PARBOABOA, Jakarta - Rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 menuai kritik, terutama dari kalangan generasi Z.
Mereka menilai kebijakan ini akan berdampak besar pada biaya hidup, termasuk pengeluaran untuk hiburan.
Komunitas penggemar K-Pop menjadi salah satu kelompok yang lantang menyuarakan penolakan.
Mereka khawatir kenaikan PPN akan membuat harga tiket konser semakin mahal, mengurangi kesempatan mereka menikmati hiburan favorit.
Isu ini semakin ramai diperbincangkan di media sosial, dengan banyak generasi Z menyatakan kekecewaan.
Menurut kajian Center of Economic and Law Studies (Celios), kenaikan PPN dapat menambah beban pengeluaran generasi muda hingga Rp1,75 juta per tahun.
Beban ini terutama dirasakan pada kebutuhan sekunder, seperti hiburan, langganan streaming, hingga barang konsumsi lainnya.
Banyak generasi Z mengaku terpaksa mempertimbangkan ulang kebiasaan mereka yang selama ini berkaitan dengan hiburan dan gaya hidup digital.
Kebijakan ini diperkirakan membuat generasi muda semakin sulit mengatur keuangan, dikarenakan pengeluaran untuk hiburan kemungkinan besar akan berkurang, dan potensi penurunan konsumsi pada sektor kreatif yang selama ini banyak bergantung pada daya beli generasi muda turut menjadi perhatian
Selain itu, kenaikan tarif ini juga bisa mempengaruhi pola konsumsi pada kebutuhan dasar lainnya, karena banyak yang akan memprioritaskan pengeluaran pokok dibanding hiburan.
Beban ekonomi ini tidak hanya dirasakan oleh individu, tetapi juga mempengaruhi ekosistem hiburan secara keseluruhan.
Harga tiket konser yang lebih mahal, biaya layanan streaming yang meningkat, hingga barang-barang kebutuhan gaya hidup lainnya menjadi perhatian utama.
Generasi Z, yang dikenal aktif dalam konsumsi budaya pop dan hiburan, menjadi salah satu kelompok yang paling terkena dampaknya.
Dampak ini bahkan bisa meluas ke sektor ekonomi lain yang bergantung pada daya beli konsumen muda, seperti sektor makanan cepat saji dan ritel fesyen.
Disisi lain, beberapa pengamat menilai bahwa kenaikan tarif PPN ini bisa memperberat daya beli generasi muda yang sudah menghadapi tekanan ekonomi.
Generasi milenial dan Z dianggap sebagai kelompok yang paling terpengaruh, mengingat gaya hidup mereka yang banyak berhubungan dengan konsumsi digital dan hiburan.
Penyesuaian kebijakan diharapkan dapat menjadi solusi agar beban masyarakat tidak semakin berat, karena generasi muda disebut sebagai penggerak utama ekonomi digital.
Dengan kebijakan seperti ini, potensi pertumbuhan sektor tersebut bisa terhambat. Apalagi jika daya beli mereka terus menurun akibat kebijakan fiskal yang kurang berpihak pada kelompok ini.
Ekonomi digital yang selama ini menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berisiko kehilangan momentum.
Pemerintah sendiri menyatakan bahwa kenaikan PPN ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara guna mendukung program pembangunan.
Namun, kritik muncul karena kebijakan ini dinilai tidak mempertimbangkan dampak terhadap kelompok tertentu, terutama generasi muda.
Bagi mereka, keputusan ini dirasa kurang adil, mengingat pengeluaran generasi muda sudah tertekan oleh berbagai faktor lain, seperti biaya pendidikan dan kesehatan yang semakin mahal.
Selain itu, sejumlah pihak juga mengkhawatirkan efek domino dari kenaikan PPN terhadap sektor lain, seperti industri kreatif, pariwisata, hingga e-commerce.
Sektor-sektor ini, yang banyak melibatkan generasi Z sebagai konsumen utama, dikhawatirkan mengalami penurunan performa akibat daya beli yang semakin lemah.
Industri pariwisata, misalnya, bisa kehilangan banyak pelanggan muda yang biasanya menjadi segmen pasar penting dalam perjalanan domestik maupun internasional.
Masyarakat muda adalah salah satu penyumbang terbesar bagi sektor hiburan dan ekonomi digital.
Jika beban mereka terus bertambah, maka kontribusi mereka terhadap pertumbuhan ekonomi juga berpotensi menurun.
Bahkan, sektor pendidikan informal, seperti kursus dan pelatihan yang sering menjadi pilihan generasi muda, juga dikhawatirkan terdampak karena berkurangnya alokasi anggaran dari konsumen.
Dengan berbagai pertimbangan, masyarakat berharap pemerintah dapat mencari solusi lain yang tidak memberatkan daya beli generasi muda.
Kebijakan yang lebih inklusif dinilai dapat menciptakan keseimbangan antara penerimaan negara dan kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan fiskal yang diterapkan tidak menjadi penghambat bagi pertumbuhan sektor kreatif dan digital yang selama ini menjadi andalan perekonomian modern.
Selain itu, perlunya dialog antara pemerintah dan masyarakat untuk merancang kebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan berbagai kelompok masyarakat juga menjadi harapan utama.