PARBOABOA, Jakarta - Efek domino dari judi online (judol) di Indonesia semakin mengkhawatirkan.
Meskipun pemerintah dan aparat keamanan tengah memberikan perhatian penuh terhadap penanganannya, namun efek berantai yang dimunculkan tak serta merta bisa diatasi.
Misalnya saja, tindak kriminal, kekerasan dalam rumah tangga, bunuh diri, hingga terlilit pinjaman online (pinjol).
Dari sejumlah efek tersebut, kaum perempuan menjadi makhluk yang paling rentan terimbas berbagai persoalan tadi.
Kondisi tersebut yang membuat Komisi Nasional (Komnas) Perempuan terus menyuarakan agar pemerintah dan masyarakat membantu kaum perempuan mengatasi kerentanan terhadap berbagai masalah yang muncul, imbas dari judi online ini. Salah satunya pinjaman online.
Apalagi menurut Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, laporan yang sering masuk ke Komnas Perempuan yaitu perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) imbas terlilit pinjol.
"Pinjol menjadi salah satu latar yang membuat perselisihan terus menerus yang berujung pada kekerasan dalam rumah tangga," katanya kepada PARBOABOA, Jumat (21/6/2024).
Andy lantas menjelaskan mengapa kasus yang dilaporkan menjadi KDRT, bukan karena pinjol atau judi online.
"Benar, kasusnya menjadi KDRT. Kita pun akan mencatatnya sebagai KDRT, bukan pinjol, meskipun dalam deskripsi kasus nanti akan diketahui, misalnya utang keluarga bertumpuk akibat judi online dan meminjam secara online," jelas pengajar kuliah Gender dalam Hubungan Internasional di Universitas Indonesia ini.
Padahal, lanjut dia, perempuan merupakan tonggak ketahanan pengelolaan keuangan keluarga.
Namun tak dapat dipungkiri, kata Andy, keterdesakan pada kebutuhan yang semakin tinggi bisa membuat seseorang, utamanya perempuan mengambil jalan pintas, termasuk mengakses pinjol.
Belum lagi berdasarkan data, literasi digital terutama kaum perempuan masih sangat rendah.
Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat, jumlah perempuan pengguna handphone di Indonesia mencapai 65,09 persen. Sedangkan laki-laki sebesar 68,41 persen.
Jika dirinci berdasarkan pekerjaannya, dari 65,09 persen ini, sekitar 56,56 persen perempuan pengguna ponsel pintar ini adalah rumah tangga dan 50 persen lainnya tidak bekerja.
"Semua orang pakai handphone, bukan berarti punya literasi digital yang baik. Seringkali perempuan tidak tahu apa yang mereka klik dan akhirnya terjebak pinjol," pungkas Andy.
Sebelas Dua Belas Judol dan Pinjol
Selain Komnas Perempuan, atensi soal pinjol juga pernah disuarakan Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi.
Menurutnya, judol berkaitan erat dengan pinjol. Bahkan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan indikasi dana pinjol yang dipakai untuk judol.
Tak hanya itu, pemerintah juga telah membentuk Satuan Tugas Penanganan Judi Online (Satgas Judol).
Satgas dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring yang diterbitkan pada 14 Juni 2024 di Jakarta.
"Kita memastikan pemberantasan judol dan pinjol komprehensif," kata Budi Arie, pekan lalu.
Data Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) menyebut, sebanyak 2,37 juta pemain judi online di Indonesia.
Dari jumlah tersebut, 80 persennya merupakan kalangan menengah ke bawah.
Kondisi tersebut yang membuat tingginya pengguna jasa pinjaman online untuk memenuhi kebutuhan bermain judi online.
Sementara untuk rata-rata transaksi judi online di kalangan masyarakat ekonomi menengah ke atas mencapai Rp40 miliar.
Tak hanya itu, Kemenko Polhukam juga mendeteksi sebanyak 4 hingga 5 ribu rekening penadah uang pinjol yang telah didata oleh PPATK.
Editor: Kurniati