PARBOABOA, Jakarta - Para calon presiden ataupun calon wakil presiden (capres-cawapres) yang berkontestasi di pemilu 2024, tidak terlepas dari sokongan para pengusaha di sektor tambang.
Hal itu dibahas Muhammad Jamil, Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dalam diskusi bertajuk ‘Cengkraman Oligarki dalam Pemilu 2024’ pada Jumat (2/1/2024) sore.
“Selama ini yang ditampilkan dalam sebuah narasi-narasi campaign, kita ditampilkan sosok capres-cawapres dengan beragam cerita di baliknya soal kemanusiaan, dan banyak lagi. Tapi soal siapa di balik mereka, itu hampir tidak pernah dibicarakan,” jelas Jamil.
Misalnya saja, paslon nomor 1 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.
Anies-Cak Imin, Menurut menelitian JATAM, didukung jajaran pemilik modal seperti Surya Paloh, Jusuf Kalla, Rahmat Gobel dan beberapa pengusaha beken anggota timsesnya.
Surya Paloh diketahui menjadi pemegang saham di PT Surya Jaya Capital juga PT Media Mining Resources yang bergerak di bidang industri emas di Kabupaten Aceh dengan konsesi 10.000 ha.
Tak hanya itu, Ketua Partai NasDem ini juga diketahui memiliki sejumlah media besar di Indonesia seperti Metro TV, Media Indonesia dan Lampung Post.
Sementara itu, Jusuf Kalla yang merupakan timses paslon 1 juga memiliki sejumlah usaha salah satunya di tambang nikel di Morowali, Sulawesi Tengah.
Adapun paslon nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, disokong oleh lebih banyak pengusaha dari paslon 1.
Timses di belakang pasangan Prabowo-Gibran diantaranya yakni Luhut Binsar Panjaitan, Bahlil Lahadalia, Titiek Soeharto, Hashim Djojohadikusumo, Erick Thohir, dan Hatta Rajasa, dan masih banyak lagi.
Luhut Binsar Panjaitan ialah pemilik Toba Group yang bergerak di bidang tambang batu bara dan memiliki banyak anak perusahaan.
Selain Luhut, ada Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, yang juga memiliki dua izin bisnis tambang nikel dengan luas 470 ha dan 165,50 ha di Konawe Utara.
Bahlil diketahui juga memiliki banyak perusahaan lain di bidang perdagangan, telekomunikasi, dsb.
Sementara pasangan nomor urut tiga, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, juga sama memiliki timses dari pemilik modal seperti Muhammad Arsyad Rasyid, Sandiaga Uno, Puan Maharani, Hary Tanoe, dsb.
Arsyad Rasyid yang merupakan ketua TPN paslon 3, diketahui memiliki usaha PT Indika Foundation dan Indika Energi yang memiliki anak perusahaan di bidang batu bara di Kalimantan Tengan dengan konsesi lahan 24.970 ha.
Sandiaga Uno juga diketahui memiliki sejumlah perusahaan seperti Saratoga, dan memiliki saham di PT Adaro yang bergerak di usaha tambang batu bara.
Politik Oligarki Berpotensi Mengikis Demokrasi
Sementara itu, Egi Primayogha dari Indonesia Corruption Watch (ICW), mengungkap pada pilpres kali ini isu oligarki ini cenderung tidak terlihat dan berbeda dengan pilpres pada 2019 lalu.
Padahal, politik oligarki memiliki pengaruh besar terhadap kebijakan di Indonesia.
“Kalau kita lihat presiden 10 tahun ke belakang, bahaya oligarki ini terlihat amat nyata dengan berbagai preseden yang ada,” jelas Egi.
Ia mencontohkan, pengaruh oligarki ke kebijakan yang tidak memihak rakyat yakni dengan adanya perubahan seperti revisi UU KPK pada 2019 silam dan beberapa peraturan lain.
“Ada juga UU Omnibus Law, lalu disusul UU IKN, lalu UU MK yang mengubah batas usia capres, dan hemat saya, UU tersebut memiliki kaitan dengan kepentingan oligarki,” jelasnya.
Dampak yang lebih jauh dari politik oligarki, menurut Egi, ialah adanya kemunduran demokrasi.
“Kalau kita lihat pembajakan digital kepada aktivis, jurnalis, dsb, itu bersamaan dengan UU yang diloloskan atas dasar kepentingan oligarki, seperti revisi UU KPK, dsb,” jelasnya.
Selain itu, adanya politik oligarki berpotensi meningkatkan ketegangan dan kekerasan oleh aparat terhadap masyarakat yang menuntut hak-hak dan kepentingan umum.
“Politik oligarki ini, punya peran yang cukup vital untuk menyusutkan ruang sipil di Indonesia,” pungkas Egi.
Editor: Atikah Nurul Ummah