PARBOABOA, Jakarta - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Menemukan adanya dugaan penyalahgunaan dana di lembaga filantropis Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018 silam.
Hal tersebut diduga dilakukan oleh mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT saat ini Ibnu Khajar. Keduanya diduga selewengkan dana CSR untuk kepentingan pribadi.
"Pengurus Yayasan ACT dalam hal ini saudara Ahyudin selaku pendiri merangkap ketua, pengurus dan pembina serta saudara Ibnu Khajar selaku ketua pengurus melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana sosial atau CSR dari pihak Boeing untuk kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Sabtu (9/7).
Dugaan Penyelewengan
Ramadhan menyebutkan, Yayasan ACT pernah mendapat rekomendasi dari 68 ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT610 untuk mengelola dana sosial atau CSR.
Total dana CSR yang harus disalurkan oleh pihak ACT kepada korban senilai Rp 138 miliar. Pihak Boeing juga memberikan kompensasi santunan kepada ahli waris korban sebesar Rp2,06 miliar. Namun, penyidik Bareskrim menduga dana tersebut tidak direalisasikan oleh pihak ACT.
Pihak ACT, dikatakan Ramadhan, juga tidak memberitahukan realisasi jumlah CSR serta progres pekerjaan yang dikelolanya dari pihak Boeing kepada ahli waris korban.
"Pihak yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) tidak memberitahukan realisasi jumlah dana sosial/CSR yang diterimanya dari pihak Boeing kepada ahli waris korban, termasuk nilai serta progres pekerjaan yang dikelola oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap," ucap dia.
Ramadhan pun mengungkapkan, sebagian dan sosial itu justru dipakai nuntuk pembayaran gaji pimpinan dan staf di ACT. Bahkan, dana itu digunakan untuk menyokong fasilitas serta kegiatan atau kepentingan pribadi para petinggi ACT.
“Sebagian dana sosial/CSR tersebut dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina, serta staff pada Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan juga digunakan untuk mendukung fasilitas serta kegiatan/kepentingan pribadi,” ucap dia.
Sebagai informasi, pihak kepolisian telah mendalami beberapa pasal untuk mengusut kasus tersebut. Adapun pasal-pasal tersebut, yakni Pasal 372 jo 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 5 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Editor: -