PARBOABOA, Jabar - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengikuti jejak Anies Baswesan untuk merevisi kenaikan upah minimum pekerja 2022. Kang Emil sapaan akrab Ridwan Kamil menerbitkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 561/KEP. 874 - Kesra/2022 tentang kenaikan Upah Bagi Pekerja atau buruh yang memiliki masa kerja lebih dari satu tahun. Dalam aturan tersebut diputuskan jika upah di Jawa Barat akan mendapat kenaikan 3,27 persen hingga 5 persen untuk pekerja yang telah bekerja minimal setahun.
Keputusan penaikan upah ini dianggap dapat menjadi solusi untuk kenaikan upah tahun 2022 ini, pasalnya di Jawa Barat saat ini ada sekitar 95 persen dari 10 juta pekerja yang telah bekerja lebih dari satu tahun.
Kang Emil berharap dengan adanya kenaikan upah tersebut para pekerja dapat menggunakannya sebagai tambahan untuk keperluan sehari-hari dan dapat menaikkan daya beli para pekerja.
Namun keputusan Kang Emil ini mendapat penolakan dari kelompok pengusaha dan juga dari kelompok buruh.
Asosiasi Pekerja Ancam Tuntut Ridwan Kamil
Ketua DPP Asosiasi pengusaha Indonesia (Apindo) di Jawa Barat Ning Wahyu Astutik mengatakan kenaikan upah tersebut tidak berdasar hukum, membuat gaduh dan meresahkan para pengusaha. Sehingga Apindo menuntut Ridwan Kamil untuk segera mencabut SK Gubernur yang telah diterbitkan tersebut.
Ning Wahyu menegaskan jika Apindo akan melakukan gugatan ke PTUN jika Ridwan Kamil tidak segeral mencabut SK tersebut.
"Kami meminta gubernur untuk mencabut surat keputusan tersebut. Kalau tidak, para pengusaha akan melakukan gugatan ke PTUN," kata Ning Wahyu, dikutip dari Antara, Selasa (4/1).
Ning Wahyu mengatakan, kewenangan gubernur terkait penentuan upah hanya terbatas pada dua hal. Pertama, menentukan upah minimum provinsi (UMP) sesuai dengan Pasal 27 Ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Kedua, menentukan upah minimum kabupaten/kota. Hal itu tertera dalam Pasal 30 Ayat 1 PP Nomor 36 Tahun 2021.
Sementara Struktur Skala Upah mutlak jadi kewenangan pengusaha, tanpa ada intervensi dari pihak mana pun sebagaimana diatur dalam Permenaker Nomor 1 Tahun 2017 Pasal 4 poin 4 yakni penentuan struktur dan skala upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (c). Juga Permenaker Nomor 1 Tahun 2017 Pasal 5 yakni struktur dan skala upah ditetapkan oleh pimpinan perusahaan dalam bentuk surat keputusan.
Sehingga pemerintah daerah diharapkan untuk dapat membantu untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif dengan tidak memunculkan kebijakan-kebijakan kontraproduktif dan meresahkan dunia usaha.
Asosiasi Buruh juga layangkan kecaman kepada Ridwan Kamil
Tak hanya dikecam asosiasi pengusaha, kebijakan kenaikan upah yang ditetapkan Ridwan Kamil ini juga mendapat kecaman dan penolakan dari buruh. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan jika pemerintah daerah hanya berhak untuk mengatur standar upah bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari setahun. Sedangkan untuk pekerja yang telah bekerja lebih dari setahun, pengaturan upahnya mengikuti Kenaikan Upah Berkala Tahunan, bukan diatur oleh pemerintah.
"Buruh dengan masa kerja di atas satu tahun, bukan upah minimum, namanya Kenaikan Upah Berkala Tahunan, siapa yang putuskan, perundingan antara serikat pekerja di tingkat perusahaan dengan manajemen perusahaan, bukan tugas gubernur," kata Said, Selasa (4/1).
Karena kebijakan Ridwan Kamil ini menyalahi aturan, KSPI mengatakan akan menggelar demo di Gedung Sate pada tanggal 7 atau 10 Januari.