Leila S. Chudori: Perjalanan Panjang Menulis dari Cerpen ke Novel dan Film

Penulis Indonesia Leila S. Chudori (Foto: www.leilaschudori.com)

PARBOABOA - Leila S. Chudori adalah sosok yang tidak asing dalam dunia sastra Indonesia. Kecintaannya pada menulis sudah dimulai sejak usia 11 tahun, saat duduk di kelas V SD.

Cerpen pertamanya yang berjudul Pesan Sebatang Pohon Pisang dipublikasikan di majalah anak-anak Si Kuncung pada tahun 1973. Karya ini menandai awal dari karir panjangnya di dunia kepenulisan.

Seiring waktu berjalan, karya-karyanya mulai tersebar di berbagai majalah remaja, seperti Kawanku, Hai, dan Gadis. Cerpen-cerpen Leila berhasil menarik perhatian, dan menjadikan namanya akrab di kalangan pembaca.

Saat remaja ia bahkan sudah berhasil menerbitkan beberapa kumpulan cerpen, seperti Sebuah Kejutan, Empat Pemuda Kecil, dan Seputih Hati Andra.

Namun, perjalanan menulisnya tidak berhenti di situ. Setelah menyelesaikan kuliah, ia mulai menulis cerpen-cerpen yang lebih serius dan dimuat di majalah sastra terkenal seperti Horison, Kompas Minggu, dan Zaman.

Salah satu karyanya yang paling dikenal adalah kumpulan cerpen Malam Terakhir, yang diterbitkan pertama kali oleh Pustaka Grafiti pada tahun 1989 dan kemudian diterbitkan ulang oleh Gramedia pada tahun 2009.

Buku ini memuat sembilan cerpen, dan menurut kritikus sastra H.B. Jassin, karya-karya di dalamnya membawa idiom dan metafora baru, dengan pengungkapan yang penuh dengan keunikan. Malam Terakhir juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman dengan judul Die Letzte Nacht.

Karya-karya Leila juga tidak hanya terbatas pada cerpen dan novel. Ia pernah menulis untuk berbagai jurnal sastra di dalam dan luar negeri, seperti Solidarity di Filipina dan Tenggara di Malaysia. 

Bahkan, cerpen-cerpen Leila telah dibahas oleh kritikus sastra Tinneke Hellwig dalam artikel “Leila S. Chudori and Women in Contemporary Fiction Writing” di jurnal Tenggara.

Keterlibatan Leila di dunia sastra internasional juga diakui dengan namanya tercantum dalam kamus sastra Dictionnaire des Creatrices yang diterbitkan di Prancis.

Leila adalah putri dari Mohammad Chudori, seorang wartawan senior di kantor berita Antara dan The Jakarta Post. Ia sangat mengidolakan ayahnya, yang mengajarkan banyak nilai-nilai kehidupan yang dijadikan pegangan oleh Leila.

Salah satu pesan ayahnya yang paling membekas adalah tentang pentingnya memahami alasan kita dilahirkan sebagai orang Indonesia, sebuah pencarian yang harus terus dilakukan sepanjang hidup.

Leila melanjutkan pendidikannya di Kanada setelah mendapatkan beasiswa untuk belajar di Lester B. Pearson College of the Pacific. Di sana, ia juga menempuh studi di Universitas Trent dalam bidang Political Science dan Comparative Development Studies.

Meskipun sempat tinggal di luar negeri, kecintaannya pada tanah air tetap kuat, dan ia memutuskan kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikannya.

Sepulangnya ke Indonesia, Leila bergabung dengan majalah Tempo sebagai wartawan pada tahun 1989. Kariernya sebagai wartawan membawanya bertemu banyak tokoh penting dunia, mulai dari Yasser Arafat hingga Nelson Mandela. 

Namun, pekerjaan sebagai wartawan yang padat membuat Leila kesulitan untuk menulis fiksi selama hampir 20 tahun. Baru pada tahun 2009, Leila kembali ke dunia fiksi dengan merilis kumpulan cerpen 9 dari Nadira, yang mengisahkan kehidupan wartawan Nadira Suwandi.

Setelah keberhasilan 9 dari Nadira, Leila kembali dengan novel Pulang pada tahun 2012. Novel ini menjadi salah satu karyanya yang paling terkenal, menggambarkan drama keluarga yang berlatar belakang peristiwa sejarah penting di Indonesia, Prancis, dan dunia.

Karya ini menunjukkan kecerdasan Leila dalam merangkai cerita yang kompleks dengan penggambaran karakter yang mendalam.

Leila juga aktif menulis skenario film dan drama televisi, salah satunya adalah "Dunia Tanpa Koma", yang meraih penghargaan di Festival Film Bandung 2007. Karya-karya visualnya menunjukkan kemampuannya menulis dalam berbagai medium dan semakin memperkuat namanya di dunia sastra dan film Indonesia.

Karya-karya Leila yang lain, seperti Laut Bercerita (2017), telah meraih berbagai penghargaan dan di apresiasi baik oleh kritikus maupun pembaca. Ini adalah sebuah novel yang mengisahkan perjuangan para aktivis yang hilang selama masa Orde Baru di Indonesia, dan telah memberikan dampak besar bagi pembaca dalam memahami sejarah dan keadilan.

Dalam perjalanan hidup dan karirnya, Leila S. Chudori telah menunjukkan bahwa menulis adalah lebih dari sekadar profesi. Baginya, menulis adalah bentuk keberanian untuk menyuarakan kebenaran, melukiskan perasaan, dan mengungkapkan dunia yang mungkin tidak dilihat oleh orang lain.

Sebagai penulis, Leila menekankan pentingnya menggunakan bahasa yang tepat untuk menyampaikan ide dengan jelas dan mendalam. Seperti yang pernah dikatakannya, "Ide sebesar apa pun tidak akan berarti jika tidak disampaikan dengan baik."

Tulisan-tulisan Leila tidak hanya memberikan hiburan, tetapi juga membuka wawasan dan memberi inspirasi.

Melalui karyanya, ia mengajak pembaca untuk tidak takut bermimpi, untuk berani bersuara, dan untuk terus mencari makna dalam hidup.

Sebagai penutup, kita bisa mengambil pelajaran dari perjalanan Leila: meski dunia ini penuh tantangan, dengan keyakinan dan tekad, kita bisa menemukan cara untuk tetap berkarya dan berkontribusi, apapun jalannya.

Penulis: Luna

Editor: Wanovy
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS