PARBOABOA, Jakarta - Di tengah polemik terkait pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), sebuah studi memperlihatkan masih banyaknya masyarakat yang tertarik tinggal di IKN.
Studi tersebut dilakukan oleh Rumah123 sebagai bagian dari marketplace properti. Sedangkan masyarakat yang dimaksud adalah kelompok Gen Z dengan rentang usia antara 18 hingga 34 tahun.
Head of Research di Rumah123, Marisa Jaya, menjelaskan generasi ini selalu mengikuti perkembangan pembangunan dan tertarik untuk mengetahui lebih banyak proyek-proyek di IKN.
"Minat terhadap proyek IKN merupakan faktor penting yang menarik perhatian generasi muda dalam mencari properti di kawasan tersebut," kata Marisa dalam keterangan resminya pada Jumat (19/07/2024).
Selain itu, generasi muda melihat IKN sebagai peluang investasi properti yang menjanjikan.
Dengan kemampuan finansial, mereka mampu memanfaatkan peluang investasi di kawasan yang diprediksi memiliki pertumbuhan tinggi.
"Mereka melihat IKN sebagai kawasan yang memiliki potensi peningkatan nilai properti di masa depan, terutama dengan berbagai proyek infrastruktur dan fasilitas publik yang akan dikembangkan," ungkap Marisa.
IKN juga menawarkan berbagai insentif perpajakan yang menarik bagi pengembang, investor, dan konsumen.
Beberapa insentif tersebut antara lain pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) atas pengalihan hak atas tanah bangunan, pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jasa sewa dan biaya konstruksi, serta PPnBM 0 persen bagi hunian mewah.
Dengan perkembangan infrastruktur dan fasilitas di sekitar IKN, Marisa berharap pasar properti dapat menyerap berbagai segmen kelas secara proporsional dan beragam.
Hal ini, lanjutnya, akan menciptakan peluang investasi dan meningkatkan nilai properti dalam jangka panjang.
Marisa juga berharap "proyek-proyek pengembangan yang sedang berlangsung dapat meningkatkan permintaan properti dan menciptakan pasar yang lebih dinamis serta inklusif."
Menurut data dari Rumah123, 56,9 persen pencari properti di kawasan IKN berasal dari kelompok usia 18-34 tahun yang berdomisili di Balikpapan.
Di Kutai Kartanegara, seluruh permintaan properti berada pada rentang harga antara Rp400 juta hingga Rp1 miliar.
Sementara itu, di Penajam Paser Utara, 66,7 persen pencari hunian lebih memilih rumah dengan harga dibawah Rp400 juta.
Adapun pencari properti dengan usia 35-64 tahun di Balikpapan tercatat sebanyak 42,8 persen, di Kutai Kartanegara 28,6 persen, di Penajam Paser Utara 51,5 persen, dan di Samarinda 43,6 persen.
"Dari segi harga, permintaan hunian di kawasan IKN didominasi oleh kelas menengah dan menengah-atas," jelas Marisa.
Di Balikpapan, misalnya permintaan tertinggi berada pada rentang harga Rp400 juta-Rp1 miliar sebesar 54,8 persen.
Selanjutnya, permintaan tertinggi di Samarinda berada pada rentang harga Rp1-3 miliar sebanyak 48 persen.
Ketertarikan Gen Z terhadap IKN menunjukkan bahwa kawasan ini tidak hanya menarik sebagai tempat tinggal, tetapi juga sebagai lahan investasi yang menggiurkan.
Dengan berbagai proyek pengembangan yang sedang dan akan berlangsung, masa depan properti di IKN tampaknya sangat cerah dan menjanjikan.
Beberapa Fakta Terbaru
Diberitakan sejumlah media, proses pembangunan IKN belum sampai tahap perampungan. Kantor Presiden Jokowi yang ditargetkan selesai pada Juli 2024 lalu, misalnya belum selesai dikerjakan.
Ekonom Pergerakan Kedaulatan Rakyat (PKR), Gede Sandra, mengungkapkan sikap Presiden Jokowi yang tampak tidak terburu-buru untuk pindah ke IKN bisa menjadi sinyal negatif.
"Sebagai orang Solo, Jokowi sering menggunakan bahasa simbolis. Saya merasa ada firasat proyek ini akan mangkrak," singgung Gede dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (9/7/2024).
Menurutnya, daripada membiarkan IKN terbengkalai, lebih baik proyek tersebut direvisi menjadi pembangunan istana presiden, seperti yang ada di Tampaksiring (Bali) dan Cipanas (Jawa Barat).
"Ini lebih istimewa bagi Jokowi," singgungnya.
Gede menambahkan, tantangan terbesar adalah biaya pembangunan IKN yang mencapai Rp466 triliun atau empat kali lipat luas Jakarta.
Sampai saat ini, belum ada investor global yang tertarik karena secara bisnis, IKN tidak memberikan keuntungan.
"Memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Penajam (IKN) adalah langkah yang jauh, bahkan terjauh di dunia. Jika terlalu jauh, biaya menjadi mahal dan biasanya berisiko gagal," ujar Gede.
Menurut Gede, mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pembangunan IKN sangat berat, terlebih dengan perkiraan defisit APBN 2024 yang mencapai Rp609 triliun, atau 2,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Sementara itu, pemerintahan Prabowo-Gibran mungkin akan lebih fokus pada program makan bergizi gratis yang jelas dampaknya bagi rakyat, dibandingkan IKN," tambahnya.
Gede juga menilai bahwa mencari dana pinjaman dari luar negeri atau lembaga internasional akan sulit karena kondisi keuangan negara maju dan lembaga keuangan dunia sedang 'kering'.
Ia pun menyoroti mundurnya Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), Bambang Susantono, dan wakilnya Dhony Rahajoe sebagai indikasi adanya masalah dalam proyek IKN.
"Mungkin keduanya melihat berbagai masalah dalam megaproyek Jokowi ini sehingga memutuskan untuk menarik diri," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyatakan belum meneken keputusan presiden (keppres) mengenai pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kaltim.
Jokowi menegaskan keputusan tersebut tergantung pada perkembangan situasi pembangunan IKN di lapangan.
"Kita melihat situasi di lapangan. Kita tidak ingin memaksakan sesuatu yang belum siap, semua harus berdasarkan progres lapangan," ujar Jokowi di Jakarta, Senin (08/07/2024).
Jokowi juga mengungkapkan keputusan presiden mengenai pemindahan ibu kota mungkin akan ditandatangani setelah masa jabatannya berakhir.
"Keputusan presiden bisa saja ditandatangani baik sebelum maupun setelah bulan Oktober," jelas mantan Wali Kota Solo dan Gubernur Jakarta itu.
Ia pun pasrah karena tidak bisa pindah ke IKN bulan ini buntut banyaknya infrastruktur yang belum siap, seperti air, listrik, dan lainnya.
"Kalau air, listrik, dan tempatnya sudah siap, baru kita pindah," kata Jokowi.
Editor: Defri Ngo