PARBOABOA, Jakarta – Hasil hitung cepat Pilkada 2024 menampilkan dinamika baru dalam lanskap politik Indonesia.
Perlawanan rakyat yang kritis dan sikap oposisi terhadap dominasi elite politik menunjukkan tren peningkatan.
Fenomena ini menjadi pembelajaran penting bagi masyarakat sipil sekaligus peringatan bagi elite politik untuk lebih memperhatikan aspirasi rakyat.
Hasil tersebut juga menjadi modal politik strategis bagi kelompok oposisi untuk mengawal kebijakan Presiden Prabowo Subianto secara kritis.
Koordinator Gerakan Politik Salam 4 Jari, John Muhhamad, misalnya menyinggung kontestasi Pilkada Jakarta 2024 yang mencerminkan dua indikator utama dari sikap warga.
Pertama, soal partisipasi pemilih menurun. Tingkat partisipasi warga dalam Pilkada Jakarta turun drastis dibandingkan 2017.
Berdasarkan data, partisipasi pemilih tahun ini hanya mencapai 58% dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang berjumlah 8.214.007, dengan tingkat golput mencapai 42% atau setara dengan 3.449.882 orang.
Kedua, protes melalui surat suara tidak sah. Tingginya angka protest voting melalui Gerakan Coblos Semua juga mencerminkan ketidakpuasan warga. Sebanyak 412.324 suara (8,6% dari DPT) dinyatakan tidak sah akibat aksi tersebut.
John mengungkapkan bahwa penurunan partisipasi ini disebabkan oleh minimnya daya tarik pasangan calon (paslon) yang tersedia.
Rakyat kritis sejatinya sedang menyuarakan kekecewaan karena pasangan calon yang ada belum mampu memenuhi harapan mereka. Sejak awal, proses Pilkada ini sudah terindikasi sarat akal-akalan,” ujar John, Kamis (28/11/2024).
Data rekapitulasi C1 KPUD yang telah mencapai 99,78% menunjukkan partisipasi publik hanya 4.764.125 orang (58%).
Suara Gerakan Coblos Semua bahkan hampir menyamai suara paslon 02 Dharma-Kun yang hanya meraih 458.147 suara.
Jika dijumlahkan, angka golput dan Gerakan Coblos Semua mencapai 3.862.206 suara atau 50,6% dari total DPT, jauh melampaui perolehan suara paslon 03 Pram-Rano yang hanya mendapat 2.178.762 suara.
“Ini menunjukkan bahwa warga Jakarta yang rasional sudah mulai apatis terhadap paslon yang diusung elite politik,” tegas John.
Fenomena penolakan warga terhadap calon tunggal juga terlihat di dua wilayah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yakni Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka.
Di Kota Pangkalpinang, kotak kosong menang telak dengan 55,9% suara dari total 87.081 pemilih, sementara tingkat partisipasi hanya mencapai 53% dari DPT sebanyak 164.330 orang. Kemenangan kotak kosong terjadi di 70% TPS dari total 311 TPS.
Situasi serupa terjadi di Kabupaten Bangka, di mana kotak kosong meraih 56% suara.
Partisipasi pemilih bahkan lebih rendah, hanya 40% dari total DPT sebanyak 237.930 orang, dengan kotak kosong unggul hampir di semua TPS dari total 455 TPS.
John menegaskan bahwa fenomena ini merefleksikan rendahnya kepercayaan publik terhadap proses politik.
"Sikap apatis masyarakat merupakan bentuk protes atau perlawanan elektoral terhadap elite politik yang mengabaikan aspirasi mereka," pungkasnya.
Pilkada 2024 tidak hanya menjadi ajang pemilihan kepala daerah, tetapi juga ruang bagi masyarakat untuk menyuarakan kritik mereka.
Fenomena tersebut diharapkan dapat menjadi evaluasi bagi semua pihak dalam memperbaiki sistem politik di masa mendatang.