IDI: Bahaya Judi Online Serupa dengan Penyakit Menular

Ilustrasi Papan Judi Online (Foto: Dok.Unair)

PARBOABOA, Jakarta - Judi online bisa berdampak pada kondisi kesehatan mental pemain dan mempengaruhi banyak aspek lain dalam kehidupan sosial.

Bahaya kecanduan judi online ini bahkan disamakan dampaknya dengan kecanduan narkotika.

Para pemain terus-menerus menginginkan putaran kartu atau mendeposit uang di rekening hingga habis tak tersisa.

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Mohammad Adib Khumaidi, menyebut bahwa ujung dari judi online adalah stres dan depresi.

Dalam webinar bertajuk "Masalah Adiksi Perilaku Judi Online" pada Jumat (26/07/2024), Adib menegaskan, kesehatan mental yang terganggu akibat judi ini menyebabkan stres, depresi, kecemasan, dan gangguan sejenis lainnya.

Judi online kata dia, membawa dampak ke hampir seluruh aspek kehidupan pemain, termasuk perilaku sosial dan ekonomi keluarga.

Dia menegaskan, dampak judi online ini sering kali semakin parah jika pemain mengalami kekalahan dan seluruh tabungan mereka habis terkuras.

Menurut Adib, judi online ini bisa dikatakan sebagai penyakit menular.

Bahkan situasi sekarang, “bisa dikategorikan sebagai pandemi judi online," ucap Adib.

Adib juga menila, bahaya judi online ini sudah bisa dikategorikan sebagai bahaya laten. Hal ini karena judi online tengah marak terjadi di banyak negara termasuk Indonesia.

Kondisi ini diperparah dengan hadirnya banyak teknologi dan pintu akses yang terbuka lebar di media sosial.

Dari data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terungkap hampir 200 ribu anak di Indonesia bahkan ikut bermain judi online.

Sebanyak 197.054 anak berusia 11-19 tahun telah terpapar judi online, dengan total deposit mencapai Rp 293,4 miliar.

Sementara itu, spesialis jiwa konsultan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Kristiana Siste Kurniasanti, mengatakan, keinginan memperoleh uang dan kesenangan secara instan mendorong orang mengakses layanan pinjaman online dan judi online.

Pinjaman online dan judi online jelasnya, sama-sama diyakini bisa mendatangkan uang dan kesenangan secara segera.

Ia menjelaskan bahwa faktor dasarnya adalah kebutuhan secara instan.

"Mereka ingin mendapatkan uang segera dan mendapatkan kesenangan secara segera," kata dosen Program Studi Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dalam webinar yang sama.

Selain itu, Siste menjelaskan bahwa kecanduan terjadi karena interaksi kompleks yang melibatkan faktor perilaku, genetik, dan sirkuit otak.

Otak bagian depan yang belum matang membuat remaja dan dewasa muda berisiko tinggi melakukan perilaku impulsif yang dapat menyebabkan kecanduan.

Ia menjelaskan, ketika emosi seseorang pemain labil tapi otak bagian depan belum matang maka terjadi perilaku-perilaku impulsif yang digunakan untuk memperbaiki emosinya, salah satunya judi online.

Siste menilai, kecanduan judi online merupakan masalah kesehatan jiwa serius yang membutuhkan dukungan tenaga profesional untuk penanganannya.

"Ini bukan masalah kecil," tegasnya.

Ragam Terapi untuk Pecandu

Siste menyatakan,  orang yang kecanduan judi online dapat diberikan penanganan awal secara komprehensif untuk mencegah kekambuhan.

Penanganan ini termasuk mencari tahu indikasi kecanduan dari faktor kebohongan dan bertaruh, di mana pelaku judi online rela bertaruh melebihi kemampuannya.

Selain itu, edukasi kepada keluarga dan masyarakat juga diperlukan, diikuti dengan melakukan diagnosis dan terapi.

Siste melanjutkan bahwa langkah terakhir adalah terapi pencegahan kekambuhan (relapse prevention therapy), yaitu terapi untuk mencegah kekambuhan.

Menurut dia, hal  ini penting karena adiksi merupakan penyakit kronis yang sifatnya mudah kambuh, sehingga terapi pencegahan kekambuhan sangat penting.

"Apalagi untuk judi online, aksesnya sangat mudah,” ujarnya.

Penanganan lainnya adalah untuk memperbaiki komorbiditas dan efek samping akibat kecanduan judi online.

Misalnya, jika ada gejala fisik, ide mengakhiri hidup, gangguan depresi, serta untuk memperbaiki fungsi sosial, fisik, dan mental, serta meningkatkan kualitas hidup, termasuk gaya hidup sehat dan kualitas tidur yang baik.

Ia menambahkan bahwa selain psikoterapi, terapi obat juga dapat diberikan karena banyak bagian otak yang mengalami kerusakan, sehingga perilaku impulsif sangat tinggi.

Menurutnya, obat ini untuk mengurangi impuls tersebut sehingga psikoterapi dapat diberikan dengan lebih baik. Ada juga terapi terbaru, yaitu stimulasi otak.

Kerja sama semua pihak

Deteksi dini juga diperlukan untuk mengidentifikasi orang yang kecanduan judi, sehingga terapi bisa diberikan lebih cepat untuk mencegah kerusakan otak yang lebih parah.

Menurut Siste, secara epidemiologi dunia, sekitar 1,4 persen orang dewasa mengalami masalah judi yang berpotensi menjadi gangguan judi.

Di Indonesia, pada usia yang sama, tercatat 2 persen orang mengalami kecanduan judi.

Remaja juga menjadi kelompok yang rentan terhadap kecanduan judi, dengan angka prevalensi antara 0,2 hingga 12,3 persen di seluruh dunia.

Orang yang sudah mengalami masalah kecanduan judi tidak bisa lagi bertanggung jawab atas apa yang dipertaruhkan dalam permainan judi online.

“Karena mereka sudah memiliki faktor risiko tinggi untuk kecanduan judi, sebaiknya mereka absen atau sama sekali tidak berjudi,” jelas Siste.

Karena itu, Siste menekankan, pemberantasan judi online memerlukan kerja sama semua pihak, baik pemerintah untuk menindak situs judi online, maupun tenaga kesehatan untuk memberikan edukasi pencegahan.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS