PARBOABOA, Jakarta - Ganjar Pranowo begitu optimis bakal mengirim para koruptor ke Nusakambangan jika terpilih sebagai presiden.
Capres nomor urut tiga itu berdalih, upaya pemberantasan korupsi sebagai salah satu persoalan krusial bangsa, perlu dilakukan dengan cara-cara luar bisa.
Bagi Ganjar, penegakkan hukum terhadap koruptor menjadi efek jera untuk meminimalisir potensi korupsi yang dilakukan pejabat negara.
“Untuk pejabat yang korupsi, bawa ke Nusakambangan agar bisa efek jera, bahwa ini tidak main-main,” kata Ganjar dalam ajang debat perdana capres yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Selasa (12/12/2023) malam.
Mantan Gubernur Jawa Tengah itu bahkan berjanji untuk memiskinan koruptor jika sukses merebut kursi RI 1 di Pilpres 2024 mendatang.
Lucius Karus, pengamat politik dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), justru menganggap langkah tersebut tidak efektif.
Lucius belum menemukan efek signifikan, bahwa semakin banyak koruptor yang dijebloskan ke Nusakambangan, bisa meredam prilaku korupsi di Indonesia.
“Padahal selama ini sudah banyak koruptor yang di Nusakambangan kan, tetapi tetap saja korupsi beranak pinak,” ungkapnya kepada PARBOABOA, Rabu (13/12/2023).
Di sisi lain, masih banyak koruptor yang menikmati gaya hidup mewah di balik jeruji Nusakambangan. Apalagi dengan durasi hukuman yang singkat.
“Ya jelas ngga efektif lah ancam koruptor dibuang ke Nusakambangan. Kalau durasi hukumannya cuma 2 sampai 5 tahun kayaknya ngga menakutkan banget sih. Apalagi kalau masih bisa dikunjungi keluarga, masih bisa bergaya hidup mewah di penjara,” imbuhnya.
Lucius menilai, langkah efektif untuk meminimalisir kasus korupsi dan membuat jera koruptor adalah dengan menyediakan UU Perampasan Aset.
"Koruptor harus dimiskinkan. Itu jangan hanya sekedar jargon saja. Buktikan partai-partai pendukung mau membahas RUU Perampasan Aset itu di parlemen,” kata Lucius.
Dosen Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira (UNWIRA), Peter Tan, juga menyoroti soal ini.
Menurut Peter, argumen efek jera bukan termasuk argumen yang baik dalam upaya pemberantasan korupsi.
Sebagai sebuah persoalan yang kompleks, kata Peter, perlu sejumlah perspektif untuk memahami korupsi.
Kalau memahami korupsi sebagai pendekatan legal, maka penataan hukum memang jadi prioritas.
"Hukum harus ditegakkan dan dijalankan secara bersih. Maka sanksi bagi para koruptor juga harus tegas," jelas Peter kepada PARBOBOA, Rabu (13/12/2023).
Bagi Peter, dua model hukuman yang disebutkan Ganjar dalam debat capres, tidak otomatis membuat masyarakat jera.
"Belum tentu. Bahkan hukuman mati sekalipun atas koruptor tidak menjamin korupsi lenyap dr negeri ini," tegas Peter.
Menjebloskan pelaku koruptor ke Nusakambangan mungkin saja dilakukan sebagai prosedur legal yang membawa manfaat jangka pendek.
Tetapi jika itu dilakukan untuk efek jera, kata Peter, hal tersebut tidak menjamin korupsi berhenti.
"Ganjar hanya menyebut satu cara. Namun untuk mengurangi korupsi, efek jera tidak cukup. Berbagai pendekatan harus dilakukan," kata Peter.
Peter menjelaskan, tindakan korupsi selain persoalan hukum, juga merupakan persoalan moral. Pendekatan etika harus mengimbangi pendekatan legal.
"Ini memang butuh proses dan pendidikan jangka panjang. Tetapi bukan tidak mungkin," kata dia.
Menurutnya, perlu pelibatan semua pihak dengan memperkuat aspek pendidikan.
"Misalnya, pendidikan di sekolah harus bebas dari benih-benih korupsi agar generasi masa depan yang dihasilkan adalah generasi yang jujur," kata Peter.
Selain itu, pendekatan kultural atau nilai-nilai budaya yang anti-korupsi perlu ditonjolkan dalam pendidikan.
"Anak-anak harus dididik untuk tahu merasa bersalah, bukan rasa takut. Mahasiswa di perguruan tinggi juga sama, harus bebas dari perilaku-perilaku yang tidak fair seperti plagiarisme, dll," katanya.
Tak hanya itu, partai-partai politik juga, kata dia, harus mendidik para kader, "pastikan meritokrasi di partai berjalan, bukan main asal lompat atau karena ada orang dalam."
Tak Mudah Diimplementasikan
Janji Ganjar menjebloskan koruptor ke Nusakambangan memang terkesan bagus. Tapi bagi pengamat politik, Ujang Komarudin, hal ini tak mudah untuk diimplementasikan.
“Ya bagus-bagus aja ide itu, tapi pada kenyataan biasanya berkata lain, biasanya berbeda. Itu bagus saja, tapi implementasinya yang agak sulit," kata Ujang kepada PARBOBOA, Rabu (13/12/2023).
Ujang menilai, upaya pemberantasan korupsi di Indonesia bukanlah perkara muda. Apalagi jika bersentuhan dengan kepentingan politik.
"Apakah ini akan efektif, ya tergantung. Janjinya ok, tapi implementasinya belum tentu bisa dilaksanakan," kata Ujang.
Kendati demikian, Ujang tak mempersoalkan jika Ganjar punya komitmen memberantas korupsi. Hal ini nantinya akan diuji ketika Ganjar terpilih sebagai Presiden.
"Itu hak Ganjar, kita uji apakah bisa nanti," ungkap dosen Universitas Al-Azhar itu.
Pengamat Hukum, Edi Hardum, membaca adanya kerisauan Ganjar terhadap persoalan korupsi di Indonesia yang melibatkan banyak pejabat negara.
Karena itu, kata dia, janji Ganjar menjebloskan para koruptor ke Nusakambangan tidak terlepas dari sederet persoalan tersebut.
"Oleh karena itu saya mendukung pernyataan Pak Ganjar agar koruptor itu dipenjarakan di Nusakambangan," ungkap Edi kepada PARBOBOA, Rabu (13/12/2023).
Meskipun belum tentu mampu mengurai persoalan korupsi di Indonesia, menjebloskan koruptor ke Nusakambangan, kata Edi, setidaknya bisa menjadi efek jera.
Eddy menyebut, Nusakambangan menjadi tempat yang tepat bagi para koruptor. Di sana pergerakan mereka bisa dibatasi. Akses keluar masuk pun tak sebebas di penjara lainnya.
“Paling tidak, ada efek jera. Ada rasa puas dan adil agar koruptor tidak bisa bebas keluar masuk penjara dan benar-benar ditahan," katanya.
Di sisi lain, para napi yang dijebloskan ke Nusakambangan adalah mereka yang terlibat kejahatan dan kasus-kasus besar dengan hukuman yang berat.
Karena itu, kata Edi, koruptor sebagai pelaku kejahatan luar biasa, juga harus dikirim ke Nusakambangan.
"Saya pikir koruptor ini karena dia melakukan tindak pidana ekstra ordinary crime, tindak pidana yang luar biasa, koruptor itu harus ditahan khusus di LP Nusakambangan," tegas Edi.
Eddy juga menilai langkah perampasan asset perlu dilakukan, agar para koruptor tidak bisa melakukan suap ke sipir penjaga lapas.
“Dengan dia disita itu, dia akan tidak bisa membayar oknum sipir itu,” ujarnya.
Editor: Atikah Nurul Ummah