PARBOABOA - Ijtihad adalah upaya pemikiran dan penafsiran hukum Islam oleh seorang mujtahid (ahli hukum Islam).
Dalam dunia yang terus berkembang dan kompleks, ijtihad menjadi semakin relevan untuk menghadapi seluruh tantangan yang dihadapi oleh umat muslim di seluruh dunia.
Sejarah panjang Islam menuliskan bahwa, ijtihad menjadi alat penting dalam mencapai pemahaman yang lebih mendalam tentang ajaran agama.
Konsep ini melibatkan upaya sungguh-sungguh individu untuk memperoleh pengetahuan agama yang lebih kaya dan untuk menerapkannya secara kreatif dalam situasi-situasi yang berbeda.
Dalam ijtihad, seorang mujtahid akan merujuk pada sumber hukum Islam seperti Al-Qur'an, Hadis, ijma' (kesepakatan ulama), dan qiyas (analogi penalaran).
Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda tentang pentingnya memahami konsep ijtihad:
Ø¥Ùذَا ØÙŽÙƒÙŽÙ…ÙŽ الْØَاكÙÙ…Ù Ùَاجْتَهَدَ Ø«ÙÙ…ÙŽÙ‘ أَصَابَ Ùَلَه٠أَجْرَانÙØŒ ÙˆÙŽØ¥Ùذَا ØÙŽÙƒÙŽÙ…ÙŽ Ùَاجْتَهَدَ Ø«ÙÙ…ÙŽÙ‘ أَخْطَأَ Ùَلَه٠أَجْرٌ
Artinya: "Jika seorang hakim memutuskan perkara, lalu dia berijtihad kemudian benar, maka baginya dua pahala, dan jika seorang hakim memutuskan perkara, lalu dia berijtihad kemudian salah, maka baginya satu pahala," (HR.Muslim).
Mengapa ijtihad penting? Untuk memahami secara mendalam, di bawah ini Parboaboa akan memberikan informasinya secara lengkap, yang telah dirangkum dari berbagai sumber.
Apa itu Ijtihad?
Pengertian ijtihad menurut bahasa adalah bersungguh-sungguh dalam menggunakan tenaga baik fisik maupun ikiran. Konsep ini biasa dipakai pada perkara yang mengandung kesulitan. Jika menyangkut hal yang ringan, maka tidak dikatakan berijtihad.
Mengutip buku Pengantar Ilmu Ushul Fiqh susunan Muchtim Humaidi, Abdul Karim Zaidan mengemukakan bahwa secara bahasa, ijtihad adalah mengerahkan dan mencurahkan kemampuan pada suatu pekerjaan.
Ijtihad digunakan untuk mengungkapkan pengerahan kemampuan dalam mewujudkan sesuatu kesulitan atau beban yang dituju.
Abdul Karim Zaidan juga menuturkan bahwa pengertian ijtihad menurut istilah adalah mujtahid (orang yang berijtihad) yang mencurahkan segala keterampilannya untuk menggali hukum-hukum syariat dengan jalan istinbath.
Sedangkan menurut Imam al-Ghazali, ijtihad adalah kesungguhan usaha seorang mujtahid dalam rangka mengetahui hukum - hukum syariat.
Dengan kata lain, ijtihad dapat diartikan sebagai cara seorang mujtahid dalam menggali hukum syariat denagn metode tertentu.
Tujuan ijtihad adalah untuk mencapai keputusan hukum yang adil dan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, dengan mempertimbangkan konteks sosial, budaya, dan perkembangan zaman.
Dengan adanya ijtihad, Islam menjadi agama yang uwes, dinamis, fleksibel sesuai dengan dinamika zaman.
Fungsi Ijtihad
Melansir buku Fikih Kontemporer karya Gibtiah, fungsi ijtihad adalah sebagai berikut:
1. Al-Ruju atau al-I'adah (kembali) adalah mengembalikan ajaran Islam kepada sumber pokoknya (Al-Quran dan hadits) dari segala penjelasan yang memungkinkan kurang relevan.
2. Al-Ihya (kehidupan), yaitu menghidupkan kembali bagian-bagian dari nilai dan semangat ajaran Islam agar mampu menjawab dan menghadapi tantangan zaman, sehingga Islam mampu menjadi agama yang memberi petunjuk bagi uamtanya.
3. Al-Inabah (pembenahan), yakni menata kembali ajaran Islam yang telah di-ijtihad-i oleh ulama terdahulu yang memungkinkan adanya kesalahan menurut konteks zaman, keadaan, dan lokasi yang dihadapi kaum muslim.
Rukun Ijtihad
Saat hendak berijtihad, ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelumnya. Perkara-perkara ini harus terpenuhi terlebih dahulu, sebelum melakukan ijtihad.
Mengutip buku Fikih Kontemporer karya Gibtiah, ada 4 rukun ijtihad adalah sebagai berikut:
1. Al-Waqi' adalah kasus yang menimpa dan belum dijelaskan dalam nash Al-Quran dan hadits, atau persoalan yang diyakini akan terjadi nantinya.
2. Mujtahid, yakni seorang yang melakukan ijtihad dan punya kemampuan untuk berijtihad dengan syarat-syarat tertentu.
3. Mujtahid fih, yaitu hukum-hukum syariat yang bersifat amali atau taklifi.
4. Dalil syara, merupakan dasar hukum ijtihad adalah menetapkan suatu hukum bagi mujtahid.
Syarat Ijtihad
Para ulama ushul fiqih telah menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang mujtahid sebelum melakukan penafsiran hukum Islam.
Berikut ini adalah syarat-syarat ijtihad adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui Bahasa Arab
Seorang mujtahid harus mengetahui bahasa Arab yang baik. Sebab Al-Quran diturunkan dengan bahasa Arab, dan hadits juga dipaparkan dalam bahasa Arab.
Keduanya merupakan sumber hukum Islam, sehingga tidak mungkin seseorang bisa mengistinbatkan hukum Islam tanpa memahami bahasa Arab dengan baik.
2. Mempunyai Pengetahuan yang Mendalam tentang Al Quran
Mengetahui Al-Quran dengan segala ilmu yang terkait dengannya, ini juga sangat diperlukan bagi seorang mujtahid.
Sebab Al-Quran merupakan sumber utama hukum syara', sehingga mustahil bagi seseorang yang ingin menggali hukum-hukum syara' tanpa memiliki pengetahuan yang memadai tentang Al-Quran.
3.Memiliki Pengetahuan yang Memadai tentang Al Sunnah
Pengetahuan mengenai Al-Sunnah dan hal-hal yang terkait dengannya harus dimiliki oleh seorang mujtahid.
Hal ini disebabkan karena Al-Sunnah merupakan salah satu sumber utama hukum syariah selain Al-Qur'an, yang sekaligus berfungsi sebagai penjelasnya.
Pengetahuan yang terkait dengan Al-Sunnah ini memiliki peran penting, terutama dalam memahami dirayah dan riwayah, asbab al-wurud, serta al-jarh wa ta'dil.
4. Mengetahui Letak Ijma' dan Khilaf
Pengetahuan tentang hal-hal yang telah disepakati (ijma') dan hal-hal yang masih diperselisihkan (khilaf) merupakan keharusan mutlak bagi seorang mujtahid.
Tujuan dari ini adalah agar seorang mujtahid tidak mengeluarkan hukum yang bertentangan dengan ijma' ulama sebelumnya, termasuk para sahabat, thabi'in, dan generasi setelahnya.
Oleh karena itu, sebelum membahas suatu permasalahan, seorang mujtahid harus terlebih dahulu menentukan status persoalan yang akan dibahas.
5. Mengetahui Maqashid Al-Syariah
Pengetahuan mengenai maqasid al-Shariah sangat penting bagi seorang mujtahid. Hal ini dikarenakan semua keputusan hukum harus sejalan dengan tujuan syariat Islam secara keseluruhan, yang pada dasarnya adalah memberikan rahmat kepada alam semesta, terutama dalam hal kemaslahatan manusia.
6. Memiliki Pemahaman dan Penalaran yang Benar
Pemahaman dan penalaran yang tepat merupakan dasar yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid agar ijtihadnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
7. Memiliki Pengetahuan tentang Ushul Fiqih
Penguasaan yang mendalam tentang ushul fiqih merupakan tuntutan yang harus dipenuhi oleh setiap mujtahid.
Hal ini dikarenakan dalam kajian ushul fiqih, terdapat pembahasan tentang metode ijtihad yang harus dikuasai oleh siapa pun yang ingin melakukan penarikan hukum.
8. Niat dan I'tikad yang benar
Seorang mujtahid wajib memiliki niat yang ikhlas semata-mata untuk mencari ridha Allah.
Hal ini sangat penting, karena jika mujtahid memiliki niat yang tidak ikhlas, meskipun memiliki kecerdasan yang tinggi, kemungkinan besar pikirannya akan terpengaruh dan berakibat pada kesalahan dalam hasil ijtihadnya.
Macam-Macam Ijtihad
Dikutip dalam buku Ushul Fiqh Kontemporer: Koridor dalam Memahami Konstruksi Hukum Islam susunan Aldi Candra, dkk. Jika ditinjau dari segi dalinya, jenis ijtihad adalah sebagai berikut:
1. Ijtihad Bayani
Ijtihad yang berusaha untuk menemukan hukum yang ada dalam nash atau Al-Quran dan hadits. Pada jenis ini, ijtihad dilakukan ketika ditemukan adanya arti tersirat yang memiliki perbedaan dengan nash.
2. Ijtihad Qiyasi
Ijitihad ini memiliki tujuan untuk menggali serta menetapkan hukum ketika ada kejadian yang ketentuannya tidak terdapat dalam dalil nash atau ijma. Ijtihad tersebut dilakukan dengan melihat terlebih dahulu peristiwa serupa yang dalilnya sudah ada dalam nash.
3. Ijtihad Istilahi
Ijtihad istilahi bertujuan untuk menggali, merumuskan, serta menemukan hukum yang dalilnya tidak ada dalam nash. Tidak seperti qiyas, ijtihad iistilahi menjadi pegangan untuk jiwa hukum syara'yang berperan dalam mencapai kemaslahatan umat.
Metode Ijtihad
Ulama Khushari al-Sayyid menyebutkan beberapa metode yang dapat digunakan oleh para mujtahid, antara lain qiyas, istihsan, istishab, istislah, sadd al-dhariah, dan uruf.
Abdul Wahhab Khallaf juga menyampaikan sejumlah metode ijtihad yang dapat digunakan oleh mujtahid, seperti qiyas, istihsan, istislah, bara'ah al-ashliyyah, dan uruf.
Yang umum digunakan, metode ijtihad adalah sebagai berikut:
1. Ijtihad dengan Qiyas
Metode ini melibatkan analogi atau perbandingan antara situasi atau masalah yang ada dengan situasi yang telah diatur hukumnya dalam Al-Qur'an atau hadis.
Para cendekiawan agama mencari prinsip-prinsip umum dalam hukum Islam dan menerapkannya pada masalah yang belum diatur secara eksplisit dalam teks-teks suci.
2. Ijtihad dengan Istihsan
Metode ini melibatkan penggunaan kebijaksanaan atau pertimbangan moral untuk merumuskan hukum agama.
Para cendekiawan agama mempertimbangkan nilai-nilai etika dan tujuan akhir hukum Islam untuk mengambil keputusan yang adil dan bermanfaat dalam situasi-situasi yang tidak diatur secara spesifik dalam sumber-sumber agama.
Metode ini memperhitungkan kepentingan umum dan konteks sosial dalam menyusun hukum baru.
3. Ijtihad dengan Maslahah Mursalah
Metode ini melibatkan pertimbangan terhadap kepentingan umum dan kesejahteraan masyarakat.
Para cendekiawan agama menggunakan akal sehat dan pengetahuan kontemporer untuk mengidentifikasi kebaikan dan manfaat sosial dalam merumuskan hukum agama.
4. Ijtihad dengan Ijma' (Konsensus)
Metode ini melibatkan mencapai kesepakatan atau konsensus di antara para cendekiawan agama mengenai suatu masalah atau hukum agama.
Ijma' dibangun berdasarkan penelitian dan diskusi intensif antara para ahli hukum agama yang berusaha mencapai kesepahaman mengenai suatu isu yang kompleks.
5. Ijtihad dengan Urf (Kebiasaan atau Adat)
Metode ini melibatkan mempertimbangkan praktik-praktik atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat Muslim.
Urf digunakan sebagai sumber yang diakui dalam memahami dan merumuskan hukum agama dalam konteks sosial dan budaya tertentu.
Hukum Ijtihad
Dalam Jurnal berjudul Ijtihad: Teori dan Penerapannya oleh Ahmad Badi', di antaranya:
1. Fardu ain, yaitu melakukan ijtihad untuk kasus dirinya sendiri dan ia harus mengamalkan hasil ijtihadnya sendiri.
2. Fardu ain, yaitu menjawab permasalahan yang belum ada hukumnya. Apabila tidak dijawab dikhawatirkan akan terjadi kesalahan dalam melaksanakan hukum tersebut, dan habis waktunya dalam mengetahui kejadian tersebut.
3.Fardu kifayah, yaitu permasalahan yang diajukan kepadanya tidak dikhawatirkan akan habis waktunya, atau ada lagi mujtahid yang lain yang telah memenuhi syarat.
4. Dihukumi sunnah, jika berijtihad terhadap permasalahan yang baru, baik ditanya ataupun tidak.
5. Hukumnya haram terhadap ijtihad yang telah ditetapkan secara qat'i karena bertentangan dengan syara'.
10 Contoh Ijtihad
Contoh ijtihad adalah ketika seorang mujtahid menghadapi situasi baru atau permasalahan yang belum memiliki penjelasan langsung dalam sumber-sumber hukum Islam, seperti Al-Qur'an dan Hadis.
Dalam hal ini, mujtahid akan menggunakan pengetahuan, pemahaman, dan metode ijtihad untuk mencari solusi hukum yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Misalnya, dalam konteks perkembangan teknologi dan kehidupan modern, seorang mujtahid dapat menggunakan ijtihad untuk menentukan hukum terkait dengan masalah baru tersebut.
Selain itu, contoh ijtihad adalah ketika menentukan 1 Ramadhan dan 1 Syawal. Para ulama berkumpul dan berdiskusi untuk menentukan dan menetapkan 1 Ramadhan dan 1 Syawal berdasarkan hukum Islam.
Ijtihad juga dapat digunakan dalam menghadapi masalah yang belum jelas hukumnya, agar hukum tersebut dapat disesuaikan dengan keadaan, waktu, serta perkembangan zaman.
Selain itu, ijtihad dapat digunakan untuk menentukan dan menetapkan fatwa atas segala masalah yang tidak berhubungan dengan halal dan haram.
Adapun 10 contoh ijtihad dalam Islam sebagai berikut:
- Ijtihad tentang pernikahan anak
- Ijtihad tentang riba (bunga)
- Ijtihad tentang hak perempuan
- Ijtihad tentang teknologi medis
- Ijtihad tentang lingkungan
- Ijtihad tentang hak asasi manusia
- Ijtihad tentang demokrasi
- Ijtihad tentang bioetika
- Ijtihad tentang ekonomi Islam
- Ijtihad tentang pluralisme agama
FAQ – Pertanyaan Tentang Ijtihad
1. Apa yang dimaksud dengan ijtihad?
Ijtihad adalah sebuah konsep dalam Islam yang merujuk pada upaya sungguh-sungguh individu dalam memahami dan menafsirkan hukum agama (syariah) dengan menggunakan penalaran, pemikiran kritis, dan metode rasional. Secara harfiah, ijtihad berasal dari akar kata Arab "jahada", yang berarti "berusaha" atau "berjuang".
2. Apa saja contoh hasil ijtihad?
Contoh hasil dari ijtihad adalah menentukan jatuhnya 1 Ramadhan dan 1 Syawal, di mana dalam hal ini, para ulama akan diskusi tentang hal tersebut.
3. Apa hukum ijtihad dalam Islam?
Dalam Islam, ijtihad memiliki kedudukan hukum yang diakui sebagai salah satu metode dalam menafsirkan dan memahami hukum agama.
Meskipun ijtihad bukanlah kewajiban bagi setiap individu Muslim, tetapi bagi mereka yang memiliki pengetahuan dan kualifikasi yang memadai, ijtihad dianggap sebagai sebuah kewajiban intelektual.