Rapat Pelaksanaan APBD 2023 DPRD Simalungun Diwarnai Aksi Protes

Anggota DPRD Simalungun Fraksi Hanura, Sarudin Gultom berdiri dan menunjuk-nunjuk dan meminta anggota fraksi PDIP Arifin Panjaitan untuk keluar dari ruang paripurna. (Foto/Pranoto)

PARBOABOA, Simalungun - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Simalungun telah menyelesaikan seluruh rangkaian rapat Badan Musyawarah (Banmus) pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA 2023.

Rapat yang berlangsung pada Rabu (31/7/2024) itu kembali diwarnai aksi protes dari sejumlah anggota dewan.

Protes ini berkaitan dengan tidak hadirnya beberapa anggota DPRD, hingga berakibat rapat tidak korum.

Diketahui, jumlah anggota dewan yang menandatangani daftar hadir sebanyak 31 orang dari 49 jumlah anggota DPRD Simalungun.

Padahal, menurut tata tertib yang telah disepakati, ketentuan korum rapat harus disetujui minimal 33 anggota dewan.

Interupsi demi interupsi dilayangkan sejumlah anggota dewan. Sebagian dari mereka menganggap rapat harus tetap dilanjutkan dengan pertimbangan batas akhir pembahasan di DPRD hanya sampai 31 Juli 2024.

Namun, sebagian dewan yang lain menilai rapat tidak dapat dilanjutkan karena tidak terpenuhinya syarat korum. Oleh sebab itu, DPRD tidak berhak menerbitkan keputusan.

Anggota DPRD Fraksi PDIP, Mariono, mengatakan rapat paripurna tidak memenuhi unsur keabsahan.

Mariono juga menyinggung tindakan anggota dewan fraksi Hanura, Sarudin Gultom, yang mengusir anggota fraksi PDIP, Arifin Panjaitan, dari ruang paripurna.

"Kami tidak dapat menerima sikap itu dan akan melakukan tindakan, termasuk melaporkan ini kepada pihak yang berwajib," ujar Mariono kepada PARBOABOA, Rabu (31/7/2024).

Adapun kejadian pengusiran Arifin Panjaitan bermula saat Sarudin Gultom mengajukan interupsi agar setiap anggota dewan yang tidak menandatangani absen tidak diberikan hak bersuara.

Sarudin Gultom juga terpantau sempat berdiri dan menghampiri Arifin Panjaitan serta meminta paksa politisi PDIP itu untuk keluar.

Arifin Panjaitan merupakan salah satu dewan yang hadir, namun tidak berkenan menandatangani absen.

Ditemui PARBOABOA di luar gedung paripurna, Arifin mengatakan tidak menandatangani absensi karena menilai rapat tidak sah.

"Saya sudah diusir dan tidak dianggap lagi di DPRD ini, rapat kourum ialah dua pertiga (33 anggota dewan)," ujar Arifin dengan nada tinggi.

Sementara itu, Timbul Jaya Sibarani, yang bertindak sebagai pimpinan sidang, tetap melanjutkan agenda paripurna hingga selesai pada pukul 16.50 WIB.

Ditemui usai paripurna, Timbul mengatakan alasan tetap dilanjutkannya rapat meskipun tidak sesuai tata tertib penentuan kourum.

Menurut Timbul, dasar tetap dilanjutkannya paripurna sesuai dengan ketentuan tata tertib di mana setelah rapat skors dua kali, akan dilanjutkan pada tingkat Rapat Pimpinan (Rapim).

"Keputusan rapim rapat ini dapat dilanjutkan. Perihal apakah kemudian rapat ini dinyatakan tidak sah, biar pimpinan atas (Gubernur) yang akan menilai. Yang terpenting kita telah melakukan tugas sebagai dewan," ujar Timbul, Rabu (31/7/2024).

Timbul sendiri enggan berkomentar banyak saat disinggung perihal aksi yang dilakukan Sarudin Gultom dan Arifin Panjaitan.

Demikian pun saat ditanyakan soal kembali absennya Bupati Radiapoh Hasiholan Sinaga dan Wakil Bupati Zonny Waldy dalam rapat paripurna terakhir, Timbul menjawab singkat.

Bupati sedang di Jakarta, “kita juga memahami tugas eksekutif, dan sah jika diwakilkan," kata Timbul.

Lebih lanjut, Timbul menjelaskan, jika paripurna dinyatakan tidak sah oleh Gubernur maupun pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri, maka dasar hukum Laporan Pertanggungjawaban APBD Simalungun TA 2023 ialah Peraturan Bupati (Perbup).

Sebelumnya, DPRD Simalungun pada Jumat (26/7/2024) lalu juga batal menggelar paripurna dikarenakan hanya 27 anggota DPRD yang hadir.

Ketua Badan Kehormatan DPRD Simalungun, Lindung Samosir, juga menyoroti jumlah OPD Simalungun yang sangat sedikit hadir dalam kegiatan tersebut.

Padahal menurutnya, rangkaian paripurna merupakan bagian penting dalam setiap pengambilan keputusan yang mestinya dapat dipertanggungjawabkan secara moral, baik oleh OPD maupun DPRD sendiri.

Pentingnya Kepastian Hukum

Merespon situasi tersebut, Dosen dan Peneliti Pasca Sarjana Universitas Simalungun, Muldri P.J. Pasaribu, mengatakan aspek kepastian hukum dari seluruh rangkaian paripurna DPRD Simalungun terkait pertanggungjawaban keuangan negara yang dikelola eksekutif sangat penting.

Muldri menjelaskan, secara substansial, DPRD telah melakukan tugasnya, di mana tahapan-tahapan rapat dan penyampaian pandangan sekaligus rekomendasi DPRD telah dibacakan.

"Namun terdapat cacat formil, di mana tata tertib kourum yang disepakati DPRD ialah 33 orang. Kesepakatan mengikuti tata tertib merupakan kewajiban dewan," jelasnya saat ditemui PARBOABOA di ruang kerjanya, Kamis (1/8/2024).

Menurut Muldri, terdapat kelemahan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2018, yang memungkinkan DPRD dapat melanjutkan paripurna meskipun tidak kourum.

"Menteri atau gubernur dapat memerintahkan untuk dilakukan penyempurnaan ranperda kepada Bupati dan DPRD, serta hasil penyempurnaan itu ditetapkan dengan keputusan pimpinan DPRD," jelasnya.

Padahal, kata Muldri, PP Nomor 108 Tahun 2000 telah cukup baik mengatur tata cara pertanggungjawaban kepala daerah, di mana peran kepala daerah termasuk DPRD cukup tegas diatur.

"Salah satunya soal hak DPRD menolak pertanggungjawaban kepala daerah dan mengusulkan pemberhentian kepala daerah kepada gubernur jika tidak menyempurnakan kekurangan pertanggungjawaban. Namun sayang, PP ini telah dicabut," ungkapnya.

Muldri pun mengatakan, penegasan kewenangan DPRD dalam PP Nomor 12 Tahun 2018 dalam hal pertanggungjawaban kepala daerah mengalami degradasi.

"Padahal, DPRD merupakan representasi rakyat yang diberi mandat untuk melakukan pengawasan atas keuangan negara yang dititipkan kepada eksekutif untuk dikelola secara baik," pungkasnya.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS