PARBOABOA, Jakarta – Ribut-ribut masalah perundungan dan pelecehan di lingkukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pusat kini memasuki babak baru dimana pihak-pihka tekait akan segera merespon kasus tersebut.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dikabarkan akan segera memanggil pihak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat.
Hal itu diputuskan menyusul barang bukti yang diterima Komnas HAM dari kuasa hukum terduga korban pelecehan seksual di KPI berinisial MS. MS melaporkan tindak perungdungan dan dugaan pelecehan yang dialaminya yang dilakukan oleh petinggi di kantor yang tugasnya menyeleksi tayangan sebelum masuk ke televisi itu.
"Komnas HAM beromitmen akan bekerja secepatnya, kami akan meminta keterangan kepada pihak KPI dan juga kepolisian, dalam waktu yang secepatnya," kata Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara kepada wartawan, Selasa (7/9/2021).
Beka juga menyatakan, surat yang akan dilayangkan ke KPI dan kepolisian sudah mencapai tahap finalisasi. Ia menyebut surat itu akan dikirim paling lama besok (hari ini) pagi, Rabu (8/9).
Sebelumnya, MS melalui kuasa hukumnya, Rony Hutahean mengajukan laporan dan juga barang bukti terkait keterangan kondisi terkini kliennya MS. Dia menyambangi kantor Komnas HAM pada Selasa 07/08/2021.
Dengan memberikan barang bukti tersebut, Rony Hutahean menjawab tudingan pengacara terduga pelaku, yang menyebut kliennya tidak memiliki alat bukti atas peristiwa yang dialami MS.
"Yang pasti kami punya alat bukti, jadi silahkan saja dia berasumsi seperti itu, tapi keyakinan kami bahwa kasus ini akan segera diproses secara hukum," tegasnya.
Diketahui, sampai saat ini kondisi MS belum bisa memungkinkan untuk mendatangi langsung ke Komnas HAM, disebabkan masih terguncang dan trauma.
Rony menyebut MS mengalami post traumatic stress disorder (PTSD) atau gangguan mental yang akibat mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan.
Sementara itu, pihak terduga pelaku lewat kuasa hukumnya menyatakan berencana akan melaporkan balik MS dan juga Komnas HAM, ke Kepolisian, karena dituding telah menyebabkan pelaku menjadi sasaran perundungan online atau 'cyber bully'.
Editor: -