PARBOABOA, Jakarta - United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) menetapkan 3 arsip dokumenter Indonesia sebagai Memory of the World (Ingatan Kolektif Dunia).
Dilansir dari laman Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, penetapan ini dilakukan dalam Sidang Dewan Eksekutif ke-216 UNESCO di Paris pada tanggal 10-14 Mei 2023.
Adapun tiga arsip dokumenter yang ditetapkan sebagai Memory of the World adalah Pidato Soekarno 'To Build the World Anew', Hikayat Aceh, dan Pertemuan Pertama Gerakan Non-Blok.
Indonesia melalui Kemlu RI menerima 3 sertifikat penetapan arsip yang bernilai sejarah tinggi itu dari Wakil Tetap Indonesia di UNESCO, Ismunandar pada Senin, 3 Juli 2023 di Gedung Utama Kemlu, Pejambon, Jakarta Pusat.
Hal ini menjadikan Indonesia memiliki 11 dari total 496 dokumen Memory of the World yang telah ditetapkan oleh UNESCO.
Delapan arsip lainnya yakni, Arsip VOC, La Galigo, Arsip Konferensi Asia Afrika, Arsip Konservasi Borobudur, Arsip Tsunami, Babad Diponegoro, Negarakertagama, Cerita Panji.
UNESCO Global Geopark
Tak hanya itu, UNESCO juga menetapkan 4 geopark Indonesia sebagai UNESCO Global Geopark dalam Sidang Dewan Eksekutif UNESCO ke-216 yang berlangsung pada 10-24 Mei 2023.
Adapun 4 geopark yang dimaksud adalah Raja Ampat Geopark, Ijen Geopark, Maros Pangkep Geopark, dan Merangin Geopark.
Dengan tambahan 4 geopark tersebut, kini Indonesia memiliki 10 dari total 195 UNESCO Geopark di dunia.
Sedangkan 6 lainnya adalah Toba di Sumatra Utara, Rinjani di Lombok, Gunung Sewu yang membentang dari Wonogiri Jawa Tengah-Pacitan Jawa Timur, Cileteuh di Sukabumi, Batur di Bali, dan Belitong di bagian timur Pulau Sumatra, dekat dengan Provinsi Sumatra Selatan.
Diplomasi Budaya Internasional
Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kemlu, Teuku Faizasyah mengatakan jika pengakuan itu merupakan bukti nyata atas keunggulan Indonesia dalam diplomasi budaya internasional.
Menurut dia, dengan ditetapkannya 3 arsip bersejarah ini, Indonesia berhasil memperkenalkan nilai-nilai sejarah yang terkandung dalam dokumen tersebut kepada dunia.
Kendati demikian, Teuku mengingatkan bahwa penetapan itu bukanlah tujuan akhir, melainkan bagian dari langkah untuk bersama-sama menjaga nilai sejarah Tanah Air.
Ia berharap, penetapan ini menjadi keberlanjutan atas pengakuan UNESCO terhadap hal penting lainnya di Indonesia.
Editor: Maesa