Kunjungan Bersejarah: Paus Fransiskus Bawa Pesan Kesederhanaan ke Indonesia

Potret Paus Fransiskus saat tiba di Indonesia. (Foto: Vaticannews.va)

PARBOABOA, Jakarta - Selasa, (3/9/2024) sekitar pukul 11.25 WIB, untuk pertama kalinya, Paus Fransiskus menginjakkan kakinya di tanah air.

Di Bandara Soekarno-Hatta, pemimpin tertinggi umat katolik dunia itu disambut oleh sejumlah tokoh-tokoh penting.

Ia diterima dengan tangan terbuka oleh Menteri Agama (Menag) RI, Yaqut Cholil Qoumas, Duta Besar Vatikan, Piero Pioppo, dan Dewan Pertimbangan Presiden, Gandi Sulistiyanto.

Hadir pula Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo, ketua panitia kujungan Paus, Ignasius Jonan dan beberapa pemimpin gereja lainnya.

Selama tiga hari di Indonesia, Paus akan bertemu Presiden Joko Widodo, berkunjung ke Masjid Istiqlal, dan memimpin Perayaan Ekaristi di Gelora Bung Karno, sebelum melanjutkan perjalanannya ke negara-negara Asia lainnya.

Aspek paling menonjol dari kunjungan Paus kali ini adalah kesederhanaannya sebagai seorang pemimpin.

Meski punya pilihan untuk menggunakan jet pribadi, misalnya, tapi Paus Fransiskus menolak. Ia memilih terbang dengan pesawat komersial dari Itali menuju Indonesia.

Bahkan, saat di Indonesia, ia juga menolak menginap di hotel mewah dan memilih tinggal di Kedutaan Besar Vatikan di Jakarta.

Kesederhanaan lain terlihat dari pilihannya untuk menggunakan mobil biasa selama berada di Indonesia, bukan mobil mewah. 

Mobil yang dipakainya berpelat nomor 'SCV 1', yang merupakan singkatan dari Status Civitatis Vaticanae 1, atau 'Negara Kota Vatikan 1'. 

Direktur Wahid Institute, Yenny Wahid menyebut, pilihan-pilihan Paus Fransiskus memperlihatkan sikapnya yang sederhana dan rendah hati.

"Beliau juga adalah orang yang menentang hedonisme, materialisme berlebihan, dan kemewahan berlebihan," tegas Yenny mengagumi bapa suci.

Yenny menyatakan bahwa Paus ingin menunjukkan dirinya sebagai pemimpin gereja yang setara dengan uskup dan kardinal, tanpa merasa lebih tinggi dari yang lain.

Menurutnya, sikap ini mencerminkan kerendahan hati sekaligus memberikan pelajaran berharga bahwa kesederhanaan memiliki makna yang lebih mendalam.

Bagi Paus, kata dia, yang terpenting adalah bagaimana seseorang terlihat mulia di mata Tuhan, bukan seberapa tinggi posisinya di hadapan manusia.

Sementara itu, Menag Yaqut mengungkapkan bahwa kesederhanaan yang ditunjukkan oleh Paus Fransiskus, merupakan teladan yang patut diikuti oleh semua umat beragama. 

Ia menyoroti bagaimana Paus, yang bukan hanya seorang pemimpin agama tetapi juga kepala negara Vatikan, memilih menggunakan fasilitas VVIP yang sederhana, seperti mobil Toyota Innova Zenix, saat tiba di Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta.

Menurut Yaqut, sikap ini mencerminkan karakter seorang pemimpin yang benar-benar mengutamakan kesederhanaan dalam setiap tindakannya. 

Paus Fransiskus, terang dia, memberikan contoh nyata tentang bagaimana menjadi seorang pemimpin yang rendah hati, tanpa terpengaruh oleh status atau posisi tinggi yang diembannya.

"Beliau memilih kendaraan pun dengan cara yang sangat sederhana dan ini untuk patut dicontoh," pungkasnya.

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir juga merasakan kesan yang sama tentang kesederhanaan Paus Fransiskus. 

Bagi Haedar, keputusan Paus Fransiskus untuk datang ke Indonesia dengan pesawat komersial dan tidak menginap di hotel berbintang seharusnya menjadi teladan bagi para pemimpin, baik di tingkat nasional maupun global.

Haedar menyambut baik kunjungan Paus Fransiskus ke tanah air dan melihatnya sebagai sebuah kehormatan bagi bangsa Indonesia. 

Tak hanya itu, ia menyoroti komitmen Paus dalam memperkuat hubungan antara Katolik dan dunia Islam, yang tercermin dalam penandatanganan Dokumen Abu Dhabi tentang Human Fraternity bersama Imam Besar Al Azhar, Muhammad Ath-Thayeb. 

Dokumen ini, menurut Haedar, menunjukkan kesamaan semangat antara ajaran Islam dan Katolik dalam mempromosikan martabat manusia dan kerjasama antaragama demi perdamaian.

Pertemuan Paus Fransiskus dengan kelompok-kelompok agama di Indonesia, lanjut Haedar, menegaskan keterbukaan dalam dialog antariman, sekaligus menegaskan posisi Indonesia sebagai negara dengan kerukunan agama dan budaya yang kuat.

Haedar juga mengusulkan agar pemerintah Indonesia memanfaatkan kunjungan Paus ini sebagai momen untuk mendiskusikan posisi Indonesia terkait isu Palestina. 

Ia melihat ini sebagai peluang bagi Indonesia untuk berperan lebih aktif dalam upaya perdamaian dunia, terutama dalam mencari solusi jangka panjang untuk masa depan Palestina.

Untuk diketahui, Paus Fransiskus, yang lahir dengan nama Jorge Mario Bergoglio di Buenos Aires, Argentina, pada 17 Desember 1936, adalah anak pertama dari lima bersaudara dalam keluarga imigran Italia. 

Sejak usia muda, ia menghadapi tantangan kesehatan yang serius, termasuk menjalani operasi pengangkatan sebagian paru-parunya akibat radang paru-paru. 

Meskipun awalnya ia mengantongi gelar master di bidang kimia dan bekerja di laboratorium, Jorge kemudian memilih jalan hidup yang berbeda dengan memasuki Seminari Tinggi Keuskupan Villa Devoto pada tahun 1958 untuk menjadi imam Jesuit.

Setelah ditahbiskan sebagai imam pada tahun 1969, Jorge Bergoglio menjalani berbagai peran penting dalam Ordo Jesuit dan Gereja Katolik di Argentina, termasuk menjadi kepala provinsi Jesuit di Argentina dan Rektor Colegio de San Jose. 

Pada tahun 1992, ia diangkat sebagai Uskup Pembantu Buenos Aires dan kemudian menjadi Uskup Agung Buenos Aires pada tahun 1998. Pengabdiannya yang luar biasa membuatnya diangkat menjadi Kardinal oleh Paus Yohanes Paulus II pada tahun 2001.

Setelah Paus Benediktus XVI mengundurkan diri pada tahun 2013, Jorge Mario Bergoglio terpilih sebagai Paus dan memilih nama Fransiskus untuk menghormati Santo Fransiskus dari Asisi. 

Paus Fransiskus dikenal sebagai sosok yang rendah hati dan berkomitmen kuat terhadap keadilan sosial. Ia sering kali menolak fasilitas mewah, lebih memilih tinggal di apartemen sederhana dan menggunakan transportasi umum.

Di luar itu, Paus Fransiskus juga dikenal sebagai pembela kaum miskin dan tertindas. Kepemimpinannya dalam Gereja Katolik tidak hanya terbatas pada aspek spiritual, tetapi juga pada upaya mempromosikan perdamaian dan pemahaman lintas budaya. 

Penghargaan yang diterimanya, termasuk 'Person of The Year 2013' dan 'Charlemagne Prize 2016', menegaskan kontribusinya dalam memajukan perdamaian dan persatuan global. 

Bahkan pada Juli tahun 2023, ia menerima 'Penghargaan Sinema untuk Perdamaian' atas kontribusinya dalam mempromosikan perdamaian melalui seni sinematik. 

Paus Fransiskus terus menjadi inspirasi bagi banyak orang di seluruh dunia dengan kepemimpinannya yang sederhana dan penuh belas kasih.

Editor: Gregorius Agung
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS