Terancam Keberadaan Pertambangan, Warga di Kabupaten Dairi Minta Jokowi Cabut Izin PT DPM

Warga Dairi saat menggelar Mangandung di PTUN Jakarta. (Foto: Jatam/Jefri Tarigan)

PARBOABOA, Jakarta – Warga sejumlah desa di Kabupaten Dairi, Sumatra Utara, berharap Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) mencabut izin dari PT Dairi Prima Mineral (PT DPM) terkait tambang seng dan timah hitam.

“Perusahaan itu enggak boleh ada di situ, harus angkat kaki. Enggak dikasih izin termasuk izin lingkungan harus dicabut,” kata Dormaida Sihotang, salah seorang warga Desa Dairi, dalam keterangannya kepada PARBOABOA, Jumat (23/6/2023).

Dormaida dan sejumlah warga berbagai desa di Kabupaten Dairi melakukan aksi ‘mangandung’ di depan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Rabu (21/6/2023).

Mangandung dalam hal ini adalah ritual meratap dengan menangis, sebuah tradisi lisan dari masyarakat Batak Toba yang biasa digelar dalam upacara berkabung.

Aksi mangandung diikuti oleh 15 warga dari berbagai desa seperti, desa Pandiangan, Bongkaras, Bonian, Lae Haporas, dan Lae Panginuman.

Dormaida Sihotang mengatakan, sejumlah desa itu merupakan desa yang wilayahnya terancam akibat keberadaan tambang seng dan timah hitam.

Tak hanya terancam dengan keberadaan tambang, warga Dairi juga merasakan intimidasi secara tidak langsung dari PT DPM melalui pemerintah desa.

“Ada (intimidasi) tetapi tidak secara langsung dari pemerintah desa. Misalnya kalau warga yang berjuang itu tidak leluasa saat ingin mencalonkan diri jadi aparat desa, atau mendapat bantuan-bantuan dari Jokowi,” kata Dormaida.

“Itu berbelit dan dipersulit,” sambungnya.

Dormaida menyebut, sejumlah pemilik saham dari PT DPM yang saat ini menjadi objek sengketa gugatan warga Dairi dengan tergugat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Untuk sampai saat ini sahamnya ada 51 persen milik NFC yang datang dari Cina langsung. Sisanya, 49 persen punya Aburizal Bakrie, PT Bumi Resources Minerals Tbk,” ungkapnya.

“Tapi itu pun sepertinya sudah didivestasi saham ke Salim Group,” lanjutnya.

Sebelumnya, terdapat 11 orang warga dari Kecamatan Silima Pungga-pungga, Kabupaten Dairi yang menggugat Keputusan Menteri LHK terkait persetujuan lingkungan untuk aktivitas tambang PT DPM.

Gugatan tersebut telah terdaftar di PTUN Jakarta pada 14 Februari 2023 dengan Nomor SK: 854/MENLHK/SETJEN/PLA.4/8/2022 dan teregistrasi dengan nomor perkara 59/G/LH/2023/PTUN.JKT.

Gugatan warga Dairi terhadap Menteri LHK, Siti Nurbaya ini bukan tanpa alasan. Pasalnya, sejak kedatangan PT DPM ke Dairi untuk melakukan sosialisasi dan eksplorasi pada 2008 lalu, warga telah mengajukan penolakan.

Penolakan ini diberikan karena warga khawatir akan terjadinya bencana alam jika perusahaan tambang itu beroperasi. Terlebih, Kabupaten Dairi berada di zona merah status rawan bencana. Ancaman bencana ini juga dibenarkan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Dairi, Masaraya Avant Doli Brutu.

"Kabupaten Dairi telah berstatus Swalayan Bencana karena segala jenis bencana telah sempat terjadi dengan diiringi ancaman yang nyata," katanya.

Merasa Tertipu

Penolakan keras warga pun mendapat angin segar dari pihak KLHK dengan menyatakan belum memberikan persetujuan lingkungan kepada PT DPM. 

Hanya saja, kenyataannya, pada 11 Agustus 2022, KLHK telah menerbitkan Persetujuan Lingkungan untuk aktivitas tambang PT DPM.

Terbitnya persetujuan membuat warga Dairi merasa ditipu oleh KLHK. Sebab, pada 24 Agustus 2022, 13 hari setelah SK Persetujuan Lingkungan itu diterbitkan, KLHK saat menggelar audiensi dengan warga menyatakan belum memberikan persetujuannya.

“Sebenarnya dari Agustus sudah keluar (SK Lingkungan Hidup) namun malah diumpetin gitu loh, enggak terbuka. Ini kan perizinan yang menyangkut publik, tidak boleh dirahasiakan,” imbuh Dormaida Sihotang.

Editor: Kurnia
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS