PARBOABOA, Jakarta - Organisasi masyarakat keagamaan, Muhammadiyah akhirnya menerima tawaran mengelola izin usaha pertambangan (IUP) di Indonesia.
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan, keputusan menerima tawaran mengelola IUP dari pemerintah ini berdasarkan Rapat Konsolidasi Nasional yang digelar di Universitas Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Minggu (28/7/2024).
Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya telah mengizinkan ormas keagamaan untuk mengelola wilayah izin pertambangan khusus (WIUPK).
Kebijakan ormas mengelola izin pertambangan itu diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Sebelum Muhammadiyah, ada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang juga menerima untuk mengelola izin tambang.
Menurut Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, ada beberapa pertimbangan dan syarat yang menjadi dasar diambilnya keputusan lembaganya mengelola izin usaha pertambangan di Indonesia.
Di antaranya, kekayaan alam dalam hal ini pertambangan merupakan anugerah Allah, dan manusia sebagai khalifah di muka bumi memiliki kewenangan memanfaatkannya untuk kemaslahatan dan kesejahteraan hidup material dan spiritual.
Kemudian pengelolaan usaha pertambangan juga sejalan dengan Anggaran Dasar Muhammadiyah Pasal 7 Ayat (1) yang berbunyi Muhammadiyah melaksanakan dakwah amar ma'ruf nahi munkar dan tajdid yang diwujudkan dalam segala bidang kehidupan.
Selain itu, UUD 1945 Pasal 33 yang menyebutkan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Pemerintah sebagai penyelenggara negara telah memberikan kesempatan kepada Muhammadiyah mempergunakannya untuk kemakmuran rakyat dengan pertimbangan jasa-jasa Muhammadiyah bagi bangsa dan negara.
Pertimbangan lain yaitu keputusan Muktamar ke-47 Muhammadiyah 2015 lalu pernah mengamanatkan pengurus pusat memperkuat dakwah di bidang ekonomi.
Muhammadiyah, kata Abdul, akan berusaha maksimal dan penuh tanggung jawab melibatkan kalangan profesional, kader dan warga persyarikatan serta masyarakat di sekitar wilayah tambang.
Muhammadiyah juga akan bersinergi dengan perguruan tinggi, serta penerapan teknologi yang meminimalkan kerusakan alam.
Ormas yang berdiri pada November 1912 ini juga akan bekerja sama dengan mitra yang berpengalaman mengelola tambang.
"Tentunya mitra yang memiliki komitmen dan integritas tinggi, serta keberpihakan kepada masyarakat dan Persyarikatan lewat perjanjian kerja sama yang saling menguntungkan," kata Abdul dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (28/7/2024).
Ia melanjutkan, nantinya dalam mengelola izin tambang, Muhammadiyah melakukannya dalam batas waktu tertentu dengan tetap mendukung dan melanjutkan usaha pengembangan sumber energi terbarukan serta membangun budaya hidup ramah lingkungan.
Di samping itu, Muhammadiyah juga akan mengembangkan model pertambangan yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat, kesejahteraan dan keadilan sosial.
Ormas keagamaan ini juga akan turut serta membangun ekosistem yang ramah lingkungan riset, laboratorium pendidikan, pembinaan jamaah dan dakwah jamaah.
Muhammadiyah juga akan menunjuk sejumlah tokoh seperti Muhadjir Effendy, Muhammad Sayuti, Anwar Abbas, Hilman Latief, Agung Danarto, Ahmad Dahlan Rais, Bambang Setiaji, Arif Budimanta, Nurul Yamin, dan Azrul Tanjung sebagai tim pengelola tambang.
"Tugas, wewenang dan tanggung jawab tim akan ditetapkan kemudian dalam Surat Keputusan PP Muhammadiyah," imbuh Abdul Mu'ti.
Sejarah Singkat Muhammadiyah
Melansir laman muhammadiyah.or.id, organisasi Islam itu berdiri pada 8 Dzulhijjah 1330 Hijriah atau bertepatan dengan 18 November 1912.
Muhammadiyah didirikan oleh Muhammad Darwisy atau yang lebih dikenal dengan K.H. Ahmad Dahlan di daerah Kauman, Kota Yogyakarta.
Pendirian Muhammadiyah diawali keberadaan Sekolah Rakyat bernama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah.
Di madrasah ini proses belajar-mengajar berlangsung dengan memanfaatkan kamar tamu di rumah KH. Ahmad Dahlan.
Saat itu ada sembilan santri yang menjadi murid di Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah.
Seiring waktu, KH. Ahmad Dahlan berdiskusi dengan santri dan muridnya dari Kweek School Jetis. Ia mendapat dorongan tambahan agar membentuk organisasi yang diharapkan akan menjaga keberlanjutan Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah.
Organisasi itu diberi nama Muhammadiyah, dengan harapan anggotanya dapat meneladani Nabi Muhammad SAW.
Editor: Kurniati