PARBOABOA, Jakarta - Perpindahan ibu kota negara Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan Timur bukan merupakan hal yang baru dalam konteks kehidupan sebuah negara.
Hingga kini, terdapat beberapa negara di dunia yang melaksanakan perpindahan ibu kota negaranya dengan berbagai alasan mulai dari faktor geopolitik, ekonomi, hingga bencana alam.
Pemindahan ibu kota merupakan sebuah keputusan besar yang tidak bisa diambil dengan mudah. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan, termasuk aspek biaya, logistik, dan dampak sosial.
Namun, bagi negara yang telah berhasil memindahkan ibu kotanya, ada sejumlah manfaat signifikan, seperti mendorong pembangunan, meningkatkan persatuan nasional, dan menciptakan identitas baru bagi negara.
Perpindahan ibu kota negara disinyalir sebagai jawaban dari setiap persoalan yang dijumpai negara, berikut menciptakan kesejahteraan bersama.
Dalam konteks global, ada setidaknya tujuh negara yang berhasil melakukan perpindahan ibu kota negara, antara lain:
1. Turkiye
Pada 1923, Turkiye, yang baru saja mendirikan republik setelah runtuhnya Kesultanan Utsmaniyah, memindahkan ibu kotanya dari Istanbul ke Ankara (1923).
Pemerintah memutuskan untuk memindahkan ibu kota dengan tujuan mengurangi dominasi pengaruh Istanbul. Ankara dipilih karena lokasinya yang lebih sentral dan strategis dari segi geopolitik.
2. Brazil
Rio de Janeiro, dengan pantai-pantainya yang ikonik, telah lama berfungsi sebagai ibu kota Brazil.
Namun, pada 1960, pemerintah Brazil memutuskan untuk memindahkan ibu kota ke Brasilia, sebuah kota yang baru didirikan di dataran tinggi pedalaman.
Perpindahan ini bertujuan untuk mendorong pembangunan di wilayah tengah-barat Brazil yang masih tertinggal dan mempersatukan kehidupan masyarakat.
3. Tanzania
Tanzania, yang sebelumnya dikenal sebagai Tanganyika, memindahkan ibu kotanya dari Dar es Salaam ke Dodoma pada 1973.
Alasan utama adalah untuk memindahkan pusat pemerintahan ke lokasi yang lebih sentral dan untuk mendorong pembangunan di wilayah tengah negara yang masih tertinggal.
Dodoma juga dinilai lebih aman dari serangan asing karena letaknya yang jauh dari pesisir pantai.
4. Nigeria
Lagos, kota terpadat di Afrika, pernah berkedudukan sebagai ibu kota Nigeria selama bertahun-tahun.
Namun, pada 1991, pemerintah Nigeria memutuskan untuk memindahkan ibu kota ke Abuja sebagai sebuah kota yang baru dibangun di pedalaman.
Perpindahan ini bertujuan untuk mengurangi kemacetan dan kepadatan penduduk di Lagos, serta untuk mempersatukan negara yang multi-etnis ini.
5. Kazakhstan
Kazakhstan juga memindahkan ibu kotanya dari Almaty ke Astana pada 1997 silam.
Langkah ini diambil karena Almaty, yang merupakan pusat perdagangan utama di Asia Tengah mengalami kepadatan penduduk.
Uniknya, pada 2019, Presiden negara Kazakhstan, Nursultan Nazabayev mengubah nama Astana menggunakan namanya sendiri.
Namun, pada 2022, Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev selaku pengganti mendukung proposal masyarakat untuk mengubah nama ibu kota kembali menjadi Astana.
6. Myanmar
Pada 2005, penguasa militer Myanmar memindahkan ibu kota dari Yangon ke sebuah lokasi di utara. Kota itu akhirnya dinamai Naypydaw.
Beberapa pihak mengaitkan pemindahan ini dengan kekhawatiran terhadap kemungkinan serangan dari wilayah laut.
Bagaimana Posisi Indonesia?
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, juga memutuskan untuk memindahkan ibu kotanya dari Jakarta ke Kalimantan Timur.
Perpindahan yang dijadwalkan mulai pada 2024 ini, bertujuan untuk mengatasi kemacetan dan kepadatan penduduk di Jakarta, serta mendorong pembangunan di wilayah timur Indonesia yang masih tertinggal.
Mengutip laman resmi DPRD Provinsi DKI Jakarta, ada setidaknya tiga alasan krusial yang melandasi perpindahan IKN.
Alasan tersebut, antara lain meliputi faktor ekologis, sosiologis, dan historis. Faktor ekologis berkaitan dengan upaya melestarikan lingkungan hidup.
Sementara aspek sosiologis berkaitan dengan kehidupan sosial-komunal masyarakat. IKN disinyalir menciptakan relasi sosial kemasyarakatan yang seimbang atau non-diskriminatif.
Terakhir, faktor historis berkaitan dengan pemaknaan terhadap nilai sejarah yang terkandung di wilayah Kalimantan Timur.
Secara terpisah, Presiden Jokowi dalam Pembukaan Muktamar ke-XVIII Pengurus Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah pada Rabu (22/02/2023) lalu menjelaskan sejumlah alasan mendasar di balik pembangunan IKN.
Jokowi menekankan bahwa IKN di Kalimantan Timur adalah langkah strategis untuk menciptakan pemerataan ekonomi dan pembangunan di seluruh Indonesia.
Menurut ayah Gibran Rakabuming Raka itu, sebagian besar kegiatan ekonomi dan populasi Indonesia kini terkonsentrasi di Pulau Jawa.
"Sebanyak 58 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) ekonomi dan 56 persen dari total penduduk Indonesia berada di Pulau Jawa. Kondisi ini menunjukkan betapa padatnya Pulau Jawa dan pentingnya pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia," ungkapnya.
Lebih lanjut, Presiden Jokowi menegaskan bahwa gagasan pemindahan ibu kota bukan ide baru.
Ia mengingatkan Presiden pertama Indonesia, Soekarno, telah mencetuskan rencana ini sejak 1960-an.
"Sejak era Bung Karno, pemindahan ibu kota sudah direncanakan, tepatnya ke Palangkaraya di Kalimantan," jelasnya.
Selain itu, Presiden menyoroti pemindahan ibu kota bukan hanya tentang memindahkan fisik bangunan pemerintahan, tetapi juga mengubah budaya kerja dan pola pikir.
"Pemindahan ini mencakup perubahan sistem dan peningkatan sumber daya manusia yang disiapkan dengan baik, sehingga IKN benar-benar menjadi sesuatu yang unik dan tidak dimiliki negara lain," tambahnya.
Presiden Jokowi optimis, proyek pembangunan IKN akan selesai dalam 15 hingga 20 tahun mendatang dan menjadikannya sebagai pusat pemerintahan yang modern.
Sementara itu, Jakarta akan terus dikembangkan menjadi pusat bisnis, pariwisata, dan ekonomi meskipun tidak lagi menjadi ibu kota negara.
Editor: Defri Ngo