PARBOABOA, Jakarta - Wacana pemberian bantuan sosial (bansos) terhadap pelaku judi online (judol) menuai pro dan kontra.
Awalnya, wacana ini dilontarkan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy.
Ia mengusulkan agar korban judi online bisa mendapatkan bansos dan masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Banyak yang menentang, tapi tak sedikit pula yang mendukung wacana ini.
Hanya saja belakangan, Muhadjir meralat pernyataannya. Menurutnya, wacana yang ia lontarkan itu sebagai saran pribadi saja.
Kemudian ia kembali menegaskan, sasaran penerima bansos korban judi online nantinya bukan pelaku, tapi keluarga.
"Yang saya maksud, penerima bansos anggota keluarga, seperti anak, istri atau suami," katanya kepada wartawan di Jakarta.
Namun, wacana tersebut terlanjur bergulir.
Berikut rangkuman PARBOABOA dari beberapa pernyataan yang menyatakan pro dan kontra terhadap wacana bansos korban judi online:
Bansos Korban Judol Ide Bagus, Tapi...
Suara dukungan soal pemberian bansos untuk korban judi online disampaikan Anggota Komisi VIII DPR, Syaifullah Tamliha.
Menurutnya, judol tak hanya menjerat masyarakat biasa, tapi juga oknum ASN, TNI dan Polri.
Syaifullah menilai, bansos korban judol merupakan ide bagus, asalkan tidak diberlakukan jangka panjang.
Meski mendukung, politisi PPP ini mengingatkan pemerintah untuk terus memberantas judi online.
Dukungan lain juga disampaikan Politisi Gerindra, Habiburokhman yang menilai harus ada intervensi pemerintah agar masyarakat lepas dari ketergantungan akan judi online.
Namun, Wakil Ketua Komisi II ini mengingatkan, bansos ini hanya diberlakukan sementara waktu, bukan untuk jangka panjang.
Habib, begitu ia akrab disapa menyampaikan, bansos bisa membantu masyarakat bertahan hidup tanpa mengandalkan judol.
Sementara Menteri Sosial, Tri Rismaharini mengatakan, korban judi online yang masuk kategori miskin yang bisa mendapatkan bansos.
Tentunya, lanjut dia, wacana ini harus mendapat dukungan dan ketersediaan anggaran.
Berpeluang Salah Sasaran Penerima
Selain dukungan, penolakan juga datang dari berbagai kalangan.
Di antaranya dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang tak sepakat soal usulan pemberian bansos untuk korban judol.
Ketua bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh mengatakan, praktik judol dilakukan dengan kesadaran penuh pelaku. Sehingga, tidak ada istilah korban judol.
Ia meminta agar pemerintah tidak memberi mereka bansos, serta melakukan langkah preventif.
Tak hanya MUI, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) juga menolak tegas usulan pemberian bansos korban judol.
Menurut peneliti Fitra, Gunardi Ridwan, usulan tersebut akan memberikan dampak ganda.
Ia mengatakan, kebijakan ini akan memicu kecemburuan dan bertambahnya pelaku baru.
Kemudian, secara teknis, verifikasi kriteria sasaran penerima bansos korban judi online bakal sulit. Termasuk peluang salah sasaran dari pemberian bansos ini.
Pandangan Psikolog
Psikolog, Muhammad Iqbal turut menyoroti wacana pemberian bansos untuk korban judi online.
Menurutnya, hidup anak-istri korban judi online yang semakin susah harus diselamatkan dengan mendapat bantuan sosial.
Namun, dosen tetap di Program Studi (Prodi) Psikologi Universitas Paramadina ini mengingatkan, pemberian bansos harus melalui seleksi ketat.
Jangan sampai, kata dia, bansos digunakan lagi pelaku untuk bermain judi.
"Keselamatan anak-istri keluarga korban judi online ini sangat penting," ujar Iqbal dalam sebuah wawancara, dikutip PARBOABOA.
Iqbal juga meminta pemerintah segera membangun panti/pusat rehabilitasi untuk pelaku kecanduan aktivitas negatif secara daring ini.
Apalagi, katanya, kecanduan tidak hanya judi online, tapi juga pinjaman online, (pinjol), game online, film online dan media sosial.
"Pusat rehabilitas jadi kebutuhan utama pemerintah saat ini," katanya.
Selain itu, pola hidup sehat dengan menjaga keseimbangan antara dunia maya dan dunia sosial sangat penting.
"Boleh bermedia sosial, tapi juga harus bermain dan berkumpul dengan masyarakat dan keluarga," pungkas Muhammad Iqbal.
Editor: Kurniati