PARBOABOA, Jakarta - Kelainan seksual atau parafilia merujuk pada situasi di mana seseorang merasakan dorongan seksual yang intens dan berulang terhadap aktivitas atau objek yang umumnya tidak memicu dorongan seksual pada orang lain. Kondisi ini diklasifikasikan sebagai gangguan mental.
Meskipun preferensi seksual tiap individu dapat bervariasi, keadaannya ini dianggap normal selama tidak mengganggu kehidupan pribadi dan sosial, atau melanggar norma serta hukum yang berlaku.
Seorang penderita kelainan seksual biasanya merasa dorongan seksualnya sangat kuat. Kondisi ini juga terjadi terus-menerus sehingga bisa mengganggu kehidupan pribadi dan orang lain, bahkan sampai menimbulkan masalah hukum.
Seperti yang dilakukan oleh seorang pemuda yang diduga mencuri ratusan celana dalam wanita milik penghuni berbagai indekos di Banyumanik, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Kapolsek Banyumanik, Kompol Ali Santoso, menjelaskan bahwa pelaku ditangkap warga saat usai mengambil tiga celana dalam wanita dari sebuah indekos pada dini hari, Sabtu (4/05/2024).
"Ditemukan juga di rumah kontrakan pelaku yang berada di Banyumanik, 675 celana dalam hasil curian," jelasnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pelaku sudah beraksi sejak 2022 dan seluruh hasil curiannya disimpan di tempat kontrakannya.
Menurut pengakuan pelaku, ratusan celana dalam wanita tersebut untuk melampiaskan hasrat seksualnya. Pemuda yang diketahui sebagai penjual siomay tersebut, mengakui bahwa ia beraksi secara acak dalam memilih tempat indekos incarannya.
Karena perbuatannya, terang Ali, kemungkinan pelaku akan dijerat dengan Pasal 362 KUHP tentang pencurian. Walau demikian, lanjutnya, saat ini pihak penyidik masih mendalami kondisi kejiwaan pelaku. Sehingga besar kemungkinan penyelesaian perkara melalui keadilan restoratif.
Apa yang dilakukan oleh pelaku ini merupakan salah satu kelainan seksual yang acap kali terjadi di tengah masyarakat.
Alodokter merilis beragam jenis dan gejala kelainan seksual yang lazim terjadi di masyarakat.
1. Eksibisionisme
Kelainan seksual ini merujuk pada kepuasan seksual yang diperoleh dengan memperlihatkan alat kelamin kepada orang lain yang tidak dikenal.
Lazimnya, pengidap kondisi ini hanya sebatas memamerkan kelaminnya. Tetapi, dalam jumlah yang sedikit, penderita juga melakukan masturbasi saat mengekspos kemaluannya.
2. Fetisisme
Orang yang mengalami kelainan sesual ini, gairah seksualnya muncul saat menyentuh atau mengenakan benda tertentu.
Fetisisme umumnya terjadi pada pria. Gairahnya muncul jika menyentuh, mencium, atau melakukan aktivitas seksual dengan pakaian dalam, stoking, atau sepatu hak tinggi.
3. Froteurisme
Kepuasan seksual seseorang yang didapat dengan menggesek-gesekkan alat kelaminnya ke orang lain yang tidak dikenal.
Kepuasan juga didapat dengan meraba kelamin orang asing. Biasanya hal ini dilakukan di tempat umum, seperti di lift yang penuh sesak, bus dan kereta api.
4. Masokisme
Penderita masokisme mendapat kepuasan seksual yang ketika ia disakiti, diikat, dipermalukan, atau dilecehkan. Bahkan, melalui pukulan atau kekerasan dari pasangan seksualnya.
5. Pedofilia
Perilaku seksual pelaku saat melakukan aktivitas seksual dengan anak usia 13 tahun kebawah.
Pelaku biasanya memaksa anak untuk menontonnya bermasturbasi,. Bahkan lebih sadis pelaku menyentuh kelamin atau menyetubuhi anak.
6. Sadisme
Penderitanya memenuhi kepuasan seksual ketika melakukan kekerasan terhadap pasangan seksualnya. Bentuk kekerasannya bisa dengan menggigit, mengikat, sampai memukul.
Sadisme termasuk kelainan seksual yang dilakukan tanpa persetujuan pasangan dan sampai menyebabkan luka serius atau kematian pasangannya.
7. Transvestisme
Kepuasan seksual yang diperoleh dengan mengenakan pakaian yang sering digunakan oleh lawan jenis. Penderita bergairah ketika mengenakan celana dalam, atau memakai satu set pakaian lawan jenisnya, termasuk wig dan make up. Penderita kondisi ini juga kadang mengalami fetisisme atau masokisme.
8. Voyeurisme
Kepuasan seksual dengan mengintip orang lain telanjang, berganti pakaian, atau berhubungan seksual. Penderita bisa juga melakukan masturbasi saat mengintip, tetapi tidak berniat untuk berhubungan seks dengan orang yang ia intip.
Selain itu, ada beberapa kelainan seksual lain yang tidak secara jelas digolongkan sebagai parafilia, yaitu:
1. Autogynephilia. Ketertarikan seksual penderita ini muncul membayangkan dirinya berjenis kelamin lain.
2. Coprophilia. Penderita jenis ini memiliki kesenangan seksual terhadap tinja atau feses.
3. Hypoxyphilia. Kepuasan seksual yang diperoleh saat pasokan oksigen ke otak berkurang. Prosesnya dengan mencekik leher atau memasukkan kepala ke dalam kantong kedap udara.
4. Klismaphilia. Gairah seksual yang menggunakan enema. Enema adalah tindakan memasukkan cairan ke dalam rektum melalui anus.
5. Necrophilia. Kepuasan seksual yang diperoleh saat fantasi seks atau bahkan berhubungan seksual dengan mayat. Penderita kadang membunuh terlebih dahulu orang yang akan ia setubuhi.
6. Partialisme. Gairah seksual fokus pada bibir, payudara, atau kelamin pasangannya. Penderita umumnya tertarik pada bokong, kaki, atau ketiak pasangannya.
7. Telephone scatologia. Pembicaraan mesum di telepon menjadi pemicu seksual pada penderita. Istilah lain kelainan ini adalah acoustic voyeurism atau verbal exhibitionism.
8. Urophilia atau urolagnia. Daya seksual terhadap urine. Ketertarikan muncul saat melihat seseorang buang air kecil. Bahkan, kepuasan seksual pelaku diperoleh bila mencium atau meminum urine orang lain.
9. Zoophilia atau bestiality. Keinginan seksual dengan hewan. Kepuasannya diperoleh jika tubuhnya dijilat oleh hewan atau melakukan kontak seksual dengan hewan.
Penyebab dan Cara Menangani Kelainan Seksual
Dibandingkan wanita, parafilia lebih sering terjadi pada pria. Sampai saat ini, penyebab parafilia sesungguhnya belum tuntas terjawab. Namun beberapa kondisi yang diduga bisa memicu, terjadinya kelainan tersebut,
Pertama, kondisi trauma waktu kecil, seperti mengalami pelecehan seksual dari orang lain
Kedua, tidak mampu mengekspresikan perasaan dengan lawan jenis. Bisa juga karena tidak sanggup memulai hubungan dengan orang lain
Ketiga, mengalami gangguan kepribadian
Keempat, Berulang kali mengalami aktivitas seksual yang menyenangkan terhadap situasi dan objek tertentu. Hal ini memunculkan penyimpangan seksual pada situasi dan objek tersebut
Mirisnya, sebagian besar kasus parafilia tidak bisa disembuhkan secara total. Karena itu, tujuan utama penanganan pasien parafilia saat ini hanya bermaksud untuk membatasi dan mencegah perilaku seksual pasien.
Langkah ini ditempuh untuk menghindari bahaya yang bisa terjadi baik bagi penderita itu sendiri maupun orang lain, khususnya pasangan seksualnya.
Penderita parafilia umumnya harus mendapat penanganan dari psikolog dan psikiater.
Adapun penangan penderita kelainan seksual ini bisa dilakukan dengan beberapa langkah.
1. Tekun mengikuti konseling dan psikoterapi. Hal ini dilakukan untuk membantu pasien sehingga bisa mengontrol dorongan atau impuls seksual
2. Konsumsi obat-obatan sesuai dosis dokter. Misalnya obat antidepresan dan obat anti androgen, yang bisa mengontrol hasrat seksual
3. Menjalankan terapi perilaku. Bermanfaat untuk mengatasi perilaku seks yang menyimpang.
Selain itu, untuk mengatasi masalah psikologis lain yang mungkin juga diderita oleh pasien. Seperti, penyalahgunaan minuman beralkohol atau narkoba
Pengobatan kelainan seksual menjadi sebuah keharusan.Jika dibiarkan maka hasrat seksual yang menyimpang bahkan membahayakan pasien itu sendiri bahkan orang lain.
Editor: Norben Syukur