PARBOABOA, Pematang Siantar - Pelajaran bahasa daerah, khususnya bahasa Simalungun terancam punah di Kota Pematang Siantar dan sekitarnya.
Hal itu terjadi karena pelajaran bahasa Simalungun yang masuk sebagai muatan lokal itu tidak lagi diajarkan di sekolah. Apalagi perkembangan kurikulum baru, tidak lagi mengutamakan bahasa Simalungun.
Meski begitu, Wakil Kepala Sekolah SMP Yayasan Pendidikan Teladan Pematang Siantar, Armed Lumban Tobing menilai, bahasa daerah merupakan aset kultural yang penting. Ia juga menyatakan keprihatinannya karena banyak anak-anak di Pematang Siantar tidak lagi mengenal bahasa ibu mereka, termasuk bahasa Simalungun.
“Karena di kurikulum muatan lokal itu bersifat pilihan, jadi tergantung sama sekolahnya. Untuk saat ini, di sekolah ini belum ada,” katanya kepada PARBOABOA.
Hal yang sama dibenarkan salah seorang murid kelas 8 SMP di Yayasan Teladan, Vidi (13). Ia mengaku pelajaran bahasa Simalungun tidak diajarkan di sekolah lanjutan. Vidi lantas mengingat terakhir kali ia belajar bahasa simalungun, saat duduk di bangku sekolah dasar.
“Bahasa Simalungun tidak terlalu penting karena tidak digunakan juga dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga penambahan muatan lokal di sekolah justru menambah beban belajar karena harus mendapat jadwal pelajaran tambahan," tambahnya.
Pendapat berbeda disampaikan Dinda Aulia Turnip (14), salah seorang siswa yang menilai bahasa Simalungun penting dipelajari di sekolah, agar murid sepertinya bisa mengetahui bahasa, aksara, adat dan budaya Simalungun.
Hanya saja, Dinda mengaku saat ini bahasa Simalungun tidak lagi diajarkan di sekolahnya. Bahasa Simalungun, hanya diajarkan saat Dinda mengenyam pendidikan di sekolah dasar.
Peran Penting Bahasa Simalungun
Sementara itu, Kepala Seksi Pembinaan Pendidikan Dasar di Dinas Pendidikan Pematang Siantar, Friado Damanik mengingatkan bahasa daerah memiliki peranan penting.
“Bahasa daerah itu menurut saya sangat penting sebagai warisan budaya nasional, bahaya kalau bahasa itu hilang. Jadi pendidikan bahasa Simalungun itu bukan pilihan tapi merupakan kewajiban," katanya kepada PARBOABOA.
Friado juga merujuk pada beberapa aturan yang menggarisbawahi pentingnya muatan lokal yang tertulis. Mulai dari Permendikbud No. 79 tahun 2014 tentang muatan lokal, UU No. 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, termasuk Surat Keputusan Wali Kota Pematang Siantar No. 420 tahun 2022.
Namun ia mengakui belum ada Peraturan Daerah terkait keharusan bahasa Simalungun dalam muatan lokal di sekolah, sehingga Diknas belum berani mengintervensi sekolah di Pematang Siantar.
“Kami lagi proses pembuatan Perwa (Peraturan Wali Kota) untuk muatan lokal bahasa Simalungun. Kemungkinan tahun ini sudah keluar Perwa itu," ungkapnya.
Perwa, lanjutnya, bisa mengintervensi sekolah-sekolah di Pematang Siantar untuk menerapkan bahasa Simalungun dalam muatan lokal mereka.
“Ada suatu faktor yang menyebabkan hilangnya bahasa Simalungun di pendidikan, salah satunya karena kurangnya tenaga pengajar," tambahnya.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partuha Maujana Simalungun di Pematang Siantar, Kawan Jatinggi Purba, menilai, tidak adanya tenaga pengajar khusus bahasa Simalungun merupakan alasan yang keliru untuk tidak mengajarkan bahasa tersebut di sekolah.
“Kalau masalah guru yang menjadi alasan, kan ada buku. Kalau sudah ada bukunya berarti sudah ada yang mengajarkan. Letak masalahnya bukan di situ, letak masalahnya adalah ketidakmauan mereka melestarikan bahasa itu sendiri," kesalnya saat dihubungi PARBOABOA.
Jika hal ini menjadi alasan, kata Jatinggi, berarti pemangku jabatan yang tidak paham, apalagi materi yang diajarkan pun tidak serumit matematika yang harus mempunyai kemampuan spesialisasi matematika.
"Ke depan, pejabat yang mengurusi adat dan budaya Simalungun harus orang Simalungun itu sendiri. Begitu juga, diharapkan Pemkot memberikan ruang dan dukungan kepada orang Simalungun untuk berkarya," imbuh dia.
Editor: Kurniati