Dampak Psikologis Korban Kekerasan Seksual Tak Boleh Diabaikan

Dampak Psikologis Korban Kekerasan Seksual Beresiko Fatal. (Foto: Dok. Linisehat)

PARBOABOA, Jakarta – Kasus kekerasan seksual yang terjadi di tanah air saat ini menjadi isu yang mendesak untuk segera ditangani secara serius.

Di balik setiap laporan yang muncul di media, ada dampak psikologis yang mendalam yang kerap luput dari perhatian publik.

Dampak ini tak hanya mempengaruhi korban pada saat kejadian, tetapi juga bisa bertahan lama, bahkan membahayakan hidup mereka.

Data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni) milik Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencatat sebanyak 5.053 kasus kekerasan seksual terjadi hanya dalam periode 1 Januari hingga 20 Juni 2023.

Angka ini sangat mengkhawatirkan dan terus meningkat setiap tahunnya. Di sisi lain, hampir setiap hari media massa menampilkan berita tentang kekerasan seksual.

Misalnya, Liputan Khusus Parboaboa, Senin (23/09/2024) yang bertajuk,”Fenomena Gunung Es Kasus Kekerasan Seksual di Pulau Flores”.

Potret tersebut tentu mendesak akan adanya perhatian lebih dan penanganan segera terhadap persoalan ini.

Indonesia sebenarnya sudah memiliki payung hukum yang jelas dalam menanggapi kekerasan seksual, yaitu melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

UU ini mengatur tentang perlindungan, pemulihan, dan keadilan bagi korban kekerasan seksual.

Namun, meski undang-undang ini sudah ada, kenyataannya proses hukum seringkali tidak berjalan dengan maksimal, meninggalkan korban dengan luka fisik dan mental yang sulit sembuh.

Kekerasan seksual dapat berbentuk berbagai tindakan. Mulai dari perkosaan, pelecehan seksual, hingga pemaksaan terhadap kehamilan, aborsi, kontrasepsi, dan prostitusi.

Semua tindakan ini tidak hanya melukai fisik tetapi juga merusak kesehatan mental korban.

Korban kekerasan seksual sering kali berada di posisi yang lebih lemah, baik secara sosial maupun relasi kuasa, yang membuat mereka rentan terhadap eksploitasi.

Dari tindakan-tindakan ini, kekerasan seksual meninggalkan jejak psikologis yang bisa menghantui korban sepanjang hidup korban .

Trauma yang dialami korban seringkali mengubah cara mereka berinteraksi dengan dunia sekitar.

Dampak Psikologis

Sejatinya, dampak psikologis dari kekerasan seksual tidak bisa diabaikan.

Menurut penelitian Byba Melda Suhita dalam jurnal "Psychological Impact on Victims of Sexual Violence" (2021), kekerasan seksual dapat menyebabkan korban mengalami gangguan psikologis yang parah. Korban kekerasan seksual kerap mengalami berbagai dampak psikologis yang berat.

Salah satunya adalah depresi yang mendalam. Mereka sering merasa kehilangan kendali atas hidupnya sendiri, disertai kesulitan tidur dan rasa malu yang menghantui.

Perubahan ini membuat korban merasa dunia mereka tidak lagi sama.

Selain itu, kecemasan dan ketakutan juga menjadi masalah besar. Rasa takut akan kehamilan yang tidak diinginkan, ketakutan pada pelaku yang masih berkeliaran.

Termasuk, kekhawatiran terhadap lingkungan sosial yang cenderung menyalahkan korban semakin menambah beban mental mereka.

Kondisi ini membuat korban merasa tidak aman di mana pun.

Tak jarang, korban juga menyalahkan diri sendiri atas kejadian yang menimpa mereka.

Perasaan bersalah ini membuat mereka menarik diri dari pergaulan dan hidup dalam isolasi, karena merasa tidak pantas berada di tengah masyarakat.

Bagi beberapa korban, beban mental yang berat mendorong keinginan untuk mengakhiri hidup sebagai satu-satunya jalan keluar dari penderitaan yang dirasakan.

Kondisi ini sangat memprihatinkan, sebab korban seringkali kehilangan harapan untuk sembuh dan kembali menjalani hidup yang normal.

Dampak-dampak ini adalah ancaman nyata bagi kehidupan korban. Jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat, kondisi psikologis korban bisa semakin memburuk dan berujung pada hal-hal yang fatal, termasuk bunuh diri.

Karena itu, dukungan psikologis dan sosial bagi korban kekerasan seksual sangatlah penting.

Pemulihan trauma korban membutuhkan perhatian dari berbagai lapisan masyarakat, bukan hanya lembaga profesional.

Dukungan dari lingkungan terdekat, seperti keluarga dan teman, bisa sangat membantu korban merasa tidak sendiri dalam menghadapi permasalahan mereka.

Menurut Magdalene, dukungan psikososial mencakup bantuan dari mikrosistem (keluarga dan teman sebaya), mesosistem (komunitas lokal), hingga makrosistem (tradisi, agama, dan nilai budaya).

Setiap lapisan ini bisa berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung pemulihan korban.

Selain itu, dukungan dari komunitas dan lembaga sosial juga diperlukan. Lingkungan yang kondusif dan aman memungkinkan korban untuk pulih dari trauma tanpa merasa dihakimi atau disalahkan.

Mengurangi stigma dan menyebarkan kesadaran tentang pentingnya dukungan bagi korban kekerasan seksual juga harus menjadi prioritas masyarakat.

Perlindungan hukum bagi korban juga menjadi langkah penting yang mesti dilakukan. 

UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual telah memberikan landasan hukum yang kuat untuk melindungi korban.

Undang-undang ini mengatur tentang penanganan kasus kekerasan seksual, pemulihan korban, serta memberikan sanksi tegas bagi pelaku.

Korban memiliki hak untuk mendapatkan layanan pemulihan mental dan fisik, termasuk layanan psikososial yang dapat membantu mereka pulih dari trauma.

Namun, perlindungan ini tidak akan efektif jika masyarakat dan penegak hukum tidak menjalankan fungsinya dengan baik.

Karena itu, pemerintah harus memastikan bahwa seluruh elemen penegakan hukum bekerja secara efektif untuk memberikan keadilan bagi korban.

Pengadilan, polisi, dan instansi terkait harus memberikan perlindungan penuh dan dukungan dalam proses hukum.

Begitu pula masyarakat, harus memberikan lingkungan yang mendukung dan penuh empati bagi korban.

Sesungguhnya, tantangan terbesar dalam menangani dampak kekerasan seksual adalah stigma yang masih melekat di masyarakat.

Korban sering kali merasa malu untuk melapor atau mencari bantuan karena takut dihakimi.

Stigma ini membuat banyak korban memilih diam, sehingga dampak psikologis yang mereka alami menjadi semakin parah.

Kedepanya,  masyarakat harus lebih memahami bahwa kekerasan seksual adalah masalah serius yang tidak boleh dianggap sepele.

Dukungan yang tepat dari lingkungan sosial dan layanan psikososial bisa menjadi kunci untuk membantu korban pulih dari trauma.

Selain itu, implementasi UU TPKS yang tegas akan memberikan rasa keadilan dan perlindungan bagi mereka yang telah menjadi korban.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS