Membongkar Tabir Dugaan Pelanggaran HAM di Balik Sirkus OCI

Membongkar Tabir Dugaan Pelanggaran HAM di Balik Sirkus OCI
Pertunjukan Acrobatic di Taman Safari Bogor. (Foto: Instagram/@ths_hartanto)

PARBOABOA, Jakarta - Selasa (15/4/2025), delapan orang perwakilan mantan pekerja sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) menyampaikan curahan hati mereka kepada Wakil Menteri HAM, Mugiyanto.

Mayoritas dari mereka adalah perempuan paruh baya, dan pertemuan itu berubah menjadi momen penuh emosi saat mereka menceritakan kisah kelam tentang dugaan eksploitasi, kekerasan, dan pelanggaran HAM yang mereka alami sejak tahun 1970-an.

Para korban mengaku menjadi korban eksploitasi anak yang dilakukan oleh pemilik OCI dan Taman Safari Indonesia (TSI).

Kesaksian memilukan datang dari Butet, salah satu mantan pemain sirkus, yang mengaku kerap mengalami kekerasan, bahkan sempat dijejali kotoran gajah oleh pelatihnya.

Ida Yani, eks pemain lainnya, mengungkap bahwa dirinya jatuh dari ketinggian 15 meter saat atraksi dan menderita patah tulang belakang hingga lumpuh.

Kisah lebih mengiris hati datang dari Fifi yang baru mengetahui Butet adalah ibu kandungnya. Ia dibesarkan dan dipekerjakan sejak kecil oleh pihak OCI, dan mengaku pernah disetrum di tubuh dan bagian sensitifnya saat bekerja.

Semua kisah ini menjadi bukti betapa kekejaman itu menyatu dalam pertunjukan yang dulu tampak gemerlap.

Muhammad Sholeh, kuasa hukum para mantan pemain OCI, menegaskan perlunya pembentukan tim pencari fakta untuk mengungkap kasus ini.

Ia menyebut bahwa meski Komnas HAM sudah melakukan pemantauan pada 1997, banyak korban tidak pernah dimintai keterangan secara menyeluruh.

Beberapa bahkan tidak tahu asal-usul mereka. Sholeh menekankan belum pernah ada kompensasi kepada korban, padahal kondisi mereka kini sangat memprihatinkan.

Ia juga menyayangkan sikap TSI yang dinilai menutup mata atas laporan pelanggaran HAM tersebut.

Wamen HAM Mugiyanto menanggapi laporan ini dengan serius. Ia menyatakan bahwa pihaknya akan segera memanggil OCI dan TSI guna mencegah agar praktik serupa tidak terulang.

Menurutnya, langkah cepat perlu dilakukan agar perlindungan terhadap hak asasi manusia benar-benar terasa nyata bagi semua warga negara.

Tak Mau Dikaitkan

Tanggapan berbeda datang dari pihak Taman Safari Indonesia. Dalam konferensi pers Kamis (17/4/2025), Corporate Secretary TSI, Barata Mardikoesno, menolak segala tuduhan yang mengaitkan TSI dengan OCI.

Ia menegaskan bahwa TSI adalah lembaga konservasi satwa dan tidak pernah berkolaborasi dengan sirkus OCI, apalagi mempekerjakan pemain mereka. Menurutnya, kegiatan keduanya berbeda total.

Barata juga mengungkap bahwa pihaknya sempat menerima dua kali somasi dari kuasa hukum eks pemain OCI pada 2024. Somasi tersebut menuntut ganti rugi sebesar Rp3,1 miliar.

Namun, TSI menolak tuntutan itu dengan alasan tidak memiliki hubungan hukum dengan OCI.

Mereka berdalih pada asas hukum lex specialis derogat legi generali yang terdapat dalam KUHP.

Barata menegaskan bahwa TSI akan tetap berpegang pada prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan hukum yang berlaku.

Negara Hadir

Merespons laporan Eks Pemain Sirkus OCI Taman Safari ini, Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, mendorong agar peristiwa ini mendapatkan perhatian luas dari publik. Ia menilai, publikasi yang masif penting demi terwujudnya beberapa hal krusial.

Pertama, memberikan keyakinan kepada keluarga para terduga korban bahwa negara hadir dan bertanggung jawab dalam menjamin keadilan. Dukungan moral dan kepastian hukum menjadi penegas bahwa negara tidak tinggal diam.

Kedua, menjadikan kasus ini sebagai sorotan utama dalam upaya pencarian keadilan. Dengan perhatian publik, proses hukum diharapkan berjalan transparan dan akuntabel.

Ketiga, publikasi ini juga diharapkan mampu membuka tabir kebenaran dan mengungkap fakta-fakta penting terkait peristiwa yang terjadi. Fakta tersebut diperlukan agar tidak ada yang disembunyikan atau dimanipulasi.

Keempat, negara harus menjamin agar peristiwa serupa tidak terulang di wilayah manapun di Indonesia. 

Bahkan, negara juga berkewajiban memastikan bahwa warga negara Indonesia yang berada di luar negeri tidak mengalami nasib serupa. Untuk itu, negara harus menutup semua celah yang memungkinkan kejadian serupa terulang kembali.

Sementara Komnas HAM meminta agar penyelesaiannya dilakukan secara hukum. Hal ini disampaikan oleh Koordinator Subkomisi Penegakan HAM, Uli Parulian Sihombing, Jumat (18/4/2025).

Ia menyoroti pentingnya pengungkapan identitas dan asal-usul para mantan pemain, khususnya anak-anak, yang juga kehilangan hak atas pendidikan dan perlindungan.

Komnas HAM menegaskan bahwa metode pelatihan keras tidak boleh menjurus pada penyiksaan yang melanggar HAM.

Dukungan terhadap langkah Kementerian HAM juga datang dari Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira.

“Negara wajib hadir memberikan perlindungan HAM, namun kasus ini harus diselesaikan secara proporsional agar tidak menghambat aktivitas sosial atau bisnis yang telah berlangsung lama,” jelas Andreas di Jakarta, Jumat, (18/4/2025).

Andreas menegaskan pentingnya mengklarifikasi hubungan antara TSI, OCI, dan para pemain sirkus, serta mendengarkan kesaksian dari pekerja sirkus saat ini guna menciptakan penyelesaian yang adil.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS