasi Rusia.
Revolusi juga membuka jalan bagi Ukraina bergabung dengan Uni Eropa (UE) dan NATO. Hal inilah yang membuat Putin semakin marah, sementara Barat termasuk AS mendukung penuh Langkah ukraina.
Di sisi lain, kedekatan Rusia dengan Korea Utara terjalin sejak tahun 2017, usai Kim Jong-un melakukan uji coba nuklir terbaru negara itu.
Lalu pada tahun 2019, Kim mengambil inisiatif untuk memperbaiki hubungan dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin setelah sebelumnya sempat mengalami ketegangan.
Pada September tahun lalu, Putin menyambut Kim di fasilitas peluncuran luar angkasa Vostochny, Timur Rusia dan berjanji untuk membantu Korea Utara membangun satelit.
Tak hanya itu, pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan untuk saling mendukung dalam berbagai bidang.
Semenjak itu pula terjadi peningkatan jumlah delegasi antara kedua negara dalam berbagai bidang, mulai dari kehutanan, pertanian budaya.
Hubungan baik inilah yang mendorong Korea Utara mendukung Rusia ketika berhadapan dengan Ukraina.
Editor: Gregorius Agung