PARBOABOA, Jakarta - Era revolusi industri 4.0 telah memasuki fase terbaru. Pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligence) AI, saat ini telah merambah berbagai bidang kehidupan manusia secara global.
Demikianpun di Indonesia. Terbaru, pihak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mendorong penggunaan AI yang bijak dalam usaha menyukseskan Pilkada serempak 2024.
Anggota Bawaslu, Herwyn J.H. Malonda, menjelaskan bahwa pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) menjadi salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan Pilkada 2024.
Menurutnya, teknologi kecerdasan buatan tersebut justru sering kali dikaitkan dengan isu yang mengandung hoaks atau disinformasi.
Ia mengingatkan tentang pelaksanaan Pilkada tahun ini. Sebab, dengan adanya teknologi AI, semua hal bisa dipalsukan atau dibuat seolah-olah asli.
Harus hati-hati tegasnya, dalam penggunaan kecanggihan yang ada, “masyarakat agar teknologi AI itu dipergunakan dengan bertanggung jawab," jelasnya saat rapat Fasilitasi dan Koordinasi Dukungan Pilkada Serentak, pada Jumat, (7/06/ 2024).
Menurutnya, jika tidak demikian, kecanggihan teknologi itu justru bisa mengancam stabilitas kondisi politik. Apalagi lagi menjelang pelaksanaan Pilkada serentak 2024.
Oleh karena itu, dia mengungkapkan bahwa Bawaslu terus berupaya meningkatkan kapasitas untuk menelaah kebenaran suatu informasi.
Selain itu, dia mengharapkan adanya kerja sama dengan berbagai pihak untuk mengantisipasi dan menekan masifnya penyebaran isu hoaks dan disinformasi di media sosial.
Bawaslu pun berharap, pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat memikirkan dan mendesain penguatan penggunaan teknologi informasi tersebut.
Kemudian terangnya, perlu adaptasi oleh pihak yang berkontestasi serta Bawaslu dalam proses pengawasan.
Sebelumnya, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, memaparkan strategi untuk mencegah pelanggaran pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 .
Dia menegaskan langkah tersebut harus mulai dari rangkaian penyusunan Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (RPKPU) tentang penyusunan daftar pemilih.
Selain itu, ungkapnya perlu ada penambahan pasal terkait pemberian akses Sidalih kepada Bawaslu.
“Lalu, perlu diperjelas otoritas yang mengeluarkan surat keterangan kematian, jenis dokumen lainnya, serta pihak yang mengeluarkan dokumen tersebut," kata Bagja di Jakarta, Rabu, 5 Juni 2024.
Lebih lanjut, dia menuturkan bahwa pengawas pemilu telah melakukan inventarisasi data pemilih hasil pengawasan pemungutan dan penghitungan suara pada pemilu terakhir sebagai bahan analisis data.
Adapun bahan inventarisasi yang dilakukan mencakup data potensial pemilih Tidak Memenuhi Syarat (TMS), pemilih meninggal, pemilih yang beralih status menjadi TNI/Polri, pemilih yang pindah domisili, dan pemilih yang beralih status menjadi warga negara asing (WNA).
Selain itu, data potensial pemilih Memenuhi Syarat (MS), pemilih yang beralih status dari TNI/Polri, pemilih DPK (daftar pemilih khusus), termasuk pemilih pemula, dan pemilih yang beralih status dari WNA menjadi WNI.
Bagja mengakui bahwa Bawaslu tidak bisa bekerja sendiri. Pihaknya akan membangun kerja sama dengan beberapa pemangku kepentingan terkait.
Seperti Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), Dinas Sosial, organisasi disabilitas, serta TNI dan Polri.
Pihaknya juga mengharapkan keterlibatan masyarakat adat, perusahaan atau perkebunan, RT/RW, kader Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), “termasuk pihak-pihak lain yang terkait," tandasnya.
Editor: Norben Syukur