PARBOABOA, Jakarta - Susanti Sute (18) menunduk lesu. Ia tak mampu berbicara sepatah kata pun.
Di sampingnya, sebuah handphone merek Samsung A11 tergeletak. Sesekali ia menarik nafas panjang. Sesak menumbuk.
Ia baru saja kehilangan uang hasil tabungan pribadi. Sebuah akun palsu berhasil memperdayanya dengan modus lamaran kerja.
Dengan sesengguk, ia bercerita latar belakang persoalan tersebut. Mulanya, ia sedang mencari pekerjaan lewat akun Instagram (IG).
"Saya baru tiba di Jakarta 3 Minggu lalu untuk cari kerja. Karena ada loker di IG, saya coba up saja," ungkapnya kepada PARBOABOA, Jumat (21/06/2024).
Loker itu menyertakan nama PT Adaro Energy Indonesia Tbk, sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibawah besutan Erick Thohir.
Tanpa ragu, ia mengirimkan sejumlah berkas sebagaimana tertera di flyer. File-file itu sudah ia persiapkan sejak dari Flores, kampung asalnya.
"Saya kirimkan CV, lamaran kerja, foto copy KTP, Kartu Keluarga dan Surat Kesehatan. Semua saya kirimkan," kisahnya.
Tak lama setelah mengirimkan berkas-berkas tersebut, sebuah email masuk. Ia dinyatakan lolos seleksi administrasi dan bersiap mengikuti interview.
"Dengan ini kami menyatakan telah memenuhi persyaratan administrasi dan kualifikasi dan saudara/(i) berhak untuk mengikuti tahapan seleksi user," bunyi undangan dari email.
Pihak recruitment juga melampirkan surat keterangan lulus dan jumlah peserta yang diinterview, lengkap dengan tanggal dan persyaratan.
Dalam email yang ia baca, tertera keterangan agar ia harus ke Surabaya untuk mengikuti interview user.
Ia coba menghubungi nomor handphone di berkas undangan dan dijawab dengan sangat responsif oleh seseorang yang mengatasnamakan dirinya Benny Eka Putra.
Seorang lain bernama Ari Widi Andono dengan nomor handphone 0823-3356-6879 juga disertakan sebagai pihak yang mengurus tiket keberangkatan.
Tanpa ragu, Santi menghubungi nomor pihak ticketing. Darinya, ia diarahkan untuk membeli tiket dengan uang pribadi sebesar Rp 1.500.000.
"Nanti kami urus pembelian tiket. Juga kami bayar kembali kalau saudara/i peserta sudah sampai di kantor kita di Surabaya," bunyi balasan pesan dari Ari.
Santi tak sabaran. Namun, uangnya di saku tak cukup untuk membeli tiket pulang-pergi. Maka, ia menghubungi kedua orang tuanya.
"Baik nak. Nanti bapa dan mama ke pastor paroki untuk pinjam uang tambah. Sisa berapa yang belum cukup?" tanya orang tuanya melalui sambungan telepon.
Santi bercerita sambil mengenang semuanya. Ia ingat saat itu pukul 20.00 WIB. Di Flores, waktu menunjukkan pukul 21.00 Wita.
Orang tuanya langsung menuju pastoran untuk meminjamkan uang dari seorang pastor.
Dengan sangat percaya, pastor pun mengirimkan uang ke nomor rekeningnya sebesar Rp 750.000.
"Terimakasih romo, nanti saya kembalikan sehabis pulang dari Surabaya. Doakan saya," ungkap Santi mengisahkan pesan singkatnya ke WhatsApp pastor.
Ia lekas mengirimkan uang sebesar Rp 1.500.000 ke pihak ticketing untuk mengurus keberangkatan dan kepulangannya dari Surabaya.
Nomor yang ia hubungi sempat mengirimkan bukti e-ticket yang persis seperti tiket asli. Santi semakin yakin bahwa ia akan berangkat.
Namun, ketika meminta konfirmasi lebih lanjut soal penjemputan dari bandara Juanda Surabaya ke penginapan, nomor itu tiba-tiba tak menjawab pesannya.
Ia berusaha menghubungi nomor yang satu lagi, namun tak beroleh jawaban juga. Chatingan-nya di WA hanya checklist satu, pertanda pesan tidak masuk nomor tujuan.
Ia kelabakan. Ia coba memberitahu teman kos, namun tak beroleh jawaban. Ia lalu menghubungi nomor temannya yang telah lama bekerja di Jakarta.
Ruben Nabu (25), temannya lekas mencari informasi soal kebenaran undangan tersebut. Lewat TikTok, Ruben membagikan model penipuan dengan modus serupa.
"Kamu tertipu. Ini ada penjelasan dari akun TikTok, coba kamu lihat. Undangannya persis seperti yang kamu dapat itu," pungkas Ruben.
Segera, Santi membuka konten berisi penjelasan soal modus penipuan yang mengatasnamakan PT Adaro Energy Indonesia Tbk.
Ia terkejut dan tak bisa berkata. Ia menangis. Pikirannya buntu. Uang tabungannya ludes. Utang dari romo pastor paroki menambah beban baru.
"Semalaman saya nangis. Mau telefon mama dan bapa jadi takut. Akhirnya 2 hari kemudian baru saya berani telepon mereka. Saya minta maaf," papar Santi.
Singkat cerita, jutaan uang yang dikirimkan tak berujung kembali. Santi hanya meratapi kesalahannya. Ia memarahi diri sendiri yang cenderung senonoh.
"Sudahlah. Nasi sudah jadi bubur. Saya harus lebih berhati-hati ke depan," tutupnya.
Bukan Kasus Pertama
Santy bukan korban penipuan pertama. Korban lain, Melky Sornek (26) pernah mengalami hal serupa.
Melky adalah pemuda asal Kabupaten Belu yang coba mencari peruntungan hidup di Jakarta selekas tamat dari salah satu perguruan tinggi di NTT.
"Kalau saya punya bedah lagi. Waktu itu sempat ikut interview. Saya ketemu langsung dengan pihak rekrutmennya," ungkap Melky kepada PARBOABOA, Jumat (21/06/2024).
Ia bercerita, kantor tempatnya diinterview adalah sebuah bangunan tua seperti ruko di kawasan Petojo, Jakarta Pusat.
Sementara perusahaan tempatnya diinterview adalah sebuah perusahaan yang konsen di bagian ekspor impor barang. Ia diiming-imingi menjadi admin.
Ia berkisah, saat memasuki kantor, ada beberapa orang peserta yang sedang diinterview.
Sedangkan, pihak human resource development (HRD) ada dua orang, satu lelaki dan satu lagi perempuan.
"Mula-mula mereka bilang kalau saya punya CV dan lamaran bagus. Dan saya sudah pasti diterima," sambung Melky.
Tapi kemudian, lanjutnya, sebelum selesai proses interview, pihak HRD memintanya untuk memberikan uang sebesar Rp 1.250.000.
"Saya tanya, itu uang untuk apa? Mereka jawab kalau itu untuk 'pelicin' biar saya cepat diterima nanti."
Melky menduga, uang pelicin yang dimaksud adalah 'jalan pintas' agar memuluskan rencananya untuk bekerja di perusahaan tersebut.
"Saya percaya saja. Saya kasih mereka uang seperti yang diminta. Toh kalau mereka tipu, kan ada kantornya di sini?" ungkap lelaki berambut keriting itu.
Akhirnya, tahap interview pun selesai dan Melki kembali ke kontrakannya. Ia diminta menunggu pengumuman resmi dari perusahaan untuk kelanjutan proses kerja.
Dua hari awal, ia tak kunjung menerima informasi tersebut. Ia coba mengecek email secara rutin, tapi tak ada informasi satu pun.
Ia coba menghubungi nomor telepon HRD, namun panggilannya tak terjawab. Sesekali nomor tujuan mengalihkan panggilan.
Dengan berani, ia mendatangi kantor tempatnya diinterview. Di sana, suasana kantor tampak sepi. Hanya ada seorang pemulung yang sedang memilih rongsokan.
Hingga sore menjelang malam, tidak ada tanda-tanda aktivitas di kantor. Ia coba menghubungi Beny Nailiu (32), saudara ibunya untuk meminta bantuan.
Keduanya lalu mendatangi kantor terkait dan suasana masih seperti semula. Tidak ada aktivitas di sana.
"Kami sempat mau ke polisi, tapi takutnya nanti ditanya sana-sini lagi. Repot juga kalau begitu," keluh Melky.
Akhirnya, mereka kembali ke rumah. Beny dengan ikhlas dan dewasa menasihati Melky agar lebih berhati-hati saat mencari pekerjaan.
"Om bilang di Jakarta ini banyak sekali modus penipuan. Dia minta saya supaya lebih berhati-hati ke depan," pungkasnya.
Klarifikasi Pihak Terkait
Menanggapi maraknya penipuan loker di IG, beberapa perusahaan memberikan himbauan di website agar pekerja tidak cepat terbuai dengan peluang tersebut.
PT Adaro Energy Indonesia Tbk, misalnya melalui website resmi telah menghimbau calon pelamar kerja tentang modus penipuan berdalih rekrutmen.
"Adaro Group tidak pernah meminta pelamar kerja kami untuk mengirimkan sejumlah uang untuk proses rekrutmen," tulis pihak Adaro.
Mereka juga menyarankan agar publik yang ingin mengajukan klarifikasi untuk menghubungi email resmi perusahaan.
"Jika Anda membutuhkan klasifikasi lebih lanjut, silahkan menghubungi kami di alamat email recruitment@adaro.com."
Senada, EVP of Corporate Secretary PT Hutama Karya (Persero), Tjahjo Purnomo menghimbau agar para pencari kerja selalu waspada terhadap loker yang mengatasnamakan perusahaannya.
Ia menyinggung kasus penipuan melalui akun IG @recruitment.hutamakarya yang merupakan akun palsu dan tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Seperti Adaro, PT Hutama Karya tidak pernah memungut dana sepeserpun dari para pencari kerja.
Perhatian yang sama datang dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo).
Sejak 2021 silam, website Kominfo berulang kali menerbitkan himbauan dan awasan terhadap masyarakat terkait sejumlah akun palsu yang membuka loker.
"Ditemukan sebuah akun Instagram atas nama PT Pos Indonesia (Persero) yang mengunggah informasi tentang rekrutmen pencari kerja," tulis website Kominfo, Minggu (02/05/2021).
"Senior Vice President Human Capital PT Pos Indonesia (Persero), Iwan Gunawan memastikan bahwa informasi tersebut adalah penipuan," lanjut mereka.
Kominfo mengharapkan sikap waspada dan kehati-hatian masyarakat dalam menanggapi maraknya kasus penipuan yang mengatasnamakan perusahaan tertentu.
Lebih lanjut, mereka juga mendesak keberanian masyarakat untuk melaporkan akun-akun palsu melalui portal yang telah disediakan.
Senada, pakar keamanan siber, Alfons Tanujaya menggarisbawahi pentingnya menolak dan memblokir nomor-nomor yang menawarkan pekerjaan secara online melalui media sosial.
Tujuannya jelas, yakni melindungi diri dari potensi penipuan yang merugikan korban di waktu-waktu mendatang.
Kritisisme Sebagai Pegangan
Kasus penipuan berkedok loker yang dialami Susanti Sute (18) dan Melky Sornek (26) menjadi fenomena yang lazim dijumpai di kota-kota besar.
Banyak korban lain yang telah mengalami kerugian berlipat ganda karena mengirimkan uang ke rekening pelaku.
Tanpa beban, para pelaku mencari keberuntungan sambil tetap mengusahakan cara-cara baru untuk menipu daya pengguna media sosial.
IG hanyalah satu dari sekian banyak platform digital yang memungkinkan kejahatan berbasis online. Masih banyak media lain yang diokupasi para penjahat.
Himbauan dari Kemensos dan pakar teknologi tentu diperlukan untuk membuat pengguna lebih waspada.
Namun demikian, penegasan tentang kritisisme dan kebajikan dalam menggunakan media sosial merupakan jurus kunci.
Mengutip pandangan Habermas dalam kajian yang dibuat Enders (1996:1), kritisisme menjadi sikap penting yang harus tumbuh dalam diri setiap individu.
Di tengah maraknya penyebaran informasi, publik diminta untuk selalu kritis merefleksikan keyakinan pribadi dan sosial.
Refleksi tersebut, antara lain dibuktikan dengan mempertanyakan, mengecek, dan menimbang kebenaran terkait sumber informasi.
Secara sederhana, Habermas hendak mengatakan bahwa jika loker tersebut benar, maka dari mana kita mengetahui kebenarannya?
Jawabannya tentu tidak mudah. Pencarian terhadap kebenaran sebuah informasi haruslah dibuat secara berulang-ulang.
Ia tidak berhenti di suatu titik. Ia harus selalu berangkat dari keraguan untuk bertanya dan terus bertanya. Kelak, kita akan sampai pada terang kebijaksanaan sejati.