PARBOABOA, Jakarta - Presiden Joko Widodo baru saja menyampaikan pidato di SMU (Sidang Majelis Umum) ke-76 PBB hari ini, Kamis (23/9) pagi waktu Jakarta dan Rabu (22/9) sore waktu New York secara virtual. Kita bisa menyaksikan pidato Jokowi di kanal Youtube Sekretariat Presiden.
Dalam pidatonya, ada dua hal penting yang disinggung oleh Presiden Jokowi di Sidang Umum PBB. Ia menyinggung soal politisasi vaksin, karena masih adanya ketimpangan percepatan vaksin di beberapa negara.
Selain itu, Presiden Joko Widodo membawa isu perempuan di dalam pidatonya pada sidang ke-76 Majelis Umum PBB. Jokowi mengingatkan seluruh negara di dunia untuk menegakkan hak-hak perempuan dan minoritas.
Jokowi mengungkapkan kekhawatirannya terkait marginalisasi perempuan di Afghanistan. Serta konflik lainnya seperti di Palestina dan Myanmar. Dia mengajak semua negara mengatasi bersama konflik tersebut.
Berikut isi pidato lengkap Presiden Jokowi:
Yang Mulia Presiden Majelis Umum PBB, Yang Mulia Sekretaris Jenderal PBB, Yang Mulia, para pemimpin negara anggota PBB. Hasil sidang Majelis Umum PBB ini ditunggu oleh masyarakat dunia untuk menjawab kegelisahan utama dunia. Kapan masyarakat akan terbebas dari pandemi? Kapan perekonomian akan segera pulih dan tumbuh inklusif? Bagaimana menjamin ketahanan planet ke depan serta kapan dunia akan terbebas dari konflik, terorisme, dan perang?
Melihat perkembangan dunia saat ini, banyak hal yang harus kita lakukan bersama. Pertama, kita harus memberikan harapan bahwa pandemi COVID-19 akan bisa tertangani dengan cepat adil dan merata. Kita tahu bahwa "no one is safe until everyone is'.
Kemampuan dan kecepatan antarnegara dalam menangani COVID-19 termasuk vaksinasi, sangat timpang. Politisasi dan diskriminasi terhadap vaksin masih terjadi. Hal-hal ini harus bisa kita selesaikan dengan langkah-langkah nyata. Di masa depan, kita harus menata ulang arsitektur ketahanan kesehatan global, global health security system. Diperlukan mekanisme baru untuk penggalangan sumber daya kesehatan global, baik pendanaan vaksin, obat-obatan, alat-alat kesehatan dan tenaga kesehatan secara cepat dan merata di seluruh negara.
Diperlukan standardisasi protokol kesehatan global dalam hal aktivitas lintas batas negara. Misalnya perihal kriteria vaksinasi, hasil tes maupun status kesehatan lainnya.
Kedua, pemulihan ekonomi global hanya bisa berlangsung jika pandemi terkendali dan antar negara bekerja sama dan saling membantu untuk pemulihan ekonomi. Indonesia, dan negara berkembang lainnya, membuka pintu seluas-luasnya untuk investasi yang berkualitas. Yaitu yang membuka banyak kesempatan kerja, transfer alih teknologi, peningkatan kapasitas sumber daya manusia yang keberlanjutan.
Ketiga, komitmen Indonesia terhadap ketahanan iklim, pembangunan yang rendah karbon, serta teknologi hijau sudah jelas dan tegas. Tetapi proses transformasi energi dan teknologi tersebut harus memfasilitasi negara berkembang untuk ikut dalam dalam pengembangan industri dan menjadi produsen teknologi. Pandemi Covid-19 mengingatkan kita tentang pentingnya penyebaran sentra kebutuhan vaksin di seluruh dunia di banyak negara.
Keempat, kita harus tetap serius melawan intoleransi, konflik, terorisme, dan perang. Perdamaian dalam keberagaman dan jaminan hak perempuan dan kelompok minoritas harus kita tegakkan. Potensi praktik kekerasan dan marginalisasi perempuan di Afghanistan, kemerdekaan Palestina yang semakin jauh dari harapan serta krisis politik di Myanmar, harus menjadi agenda kita bersama. Pemimpin ASEAN telah bertemu di Jakarta dan menghasilkan five points consensus yang implementasinya membutuhkan komitmen penuh militer Myanmar. Harapan besar masyarakat dunia tersebut harus kita jawab dengan langkah nyata, dengan hasil nyata. Itulah kewajiban yang ada di pundak kita, yang ditunggu masyarakat dunia. Itulah kewajiban kita untuk untuk memberikan harapan masa depan dunia.
Yang Mulia, tahun 2022, Indonesia akan memegang presidensi G20, dengan tema besar "Recover Together, Recover Stronger". Indonesia akan berupaya agar G20 bekerja untuk kepentingan semua, untuk negara maju dan berkembang, utara dan selatan, negara besar dan kecil, negara kepulauan dan pulau-pulau kecil di Pasifik, serta kelompok rentan yang harus diprioritaskan.
Inklusivitas adalah prioritas utama kepemimpinan Indonesia. Inilah komitmen Indonesia untuk membuktikan no one left behind. Ekonomi hijau dan berkelanjutan, juga akan menjadi prioritas.
Indonesia paham bahwa Indonesia memiliki nilai yang strategis dalam isu perubahan iklim. Untuk itulah, kami terus bekerja, untuk memenuhi komitmen kami. Pada tahun 2020, Indonesia telah berhasil menurunkan kebakaran hutan sebesar 82 persen dibanding tahun-tahun sebelumnya. Laju deforestasi turun secara signifikan, terendah dalam 20 tahun terakhir. Dan dalam tatanan global, Indonesia ingin mengedepankan burden sharing, pembagian beban, menghadapi agenda bersama yang sangat berat. Indonesia kembali menyampaikan harapan dan dukungannya terhadap multilateralisme. Sudah mendesak bagi kita untuk mengawal multilateralisme yang efektif dengan kerja dan hasil yang konkret. Lets work together to recover together, recover stronger. Terima kasih.