PARBOABOA, Jakarta - Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno menilai, buruknya kualitas udara di DKI Jakarta dan sekitarnya akhir-akhir ini karena transportasi publik yang tidak maksimal.
“Masalah polusi udara lantaran jumlah kendaraan pribadi meningkat pesat, sementara jumlah angkutan umum menyusut,” katanya kepada PARBOABOA, Selasa (15/8/2023).
Djoko menjelaskan, sumber polutan terbesar di Jakarta berasal dari sektor transportasi sebesar 44 persen dan sektor industri 31 persen.
"Sehingga, isu transportasi berkelanjutan sangat penting dibahas pemerintah," ujarnya.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di 2022 mencatat, ada sekitar 25,5 juta kendaraan bermotor yang beroperasi di DKI Jakarta dan 78 persen di antaranya merupakan sepeda motor.
“Sepeda motor menghasilkan beban pencemaran per penumpang paling tinggi dibandingkan mobil pribadi bensin dan solar, mobil penumpang, serta bus,” jelas Djoko.
Dosen Prodi Teknik Sipil di Unika Soegijapranata itu meminta Pemprov DKI serius menangani sektor transportasi publik guna memperbaiki kualitas udara di Jakarta. Menurutnya, efisiensi kendaraan bermotor sangat penting untuk menurunkan polusi udara di Ibu Kota.
“Jadi, kalau naik bus, kontribusi pada CO2 akan lebih kecil dibandingkan sepeda motor dan mobil pribadi,” jelasnya.
Tidak hanya di Jakarta, Djoko mengingatkan pembenahan transportasi publik juga harus dilakukan di daerah penyangga seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek). Apalagi, kata dia, ribuan kawasan perumahan yang tersebar di Bodetabek minim sentuhan layanan transportasi publik.
Kemudian, kebijakan membangun kawasan perumahan dan layanan fasilitas angkutan umum pun masih belum dilakukan di daerah penyangga itu. Padahal, lanjut Djoko, mayoritas warga yang bekerja di Jakarta berasal dari kawasan tersebut.
“Akhirnya, membeli rumah juga harus memikirkan membeli kendaraan pribadi agar mobilitas warga menjadi lancar. Mereka turut menyumbang polutan dari kendaraan pribadi,” jelasnya.
Djoko juga menyoroti kebijakan pemerintah yang menganggarkan subsidi kendaraan listrik pribadi dengan skema insentif kendaraan listrik sebesar Rp12,3 triliun untuk 2023 dan 2024.
“Insentif diberikan Rp5,6 triliun untuk 800.000 unit motor listrik, Rp6,5 triliun untuk 143.449 unit mobil listrik, dan Rp192 miliar untuk pembelian 552 unit bus listrik,” jelasnya.
Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) ini menyarankan agar pemerintah memperbaiki tata kelola transportasi publik di Jabodetabek, alih-alih memberi subsidi untuk kendaraan listrik pribadi.
Sebab, kata Djoko, alih-alih mengurangi polusi udara di Jakarta, subsidi kendaraan listrik pribadi justru akan menambah masalah baru yakni kemacetan lalu lintas.
“Kebijakan membenahi angkutan umum tidak hanya diberlakukan di Jakarta, tapi juga berlaku di daerah penyanggah Bodetabek,” ucapnya.
“Bantuan rutin dari APBD DKI Jakarta setiap tahun ke pemda di Bodetabek untuk beberapa tahun dapat difokuskan untuk membenahi layanan angkutan umum di daerah masing-masing,” sambung Djoko.
Transportasi Publik Jadi Salah Satu Solusi Atasi Polusi
Sebelumnya, Pemerintah gencar mengajak masyarakat di Jabodetabek beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi publik guna mengurangi polusi udara dengan membangun sejumlah infrastruktur transportasi publik seperti LRT, MRT hingga kereta cepat Jakarta-Bandung.
“Saya kira bulan ini LRT segera dioperasikan, MRT juga sudah beroperasi, kemudian kereta cepat bulan depan juga sudah beroperasi dan juga percepatan elektrifikasi kendaraan umum dengan bantuan pemerintah,” jelas Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Jakarta, Senin kemarin.
Selain Jokowi, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, juga mengajak masyarakat menggunakan transportasi publik demi kualitas udara yang lebih baik.
“Pencegahan itu harus dilakukan sedini mungkin dari diri sendiri. Misalnya dengan menggunakan transportasi publik atau dengan bahan bakar berkualitas lebih baik,” ujar Kepala DLH DKI, Asep Kuswanto, pekan lalu.
Sementara Direktur Walhi Jakarta, Suci Fitria Tanjung mengakui, kebijakan peralihan transportasi publik memang sangat efektif mengurangi polusi udara tapi belum menjadi pilihan utama bagi warga Ibu Kota.
"Faktor jarak tempuh, durasi perjalanan, kenyamanan dan keamanan masih jadi pertimbangan,“ kata Suci kepada PARBOABOA.
Selain itu, kata Suci, penjualan kendaraan murah juga masih marak dilakukan dan didukung pula oleh pemerintah.
"Sehingga, pilihan konsumsi masyarakat menjadi lebih luas di tengah kendaraan publik yang belum menjanjikan," imbuh dia.
Editor: Kurniati