Geothermal Dinilai Solusi Sesat dan Sumber Petaka bagi Warga dan Lingkungan

Koalisi tolak tambang saat melakukan aksi di kementerian ESDM. (Foto: Dokumen JATAM)

PARBOABOA, Jakarta - Upaya pemerintah Indonesia yang terus menggenjot pengembangan sumber energi dari panas bumi dinilai oleh koalisi nasional tolak tambang jadi petaka bagi warga dan lingkungan. 

Berdasarkan data koalisi, Kementerian ESDM telah menghasilkan peta 356 prospek tambang panas-bumi di jalur Cincin Api Indonesia dan 64 di antaranya sedang dalam proses penambangan.

Hampir semua proyek pertambangan ini menurut mereka rentan terhadap risiko kebencanaan.

Kecacatan lain adalah pengembangan tambang panas bumi tersebut adalah tidak melibatkan warga dalam seluruh proses penyusunan kebijakannya serta secara mencolok terbukti berkali-kali telah menjadi 'ladang kematian' bagi warga setempat maupun pekerja.

Masyarakat, tegas mereka perlu mengetahui bahwa penambangan dan ekstraksi panas-bumi untuk menghasilkan daya listrik telah puluhan kali terbukti menyebabkan gempa picuan.

"Bukan pada tingkat yang bisa diabaikan bahayanya, tetapi bahkan sampai skala kegempaan di atas 3," kata Kolisi dalam keterangan tertulis kepada Parboaboa, Kamis (18/7/2024).

Di Indonesia sendiri, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) telah memperingatkan melalui laporan riset dan respons cepat atas gempa, agar otoritas kegempaan dan Kementerian ESDM menyelidiki kaitan antara kejadian-kejadian gempa di sekitar proyek tambang panas-bumi.

Namun sayangnya kata koalisi, lembaga-lembaga yang paling bertanggung-jawab tersebut tidak sekalipun menjawab, apalagi melakukan penyelidikan sungguh-sungguh tentang risiko bahaya gempa.

Mereka mengangkat beberapa fakta runyam akibat proyek geothermal di beberapa wilayah. 

Antara lain, Di Sorik Marapi, Mandailing Natal proyek geothermal PT SMGP telah mengancam sumber air, lahan persawahan dan pemukiman penduduk.

Selain itu, sejak PT SMGP beroperasi telah ada tujuh orang yang tewas dan ratusan lainnya terpapar gas beracun H2S.

Di Dieng, Wono Sobo, operasi PT GeoDipa telah menyebabkan dua orang meninggal dan puluhan lainnya keracunan gas H2S akibat kebocoran berulang.

Anehnya, terhadap sejumlah tragedi ini, sama sekali tidak ada pemeriksaan seksama dari Kementerian ESDM tentang akibat jangka panjang pada kesehatan manusia, yang berasal dari emisi gas-gas beracun, termasuk H2S pada skala rendah.

yang terjadi,tanaman seperti kakao, kemiri durian, juga hortikultura termasuk buah-buahan dan sayur-sayuran sebagai basis utama perekonomian warga, rusak daya reproduksinya.

Lalu di Di Mataloko, Flores, operasi PT PLN Geothermal memicu tenggelamnya lahan persawahan, mencemari air, munculnya penyakit kulit, dan terjadinya amblesan tanah di sekitar pemukiman penduduk.

Resistensi warga direspons dengan intimidasi

Koalisi menyampaikan Petaka serupa terjadi di banyak tempat. Namun resistensi warga lokal terhadap proyek tambang geothermal justru dijawab dengan intimidasi dan pengerahan kekerasan negara-korporasi.

Bahkan terjadi kekerasan fisik dan pelecehan. Seperti yang dialami oleh warga Gunung Talang, Poco Leok, Sokoria, Mataloko, dan Wae Sano di Flores serta kasus Dieng, Wonosobo, Padarincang, Banten, serta sejumlah daerah lainnya di Indonesia.

Bahkan, tak jarang, warga lokal justru terpaksa "mengungsi dari kampung-ruang hidupnya."

Ha itu misalnya terjadi di Desa Wapsalit, Pulau Buru, Maluku akibat pengeboran panas bumi oleh PT Ormat Geothermal.

Di Gunung Gede Pangrango, pemerintah dan PT Daya Mas Geopatra (anak usaha Sinar Mas) terus memaksa masuk, menciptakan konflik sosial serta menggunakan tangan aparat negara untuk menakut-nakuti warga. 

Di Padarincang, Banten, PT Sintesa Banten Geothermal menggunakan aparat TNI dan kepolisian untuk membuka akses masuk ke lokasi pengeboran panas bumi.

Koalisi menyatakan, perlawanan warga di Gunung Gede Pangrango dan Padarincang, serta seluruh wilayah di atas, hanya untuk memastikan terjaganya keutuhan air kehidupan dan menjamin keberlanjutan hutan, tanah-tani dan kehidupan mereka sendiri.

Namun, pemerintah sepenuhnya abai. Industri tambang panas bumi pembangkit listrik, tegas koalisi seringkali terus mengandalkan kekerasan terorganisir untuk memaksa rakyat menerima kehadiran proyek. 

Menurut mereka hal ini memberikan konfirmasi bahwa geruduk panas-bumi yang sedang berkecamuk di sejumlah kepulauan adalah investasi paksa.

Jaminan Hukum & Insentif

Investasi paksa sejumlah tambang panas bumi di Indonesia, ternyata tidak hanya sekedar mengandalkan kekerasan. 

Menurut koalisi pemerintah, dengan seluruh kewenangannya justru telah memberikan jaminan hukum dan segudang insentif untuk korporasi di satu sisi, dan melenyapkan hak veto serta membuka ruang kriminalisasi bagi warga di sisi lain.

Melalui Undang-Undang No. 21 Tahun 2014 tentang Panas-Bumi, misalnya. pemerintah mengeluarkan industri tambang panas bumi dari kategori industri tambang. 

Kata koalisi ini merupakan "Siasat licik" bertujuan agar dua-pertiga sasaran tambang geothermal di kawasan hutan bisa dijadikan lahan investasi industri.

Selain itu, pemerintah juga memberikan insentif fiskal berupa tax allowance yang mencakup kegiatan eksploitasi dan eksplorasi. 

Insentif tax allowance ini antara lain lewat pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari nilai investasi di dalam bentuk investment allowance. 

Penyusutan waktu pengembangan panas bumi yang sebelumnya membutuhkan waktu 10 tahun dipercepat menjadi 5 tahun. Konsekuensinya besaran yang bisa dikreditkan lebih besar.

Di saat bersamaan, insentif dalam bentuk tax holiday berupa pengurangan PPh badan untuk bidang usaha pembangkit tenaga listrik berbasis EBT termasuk panas bumi juga disediakan pemerintah. 

Lalu, ada insentif berupa pajak dalam rangka impor atau PDRI yang mencakup Pajak Pertambahan Nilai (PPN), bea masuk, dan PPh 22 impor yang terutang atas barang modal untuk kegiatan usaha panas bumi.

Situasi di atas, tehas mereka menempatkan rakyat dan lingkungan memikul risiko sosial dan ekologis dari seluruh proses pengembangan panas bumi.

Tuntutan koalisi

Mencegah sejumlah tragedi di atas terulang lagi, koalisi dalam aksi tolak geothermal di kementerian ESDM, Rabu (17/7/2024) menuntut beberapa hal berikut ini.  

  1. Meminta Kementerian ESDM agar segera menghentikan dulu eksplorasi dan operasi dari proyek-proyek penambangan yang tengah berjalan dan cabut seluruh izin tambang panas bumi di seluruh Indonesia.
  2. Menuntut serta meminta Kementerian ESDM agar segera lakukan evaluasi menyeluruh, atas seluruh kejahatan industri tambang panas bumi, serta membuka diri untuk audit publik menyeluruh serta penegakan hukum termasuk tanggung-jawab pemulihan kerusakan.
  3. Menuntut Kementerian ESDM, Berbagai asosiasi pertambangan termasuk pertambangan panas bumi, untuk berhenti melakukan pemasaran sosial dan operasi media guna menyebar-luaskan citra bahwa tambang panas-bumi untuk pembangkitan listrik adalah baik, aman bagi lingkungan, rendah karbon dan mensejahterakan bagi penduduk wilayah yang diduduki dan diganggu oleh operasi proyek tambang panas-bumi.
  4. Meminta serta menuntut Kapolri dan Panglima TNI segera menertibkan seluruh anggotanya yang menjadi centeng korporasi industri tambang panas bumi, serta memberikan sanksi tegas bagi anggota TNI maupun POLRI yang selama ini ternyata dikerahkan untuk menerapkan teror kekerasan bagi warga yang menolak proyek tambang panas-bumi.
  5. Mendesak dan meminta semua lembaga keuangan dan bank, mulai dari World Bank, ADB, KfW,  serta organisasi-organisasi konservasi internasional yang justru telah ikut mendorong investasi tambang panas-bumi, agar mengakhiri dukungannya, dan menghentikan pendanaan pada proyek-poyek panas bumi di Indonesia.
  6. Segera embatalkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi yang secara resmi hendak menyesatkan warga-negara Indonesia dengan menyatakan bahwa industri ekstraksi panas-bumi untuk pembangkitan listrik tidak termasuk dalam kegiatan industri pertambangan.
Editor: Gregorius Agung
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS