Mahfud Tegaskan Ketum PSSI Bisa Dianggap Amoral Jika Tidak Mundur

Menko Polhukam dan Ketua Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan, Mahfud MD. (Foto: dok. Jpnn.Com)

PARBOABOA, Jakarta – Menko Polhukam Mahfud MD sebagai Ketua Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan mengatakan Ketua Umum (Ketum) PSSI Iwan Bule bisa dianggap amoral jika tidak segera mundur dari jabatan meski telah didesak sejumlah pihak.

"Kalau enggak mundur, enggak apa-apa, tapi secara moral bisa dianggap tidak tanggung jawab, bisa dianggap amoral.... Itu seruan moral dijawab dengan moral. Kita enggak akan intervensi, kita tahu aturan," kata Mahfud setelah menghadiri pemberian penghargaan doktor honoris causa kepada Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Unnes, Semarang, Sabtu (22/10/2022).

Mahfud mengatakan, pemerintah tidak bisa mengintervensi soal pengunduran diri, tapi bagi yang didesak mundur, itu masalah moral. Hal itu sesuai dengan poin kelima kesimpulan temuan soal Tragedi Kanjuruhan.

"Yang sering dipertanyakan, bagaimana soal mengundurkan diri, itu kan seruan moral, bukan seruan hukum. Kan itu tanggung jawab moral mereka, tidak perlu peraturan. 'Saya mundur selesai'. Kalau nggak mundur, nggak apa-apa, tapi secara moral bisa dianggap tidak tanggung jawab, bisa dianggap amoral.... Itu seruan moral dijawab dengan moral. Kita nggak akan intervensi, kita tahu aturan," tegasnya.

Diketahui, Tim Gabungan Investigasi Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan telah menerima hasil uji laboratorium gas air mata dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

"Begini, saya menerima hasil lab dari BRIN tentang kecelakaan atau Tragedi Kanjuruhan, yang diperiksa gas air matanya, selongsongnya kan bermacam-macam. Saya nggak bisa baca karena harus ahli," katanya.

Namun, TGIPF menyimpulkan bahwa korban jiwa yang berjatuhan bukan disebabkan oleh dampak kimia dari gas air mata, melainkan disebabkan oleh dampak langsung saat ditembakkannya gas air mata saat kerusuhan terjadi, hingga banyak para korban berjatuhan di tempat.

"Bukan kimianya, tapi penembakannya membuat mata perih, napas sesak, panik, berdesakan, mati. Nanti hasil tidak bicara kandungan kimia, tidak penting. Karena kematian jelas karena desak-desakan" kata dia.

Mahfud memastikan hasil uji lab BRIN terhadap gas air mata tersebut tetap diperlukan untuk bukti dalam proses pidana kasus tersebut.

"Nanti hasil lab perlu kalau perlu proses hukum pidananya. Hukum pidana sudah jalan sesuai rekomendasi TGIPF," ujarnya.

Sebagai informasi, tragedi Kanjuruhan adalah kerusuhan yang terjadi pasca laga antara Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan Malang, Sabtu (01/10/2022). Tragedi ini memakan ratusan korban dan melibatkan banyak oknum aparat sebagai tersangka.

Editor: -
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS