Memastikan Hak Pilih Disabilitas Terfasilitasi di Pilkada 2024

Ilustrasi pemilih disabilitas. (Foto: Instagram/@komnasdisabilitas)

PARBOABOA, Jakarta - Penyandang disabilitas punya hak pilih yang sama seperti masyarakat pada umumnya dalam setiap kontestasi demokrasi.

Namun, berkaca pada Pilpres dan Pileg kemarin, kesempatan mereka untuk memilih calon pemimpinnya belum terfasilitasi dengan baik.

Indikatornya terlihat dari masih adanya tempat pemungutan suara atau TPS di beberapa wilayah yang tidak ramah disabilitas.

Data Pemantau Pemilu menunjukkan, dari total 1.571 TPS, sebanyak 262 atau setara 17 persen tidak layak bagi mereka yang berkebutuhan khusus.

"17 persen kurang ramah disabilitas saat pemungutan suara," kata Koordinator Pemantau Pemilu, Farid Fathur belum lama ini.

Ia merinci, ketidaklayakan itu berupa pintu TPS yang sempit, terdapat tangga menuju TPS, beberapa TPS masih dikelilingi parit serta tidak ditemukannya alat bantu bagi disabilitas netra.

Selain itu, ditemukan pula TPS yang terletak di lantai dua dengan undakan tinggi, pintu masuk yang harus melewati selokan, TPS di atas panggung, juga genangan air akibat banjir di sekitar TPS.

Farid menyampaikan, untuk Pilpres, sebanyak 290 atau sekitar 18 persen TPS tidak menyediakan alat bantu untuk disabilitas netra. Sedangkan, 430 TPS (27 persen) tidak memiliki alat bantu serupa untuk pemilu legislatif DPD.

Menurut dia, hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) mengenai alat bantu bagi penyandang disabilitas.

Bahkan, dalam temuan mereka, beberapa anggota KPPS beranggapan tidak ada pemilih disabilitas di TPS wilayah kerjanya.

Selain itu, pendampingan terhadap pemilih disabilitas oleh KPPS banyak yang tidak sesuai prosedur. Buktinya di 362 TPS (23 persen), pemilih yang didampingi tidak menandatangani formulir pendampingan.

Pemantau pemilu adalah sebuah kelompok yang melakukan pemantauan terhadap jalannya pemilu di 1.571 Tempat Pemungutan Suara (TPS). 

Kelompok ini terdiri dari 2.082 pemantau yang tersebar di 156 kabupaten/kota di 26 provinsi. Mereka terdaftar sebagai mitra Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI.

Pada hari pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2024, Pemantau Pemilu bekerja bersama untuk memantau beberapa aspek penting.

Fokus mereka meliputi logistik pemungutan suara, proses pemungutan suara, penghitungan suara, serta aksesibilitas bagi penyandang disabilitas.

Data milik Bawaslu jauh lebih memprihatinkan. Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja berujar, pada pemilu kemarin ada 12.284 TPS yang tidak memiliki alat bantu bagi disabilitas netra.

Selain itu, di sekitar 5.836 TPS ditemukan adanya pendamping bagi pemilih disabilitas yang tidak menandatangani surat pernyataan pendamping atau formulir model C.Pendamping-KPU.

Padahal menurut Rahmat, hal ini tidak boleh dianggap sepele karena menjadi bagian penting "dari prosedur pendampingan."

Pilkada 2024

Pilpres dan pileg kemarin yang belum ramah disabilitas tidak boleh terulang pada Pilkada serentak November mendatang.

Untuk memastikan itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati meminta KPU agar lebih awal memfasilitasi kebutuhan dan akses pemilih disabilitas.

Selain itu, kata dia, KPU harus juga memastikan "pemilih disabilitas bisa memilih secara langsung."

Apalagi, lanjutnya, Pilkada tidak serumit Pileg yang melibatkan lebih banyak partai, daerah pemilihan, dan surat suara yang banyak.

Pilkada hanya terdiri dari dua surat suara, yaitu untuk pemilihan gubernur serta walikota atau bupati sehingga prosesnya lebih sederhana.

Dengan kondisi ini, seharusnya KPU lebih mampu menyediakan surat suara yang dilengkapi "template braille" atau alat bantu bagi pemilih disabilitas netra.

Sementara itu, pentingnya pemilih disabilitas memilih secara langsung merupakan bagian dari implementasi pemilu inklusif.

"Artinya, semua warga negara, termasuk penyandang disabilitas, harus dijamin haknya untuk memilih secara mandiri."

Sebagai informasi, berdasarkan data KPU, jumlah pemilih difabel pada Pemilu 2024 tercatat 1.101.178 orang, naik dari 375.195 orang pada pemilu 2009.

Khoirunnisa berharap pada Pilkada mendatang, partisipasi mereka akan jauh lebih banyak seiring dengan tersedianya fasilitas-fasilitas pendukung yang ramah.

Tak hanya itu, ia juga mengingatkan agar suara disabilitas itu hanya digunakan untuk kepentingan elektoral, "tetapi tidak pernah digali apa yang menjadi kebutuhan dari teman-teman disabilitas."

Di Indonesia, hak pemilih disabilitas diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011. 

Menurut undang-undang ini, pemilih disabilitas adalah mereka yang memiliki keterbatasan fisik, intelektual, mental, atau sensorik. 

Mereka juga bisa mengalami hambatan mobilitas dan interaksi akibat lingkungan atau sikap masyarakat, serta tidak dapat berpartisipasi sepenuhnya tanpa akses yang memadai atau bantuan dari orang di sekitarnya.

Sementara itu, berdasarkan Modul Ringkas Pemilu Akses Bagi Penyandang Disabilitas dari KPU RI, pemilih disabilitas dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu pemilih tunadaksa, tunanetra, tunarungu, tunagrahita dan pemilih disabilitas mental.     

Pemilih tunadaksa adalah mereka yang memiliki cacat fisik, seperti pengguna kursi roda atau mereka yang pernah mengalami lepra. 

Pemilih tunanetra adalah mereka yang tidak bisa melihat, sedangkan tunawicara adalah mereka yang tidak dapat berbicara. 

Ada juga pemilih tunarungu yang tidak bisa mendengar, serta tunagrahita yang memiliki keterbatasan kecerdasan. 

Pemilih dengan disabilitas mental adalah mereka yang mengalami gangguan kejiwaan, namun tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.

Dalam pelaksanaan pemilu, KPU bertanggung jawab memastikan TPS ramah bagi penyandang disabilitas.

Lokasi TPS harus mudah diakses, tidak bertangga atau berbatu, serta memiliki pintu masuk dan keluar yang cukup lebar untuk pengguna kursi roda. 

Selain itu, meja bilik suara harus memiliki ketinggian yang sesuai, dan kotak suara harus berada pada ketinggian yang memudahkan akses. KPU juga perlu memastikan bahwa TPS bebas dari benda-benda yang bisa menghalangi atau membahayakan penyandang tunanetra.

Editor: Gregorius Agung
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS