PARBOABOA, Jakarta - Kasus yang terjadi di lingkungan pondok pesantren kembali jadi sorotan publik.
Terbatu, Seorang pengurus Pondok Pesantren Hubbun Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam di Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, dilaporkan ke polisi atas tuduhan menikahi seorang anak di bawah umur tanpa sepengetahuan orang tuanya.
Korban merupakan seorang gadis yang masih berusia 16 tahun. Ia diduga telah terbuai oleh rayuan pengurus pondok hingga setuju untuk menikah siri.
Pertama kali kasus ini muncul di publik, saat korban bersama orangtuanya, yang didampingi oleh Lembaga Perlindungan Anak, mendatangi Polres Lumajang untuk melaporkan dugaan pernikahan paksa ini.
Laporan tersebut sebenarnya telah diajukan sejak 14 Mei 2024, namun hingga kini proses penyelidikan masih berlangsung.
Korban berinisial P mengaku dinikahi oleh pelaku berinisial ME pada 15 Agustus 2023 lalu.
Adapun pernikahan tersebut berlangsung tanpa sepengetahuan orang tua dan keluarga korban.
Lebih mengerikan lagi, setelah dinikahi siri, korban tidak tinggal bersama pelaku dan hanya dipanggil saat pelaku ingin menyalurkan hasratnya.
Pelaksana Harian Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Lumajang, Muhammad Mudhofar, mengaku masih mendalami izin pondok pesantren (ponpes) tersebut.
"Tentu kami memberikan perhatian secara khusus kasus ini. Kami minta seksi terkait untuk melakukan penggalian data mengenai kejadian yang lagi viral di pondok pesantren," paparnya pada Senin (1/7/2024).
Pihaknya bekerja sama dengan Kemenag Jawa Timur untuk mengevaluasi sistem pendidikan di ponpes.
"Kemarin kami masih menunggu datanya. Dua hal ini menjadi perhatian kami. Dan kami laporkan ke Kementerian Agama di Jawa Timur," tegasnya.
Menurutnya, petugas Kemenag telah mensosialisasikan pernikahan yang sah dimata agama dan hukum.
Penguatan tentang bagaimana menjaga perilaku santri dan pengasuh, “murid dan guru tentu sudah diatur dalam etika masing-masing lembaga formal," tambahnya.
Ia meminta pengasuh dan pengajar di pondok pesantren untuk memberikan pengawasan ekstra terhadap santri dan santriwati agar kasus serupa tidak terulang.
"Kementerian Agama hanya mencatat pernikahan yang formal, yakni tercatat di KUA untuk yang beragama Islam, atau di catatan sipil untuk yang beragama lain," jelasnya.
Banyak Ponpes yang Baik
Menanggapi kasus tersebut, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj meminta masyarakat untuk tidak beranggapan bahwa semua pondok pesantren (ponpes) di Indonesia mengajarkan hal buruk.
"Salah, jangan digeneralisir ya, pesantren semuanya begitu ya nggak, (itu) oknum," kata Said Aqil saat ditemui di Jakarta, Selasa (2/07/2024).
Ketua Umum Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) tersebut menegaskan bahwa tindakan yang demikian adalah salah, terlepas dari siapa pun yang melakukannya.
Ia menjelaskan bahwa siapapun yang berbuat demikian, “ya salah, bukan karena pesantren yang begitu, maka kita bela, bukan," tegasnya.
Said Aqil juga menekankan bahwa tidak semua ponpes di Indonesia memperlakukan santriwatinya dengan cara yang sama.
Pesantren ada yang baik, sambungnya. Ada 28.000 pesantren itu, “kalau hanya 1, 2, 3, 4, 5 pesantren yang salah ya sedikit sekali, kecil sekali," ujarnya.
Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengecam keras pengasuh pondok pesantren tersebut.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, dengan tegas mengutuk tindakan tersebut.
"Ini miris, jelasnya, di saat anak niatnya menuntut ilmu, tetapi justru mengalami kekerasan seksual.
Pihaknya pun mendorong pihak kepolisian untuk mengungkap kasus perkawinan anak ini.
Ia berharap polisi dapat mengungkap motifnya perbuatan yang tidak terpuji tersebut.
Diketahui, Polres Lumajang saat ini telah menetapkan pengasuh ponpes berinisial ME tersebut sebagai tersangka.
Walaupun demikian, tersangka ME tidak ditahan.
Bahkan, dalam panggilan pertamanya, tersangka ME tidak hadir dalam pemeriksaan yang telah dijadwalkan oleh kepolisian.
Kasatreskrim Polres Lumajang, AKP Achmad Rochim, menyatakan bahwa polisi belum mengetahui keberadaan Erik.
"Sudah kami tetapkan sebagai tersangka. Kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan, yang berarti sudah ada upaya paksa dari kami untuk memproses hukum tersangka," jelasnya pada Minggu (30/6/2024).
Penyidik masih mendalami kasus ini dengan memeriksa sejumlah saksi, termasuk dari Kemenag Lumajang.
Editor: Norben Syukur