PARBOABOA, Jakarta - Peringatan Hari Lahir Pancasila pada tahun 2024 baru saja berlalu. Momentum bersejarah ini, menjadi kesempatan untuk mengingat kambali dan merawat nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Apalagi nilai-nilai tersebut, dianggap sebagai kekuatan bangsa Indonesia dalam gempuran krisis dan ketegangan geopolitik yang hampir tak berujung.
Disadur dari laman resmi sekretaris negara, pada acara peringatan pancasila kali ini, Presiden Joko Widodo bersama para menteri menampilkan keberagaman budaya Indonesia melalui busana tradisional dari berbagai daerah.
Acara ini diadakan di Lapangan Garuda PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) Kota Dumai, Provinsi Riau, pada 1 Juni 2024.
Jokowi mengenakan Baju Melayu Teluk Belanga. Busana yang lengkap dengan aksesori tradisional yang menampilkan kebesaran dan kearifan lokal.
Busana ini, bukan hanya menonjolkan keindahan estetika, tetapi juga kaya akan simbolisme yang mendalam.
Diantaranya tema ketabahan dan integritas, yang mencerminkan nilai-nilai yang diwariskan oleh Pancasila.
Presiden Jokowi menyampaikan bahwa masyarakat Indonesia sepatutnya bersyukur karena negara tetap kokoh, terus stabil, bersatu, dan ekonominya tumbuh di tengah gempuran dunia yang penuh ketidakpastian.
Dunia kini, ungkapnya sedang dilanda krisis dalam geopolitik penuh ketegangan dan rivalitas.
Walau demikian Jokowi tetap meminta masyarakat untuk selalu optimis karena punya Pancasila yang bisa memandu arah bangsa,
Menurutnya, Bangsa Indonesia ini punya modal sosial dan budaya yang kokoh karena ditopang oleh memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah.
Oleh karena itu kata Jokowi, semua rakyat harus memperkokoh kemandirian bangsa dan berdiri di atas kaki sendiri dalam ekonomi.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa Indonesia konsisten dengan politik bebas aktif memperjuangkan kemerdekaan semua bangsa, termasuk kemerdekaan bangsa Palestina, dan memperjuangkan perdamaian dunia.
Jokowi pun berkeyakinan, peran politik Indonesia semakin kokoh, bahkan telah menjadi pemimpin G20 yang berhasil dan ketua ASEAN yang sukses.
Kedepannya, Indonesia akan terus berkontribusi di kancah dunia, termasuk dalam World Water Forum yang baru diselenggarakan.
Disisi lain, dia menyatakan bahwa dalam era yang terus berkembang ini, penting untuk mewujudkan dan meneruskan nilai-nilai Pancasila melalui tindakan konkret, kebijakan yang berdampak nyata, dan manfaat yang dirasakan secara langsung oleh masyarakat.
Jokowi memaparkan angka demografi Indonesia saat ini didominasi oleh milenial.
Oleh karena itu, dalam mensosialisasikan Pancasila juga harus menyesuaikan dengan cara-cara kelompok milenial ini.
Khususnya, praktik-praktik teladan yang nyata dalam pelestarian dan pengembangan budaya Indonesia.
Mantan Walikota Solo ini pun berharap rakyat Indonesia untuk terus memegang teguh nilai-nilai Pancasila.
Dia merujuk pada ucapan bendera, perilaku, dan kebijakan yang berpihak nyata kepada seluruh rakyat Indonesia, serta menjadikan Indonesia berwibawa di mata dunia.
Sejarah Singkat Lahirnya Pancasila
Secara etimologis, Pancasila berasal dari bahasa Sanskerta dan merupakan gabungan dari dua kata, yakni "panca" yang berarti ‘lima’ dan "sila" yang berarti 'dasar'.
Istilah Pancasila diinisiasi oleh Soekarno pada Sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 dengan tujuan memberikan nama untuk lima prinsip dasar negara.
Sebelumnya, konsep Pancasila telah dirancang sejak hari pertama Sidang BPUPKI yang pertama.
Pada tanggal 29 Mei 1945, Mohammad Yamin mengemukakan lima sila yang terdiri dari peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat.
Pada hari ketiga Sidang BPUPKI pertama, yaitu tanggal 31 Mei 1945, Soepomo juga mengemukakan lima dasar negara, yaitu persatuan, kekeluargaan, keseimbangan lahir dan batin, musyawarah, dan keadilan rakyat.
Keesokan harinya, Soekarno mengemukakan usulannya tentang lima dasar negara, yakni kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan yang maha esa.
Kelima prinsip ini diberi nama Pancasila.
Soekarno menyatakan, apabila Pancasila sebagai dasar negara tidak dapat disetujui semuanya, sila tersebut dapat dipersingkat menjadi Trisila (sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, dan ketuhanan).
Dia juga menegaskan, jika Trisila juga tidak disetujui, dapat dipersingkat lagi menjadi Ekasila, yakni gotong-royong.
Panitia Delapan
Setelah semua usulan telah diajukan, sebuah komite kecil terbentuk dengan delapan anggota.
Kedelapan tokoh tersebut terdiri dari Soekarno, Hatta, A. W. Hasyim, Sutarjo, Maramis, Ki Bagus Hadikusumo, Otto Iskandar dan Mohammad Yamin.
Tugas komite ini adalah untuk menerima dan mengevaluasi usulan yang diajukan oleh anggota BPUPKI.
Dari usulan yang diterima, terungkap adanya perbedaan yang signifikan. Golongan Islam berharap negara akan diatur berdasarkan syariat Islam.
Sementara golongan nasionalis menginginkan negara yang tidak bergantung pada hukum agama tertentu.
Panitia Sembilan
Dalam usaha mengatasi perbedaan tersebut, disepakatilah pembentukan panitia kecil baru yang beranggotakan sembilan orang. Selanjutnya panitia ini disebut dengan nama Panitia Sembilan.
Kesembilan anggota panitia ini berasal dari golongan Islam dan nasionalis, yakni Soekarno, Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, A. A. Maramis, Ahmad Soebardjo, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, Wachid Hasyim, dan Agus Salim.
Sidang Panitia Sembilan bergulir pada 22 Juni 1945. Pada kesempatan itu tercapai kesepakatan dasar yang akrab dengan sebutan "Piagam Jakarta" dan kemudian tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yakni sebagai berikut:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. Kerakyatan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan;
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sidang BPUPKI Kedua
Dalam sidang BPUPKI Kedua (10 Juli 1945–16 Juli 1945) tercapai kesepakatan bahwa dasar negara yang digunakan adalah Pancasila sebagaimana tertuang dalam Piagam Jakarta.
Selain perihal Pancasila sebagai dasar negara, sidang BPUPKI yang kedua juga menyepakati bentuk pemerintahan negara republik, wilayah negara yang disepakati, dan pembentukan tiga panitia kecil (perancang UUD, ekonomi dan keuangan, dan pembela tanah air).
Penetapan Pancasila dalam Sidang PPKI
Dalam sidang PPKI pada 18 Agustus 1945, disepakati untuk mengubah sila pertama Pancasila menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa", dengan menghapus frasa "syariat Islam" dan sejumlah ketentuan terkait pelaksanaannya.
Langkah ini diambil untuk memenuhi kebutuhan sebuah negara yang terdiri dari beragam suku dan agama.
Perubahan tersebut dipandang sebagai wujud toleransi tinggi di Indonesia serta sebagai upaya memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
Selain revisi pada sila pertama, sidang PPKI juga menghasilkan tiga keputusan penting. Pertama, pengesahan UUD negara. Kedua, pemilihan presiden dan wakil presiden.
Ketiga, penetapan bahwa presiden sementara akan didukung oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) hingga terbentuknya MPR/DPR.
Editor: Norben Syukur