PARBOABOA, Simalungun - Perkembangan kasus HIV/AIDS di Kabupaten Simalungun selama lima tahun terakhir menunjukkan peningkatan.
Menurut Sistem Informasi HIV/AIDS (SIHA) 2024, terdapat 353 kasus Orang dengan HIV (ODHIV) yang mengakses ARV secara aktif.
Data tersebut mencakup tujuh kasus ODHIV anak-anak (usia 0-15 tahun) serta lima kasus ODHIV anak-anak (usia 15-18 tahun).
Hingga kini, Administrator P2PM Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Simalungun, Hamonangan Nahampun menyebut telah ditemukan 24 kasus HIV positif baru.
Adapun faktor penularan HIV di Simalungun utamanya disebabkan oleh hubungan seksual antara lelaki dengan lelaki (LSL) atau seks sesama jenis.
“Jadi dari 24 kasus baru yang ditemukan antara Januari hingga April 2024, sebanyak 12 kasus adalah akibat hubungan seksual sesama lelaki,” ujar Hamonangan kepada PARBOABOA, Rabu (19/06/2024).
Selain itu, wanita pekerja seks (WPS) juga menjadi kelompok risiko, meskipun jumlahnya lebih sedikit, yakni hanya dua kasus pada periode yang sama.
Hamonangan menjelaskan bahwa sejauh ini jumlah layanan Perawatan Dukungan Pengobatan (PDP) HIV di Simalungun telah berkembang pesat.
Sebelumnya hanya satu PDP di Batu VI Kecamatan Siantar dan berkembang menjadi 31 layanan yang tersebar di Kabupaten Simalungun pada 2024.
“Hal ini bertujuan untuk memudahkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan terkait HIV/AIDS,” tambahnya.
Ia juga menjelaskan bahwa pihak Dinkes rutin melakukan tes HIV melalui 46 puskesmas yang ada di wilayahnya.
Tes ini diwajibkan untuk semua masyarakat, terutama kelompok populasi kunci seperti ibu hamil yang jumlahnya mencapai kurang lebih 12 ribu.
Pengujian dilakukan dua kali selama kehamilan untuk mendeteksi penularan vertikal dari ibu ke anak.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) juga aktif melakukan penjangkauan dan tes HIV di lokasi-lokasi dengan risiko tinggi, seperti kompleks atau kafe yang terdapat WPS.
Sosialisasi dan Advokasi
Selama 2024, Dinkes Simalungun telah berencana melakukan sosialisasi terhadap 32 kecamatan di Kabupaten Simalungun.
Sosialisasi tersebut melibatkan kerjasama dengan komunitas, LSM dan puskesmas untuk menyampaikan pentingnya tes HIV bagi mereka yang berisiko.
“Hingga saat ini kita sudah melakukan penyuluhan dan sosialisasi di 8 kecamatan di Kabupaten Simalungun,” ungkapnya.
Kerjasama bermaksud menyampaikan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS yang menjangkau kelompok masyarakat, termasuk remaja dan anak-anak.
"Dinkes mengadakan program penyuluhan yang meliputi edukasi tentang komitmen dalam hubungan, praktik penggunaan kondom, dan opsi penggunaan obat PrEP bagi individu yang berisiko terpapar," tambahnya.
Keberhasilan program diukur melalui penurunan jumlah kasus baru dan jumlah pasien yang menerima pengobatan antiretroviral (ARV), serta tingkat partisipasi dalam tes HIV.
"Kami bekerja sama dengan komunitas yang tergabung dalam Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) dan beberapa puskesmas, karena mereka memiliki keterlibatan langsung dan mendalam dengan para penderita,” pungkasnya.
Penyuluhan juga dilakukan untuk mempromosikan penggunaan obat PrEP (pre-exposure prophylaxis) bagi pekerja seks dan pasangan yang berisiko tertular HIV.
Obat ini tersedia di 10 puskesmas di Simalungun dan diberikan secara gratis oleh pemerintah.
"Kami terus berupaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya tes HIV dan penggunaan PrEP. Obat ini penting bagi mereka yang berisiko tinggi tertular HIV," katanya.
Hamonangan menyinggung, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah melakukan hibah alat tes HIV/AIDS yang kini tersedia di semua pusat layanan kesehatan di Kabupaten Simalungun.
Prosedur tes dapat dilakukan dalam waktu sekitar satu jam di puskesmas yang sudah memiliki layanan PDP serta masyarakat tidak dibebankan biaya apapun.
“Untuk obat HIV serta tes HIV tersedia secara gratis bagi masyarakat,” pungkasnya.
Pentingnya Pengecekan HIV
Hamonangan menghimbau masyarakat Simalungun yang aktif berhubungan seksual untuk rutin melakukan cek HIV agar terhindar dari hal yang tidak diinginkan.
Ia menerangkan, masyarakat yang melakukan pengobatan HIV sejak dini dapat mencegah perkembangan HIV menjadi AIDS.
Sebab, HIV yang sudah berkembang menjadi AIDS akan menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga daya tubuh semakin melemah dan rentan diserang berbagai penyakit serius.
“Pasien HIV tidak pernah meninggal karena HIV namun karena penyakit lain yang dinamakan infeksi oportunistik. Infeksi yang paling sering menyerang pasien pengidap HIV adalah TBC, Diare dan jamur,” ungkapnya.
Senada, Admin Klinik VCT/PDP RSUD Tuan Rondahaim, Oktavina Ginting, membenarkan hampir semua puskesmas di Simalungun dapat melakukan pengecekan serta pengobatan untuk pengidap HIV.
Oktavina menambahkan bahwa RSUD Tuan Rondahaim menjadi salah satu pusat kesehatan yang sudah dilengkapi dengan fasilitas layanan PDP.
“Tapi kalau pemeriksaan pasien HIV untuk mengetahui tingkat virus atau viral load hanya dilakukan di RSUD Tuan Rondahaim sebagai satu-satunya yang dapat melakukan pengecekan,” ujarnya kepada PARBOABOA, Rabu (19/06/2024).
RSUD Tuan Rondahaim, jelasnya menjadi pusat rujukan bagi pasien ODHIV, di mana puskesmas akan mengarahkan pasien ke RSUD saat puskesmas tidak dapat melanjutkan penanganan medis.
Ia mengatakan pasien tidak perlu datang ke RSUD Tuan Rondahaim untuk melakukan pengecekan viral load karena tenaga kesehatan di tempat pasien dirawat dapat mengambil sampel darah dan dapat mengirim sampel untuk dilakukan pengecekan.
Lebih lanjut, ia menginformasikan bahwa masyarakat yang memiliki BPJS tidak akan dikenakan biaya apapun.
“Meskipun masyarakat tidak punya BPJS, obat HIV tetap gratis. Hal yang terpenting adalah masyarakat memiliki NIK untuk registrasi,” tutupnya.
Ia lantas menghimbau masyarakat agar tidak perlu khawatir karena setiap pasien yang melakukan tes ataupun pengobatan, identitasnya akan dirahasiakan.
Upaya Dinkes Lawan Stigma Masyarakat
Dinkes Simalungun bekerja sama dengan komunitas di bawah naungan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) untuk mengatasi stigma dan diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS.
“Sosialisasi dilakukan di seluruh kecamatan untuk mengedukasi masyarakat bahwa HIV tidak menular semudah yang dipikirkan,” ungkap Hamonangan.
Ia menjelaskan HIV dapat menular melalui pertukaran berbagai cairan tubuh pengidap HIV, seperti darah, ASI, air mani, dan cairan vagina.
HIV juga dapat ditularkan selama kehamilan dan persalinan kepada anak.
“Orang tidak dapat tertular melalui kontak sehari-hari seperti berpelukan atau berjabat tangan,” tegasnya.
Sementara orang dengan HIV yang memakai ART dan memiliki viral load (VL) yang tidak terdeteksi, maka ia tidak akan menularkan HIV ke pasangan seksualnya.
Oleh karena itu, “akses dini terhadap ART dan dukungan untuk tetap menjalani pengobatan sangat penting."
Tujuannya, tambah Hamonangan "tidak hanya meningkatkan kesehatan orang dengan HIV, tetapi juga untuk mencegah penularan ke orang lain."
Selain itu, Dinkes Simalungun juga mendorong masyarakat untuk merangkul dan mendukung penderita HIV agar dapat menjalani hidup dengan nyaman dan mendapatkan pengobatan yang layak.
Baginya, tantangan utama dalam mengendalikan penyebaran HIV/AIDS di Simalungun adalah stigma dan diskriminasi dari masyarakat.
"Kami masih menghadapi tantangan besar berupa stigma dari masyarakat. Edukasi terus kami lakukan untuk mengubah persepsi yang salah mengenai HIV/AIDS," tegasnya.
Dukungan pemerintah melalui regulasi yang jelas dan sumber daya yang memadai juga sangat penting untuk mengakomodasi upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.
“Masih dalam proses pembentukan SK-nya, kemungkinan nanti di akhir Juni ketika SK sudah terbit, kita akan sigap melakukan 5x sosialisasi di level kabupaten,” ungkapnya.
Dinkes juga mengimbau masyarakat untuk mendukung anggota keluarga yang menderita HIV/AIDS dan memastikan mereka mendapatkan pengobatan yang layak.
“Stigma dan diskriminasi harus dihapuskan dan pengetahuan tentang penularan HIV perlu ditingkatkan untuk mencegah penyebaran lebih lanjut,” tegasnya.
Dengan langkah-langkah konstruktif dan kolaboratif, Dinkes terus berupaya untuk mengendalikan penyebaran HIV/AIDS dan memberikan dukungan yang diperlukan bagi mereka yang terdampak.
"Jika ada anggota keluarga yang menderita HIV, mari kita rangkul agar bisa hidup nyaman dan mendapatkan pengobatan yang layak. Jangan jauhi orangnya, jauhi penyakitnya," tutupnya.
Editor: Defri Ngo