PARBOABOA, Jakarta - Kasus pembunuhan 6 anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) di Tol KM 50 Jakarta-Cikampek sudah sampai pada babak akhir.
Tiga anggota polisi yang terdakwa atas penembakan tersebut, yakni Briptu Fikhri Ramadhan, Ipda Yusmin Ohorella dan Inspektur Polisi Dua Elwira Priadi yang meninggal dunia sebelum persidangan.
Ketiganya didakwa melakukan pembunuhan terhadap keenam Laskar FPI pengawal Habib Rizieq yang terjadi pada Desember 2020 silam. Keenam laskar FPI tersebut tewas dalam dua peristiwa penembakan.
Peristiwa pertama, baku tembak di jalan yang membuat anggota FPI meninggal. Peristiwa kedua, pada saat penembakan anggota FPI di dalam mobil yang dibawa ke Rest area KM50 tol Cikampek menuju ke Polda Metro Jaya.
‘’JPU pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum mengajukan upaya hukum kasasi terhadap keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta selatan,’’ ucap kapuskenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya.
Adapun putusan yang diketuai hakim Kasasi Desnayeti dengan anggota Gazalba Saleh dan Yohanes Priyana ini juga menolak permohonan jaksa terhadap terdakwa Fikri Ramadhan.
Dalam putusannya, Majelis hakim menyatakan, Briptu Fikri terbukti bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama, sehingga membuat orang meninggal dunia. Keduanya tidak dapat dijatuhi hukuman karena alasan merujuk pledoi kuasa hukum.
‘’Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan primer, menyatakan perbuatan terdakwa Fikri Ramadhan dan Ipda M.Yusmin sebagai dakwaan primer dalam rangka pembelaan terpaksa melampaui batas, tidak dapat dikenakan vonis karena alasan pembenaran dan pemaaf,’’ ucap ketua Hakim Muhammad Arif Nuryanta (18/03).
Dengan demikian kedua terdakwa terbebas dari permintaan tuntutan hukum JPU atas pidana 6 tahun penjara. Sebagaimana mereka disebut melanggar pasal 338 KUHP juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 UU No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Vonis Bebas
Majelis hakim dalam putusannya menyatakan Briptu fikri dan Ipda Yusmin bersalah melakukan penganiayaan hingga menyebabkan orang meninggal dunia. Namun, kedua terdakwa tidak dijatuhi hukuman karena alasan pembenaran maupun upaya terakhir yang merujuk pleidoi atau pembelaan terhadap hak kuasa hukum.
‘’Menyatakan kepada terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana karena adanya alasan pembenaran dan pemaaf,’’ kata hakim Ketua Muhammaf Arif Nuryanta dalam persidangan, Jumat (18/03).
Majelis hakim menyatakan penembakan tersebut upaya untuk untuk membela diri, Maka terdakwa tidak dijatuhi vonis.
‘’Menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana sebagi dakwaan primer penuntut umum dalam rangka pembelaan terpaksa melampaui batas,’’ kata hakim ketua.
Upaya Membela Diri
Pada pengadilan tingkat pertama, terungkap alasan majelis hakim untuk melepas vonis terhadap 6 laskar FPI. Hakim menilai kedua terdakwa terbukti telah menghilangkan nyawa orang lain dalam peristiwa yang terjadi di KM 50. Namun, hal itu dinilai upaya untuk melindungi diri dari serangan yang mereka terima.
Serangan yang dimaksud yakni mencekik, mengeroyok, menjambak, menonjok, serta merebut senjata Fikri Ramadhan.
Hakin mengatakan, serangan tersebut terjadi karena sikap bela diri yang dilakukan para aparat.
’’Terpaksa melakukan pembelaan diri dengan mengambil sikap lebih baik menembak terlebih dahulu daripada tertembak kemudian,” ucap hakim.
Dinilai Janggal
Proses peradilan pelaku penembakan laskar FPI INI dipantau sejumlah pihak. Di sisi lain, kuasa hukum keluarga laskar FPI yang menjadi korban penembakan, Aziz Yanuar, mengaku kecewa.
Ia mengatakan, telah menduga sejak awal bahwa terdakwa dalam perkara ini akan lolos dari jerat pidana.
’’Kita sudah dari jauh hari menduga,sejak awal putusan itu sesat dan dijadikan instrumen untuk pertimbangan dugaan pembunuhan,” ucap Aziz, Jumat(18/03).
Menurut Aziz, keluarga korban tidak berharap apa-apa lagi dalam penanganan perkara ini.