Nyoman Nuarta pun ‘Didatangi’ Arwah Bung Karno dan Taufan Soekarnoputra

Bung Karno yang ia kagumi (foto: Instagram Nyoman Nuarta)

PARBOABOA, Jakarta – Empu perpatungan Indonesia Nyoman Nuarta beberapa kali membuat patung proklamator yang juga presiden RI pertama, Soekarno. Setidaknya ada tiga patung Bung Karno karya Komeng, demikian ia akrab disapa, yang berdiri mentereng di sejumlah tempat di Jakarta, yakni Tugu Proklamasi, Gedung Lemhanas, dan Gedung Badan Intelijen Negara. Ada juga patung Bung Karno buatannya di Kampus Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya, Istana Tampak Siring, dan Bundaran Kediri di Tabanan Bali.

“Bung Karno itu punya ikatan khusus dengan bapak saya,” kata Putu Tania Madiadipoera. Anya panggilan akrabnya, ia putri sulung sang pematung.

Patung Soekarno yang pertama dibuat seniman kelahiran Tabanan itu ada di Tugu Proklamasi, Jakarta. “Secara khusus Pak Harto meminta agar saya saja yang mengerjakan,” kenang Nyoman.

Patung berbahan tembaga setinggi 5 meter ini ia kerjakan pada 1976 saat dirinya masih berstatus mahasiswa di Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung (ITB). Kala itu dia dinyatakan sebagai pemenang lomba membuat patung Monumen Proklamator Indonesia [Soekarno-Hatta].

Sebetulnya, ia juga diminta mengerjakan background monumen. Dia bahkan sudah menyiapkan disain dengan rancangan lebih transparan [bukan beton solid seperti sekarang] berupa kawat-kawat dengan figur korban-korban revolusi yang seolah beterbangan dan berserakan. Sayang, rancangan itu tidak mewujud karena sejumlah alasan yang Nyoman tidak berkenan menceritakannya.

Menurut kritikus seni rupa Jim Supangkat, Monumen Proklamator Indonesia itu proyek gagal.

“Wajah Soekarno mirip sih. Itu nggak masalah. Yang menjadi buruk, patung-patung itu tidak punya tumpuan atau base yang menunjukkan bahwa proklamator tidak berada di dunia kita. Yang ada justru patung-patung itu ditaruh di lantai. Jadi, kita kayak lihat raksasa. Kacau balau.”

Tugu Proklamasi Jakarta (foto: Dok. website Taman Proklamator)

Pengerjaan patung proklamator juga bukan tanpa tantangan. Nyoman berbulan-bulan menuntaskannya. Tidak ada kesepakatan di antara para panitia tentang wajah Soekarno yang mana yang hendak dibuatkan patung, itu menjadi salah satu faktor penghambat. Apakah itu wajah Bung Karno yang sudah berkharisma atau sosok Soekarno yang masih baru lulus kuliah?

Sampai pernah Presiden Soeharto menyarankan agar Nyoman Nuarta ziarah dulu ke makam Bung Karno di Blitar, Jawa Timur. Dan saran itu ia lakoni.

“Saat itu dia [Nyoman] udah kesel banget. Sampai tiba-tiba ada ribuan kupu-kupu kuning menutupi wajah patung Bung Karno…akhirnya semua bersepakat oh ya udah ini berarti tanda sudah selesai. Yang ini saja,” kenang Cynthia Laksmi, istri sang maestro.

Kawan Taufan

Nyoman terdaftar sebagai mahasiswa di kampus Ganesha pada 1973. Dia seangkatan dengan Mohammad Taufan Soekarnoputra, putra sulung Bung Karno dengan istri keempatnya, Hartini. Kebersahajaan Taufan sebagai anak presiden pernah diceritakan Nyoman pada anak-anaknya, termasuk ke si sulung. Anya mengatakan, ayahnya tidak pernah menyangka kalau Taufan itu anak presiden saking bersahajanya. Jauh dari necis, penampakannya malah terkesan kumuh.

“Papa bilang ke Om Taufan, ‘Lu kan anak presiden, gaya dikit dong,” kata Anya menirukan ujaran sang ayah.

Tanggal lahir Anya sama dengan tanggal meninggalnya Bung Karno.

“Beda setahun sih. Tapi, Bung Karno itu seperti punya ikatan khusus dengan bapak saya. Ayah saya di seni rupa [ITB] bersahabat dengan Om Taufan almarhum meski awalnya dia nggak tahu dia anaknya Bung Karno,” imbuh Anya yang bakat seni sang ayah mengalir deras dalam dirinya.

Nyoman lulus bareng dengan Taufan. Keduanya sama-sama punya etos belajar tinggi. Kalau Taufan rajin belajar, Nyoman lebih banyak menghabiskan waktu bekerja di workshop.

Supranatural

Ada kisah menarik berbau supranatural terkait Bung Karno dan Taufan. Pada 1989 Nyoman diundang oleh Nanyang Academy of Fine Arts, Singapura, menjadi dosen tamu di Sculpture Camp yang ke-51. Ia mengampu kelas mematung, mengajarkan teknik mengelas, dan segala macam.

Di sana Nyoman dan istri tinggal beberapa bulan. Pasangan ini mendapat tempat tinggal yang lokasinya persis bersebelahan dengan istana presiden. Suasananya, menurut Cynthia, mirip betul dengan Kebun Raya Bogor.

Saat pengangkatan patung kepala Wisnu seberat 4 ton di proyek GWK (Foto: Instagram Nyoman Nuarta)

Suatu siang, Nyoman sedang duduk memandang-mandang karyanya yang tengah dikeringkan. Dia baru saja selesai membuat model yang akan dipresentasikan di kelas esoknya. Tiba-tiba dia seperti melihat dua sosok yang wajahnya ia akrabi betul: Bung Karno berdiri bersama putranya, Taufan.

“Nyoman bilang entah mimpi atau tidak, dia melihat Bung Karno datang bersama Taufan sambil bilang: buatkan patung aku, tapi jangan berdiri ya,” Cynthia menirukan ujaran sang suami.

Nyoman pun merespons dengan bertanya, ’Oh Bapak mau dibikinkan patung seperti Abraham Lincoln yang sedang duduk itu?’

“Jadi, kami berkesimpulan patung yang diminta beliau [Bung Karno] itu sama dengan [patung] yang di Tabanan. Posisinya sedang duduk,” imbuh Cynthia yang telah mendampingi sang maestro selama puluhan tahun.

Tak lama setelah mendapat semacam vision itu, pasangan ini kembali ke tanah air. Di bandar udara internasional Changi, Singapura, Nyoman merasa ada seseorang yang terus memperhatikannya. Ia merasa terusik dan sebal.

Saat sudah dekat, orang tersebut memberanikan diri menyapa dan bertanya: “Bapak...Pak Nyoman Nuarta?”

Setelah mendapat jawaban, orang tersebut kemudian mengutarakan niatnya yaitu meminta Nyoman membuatkan patung Bung Karno untuk dipajang di kampus Untag di Surabaya. Sungguh kebetulan yang istimewa.

Maka pada 1990 berdirilah patung Proklamator Indonesia di halaman kampus Untag. Patung berbahan polyster resin dengan ukuran 5x8 meter ini entah mengapa kemudian terkenal angker. Pernah ada orang bertanya ke Nyoman, apakah patung ini ‘diisi’. Jawaban Nyoman? “Iya, diisi cor-coran.”

Mengapa orang itu bertanya demikian? Karena kalau lama-lama di situ orang akan kesurupan.

Cynthia, sang istri, membenarkan kabar itu. “Jadi ada mahasiswa atau siapa gitu, setiap lewat patung itu dia kemasukan. Sampai akhirnya dipasangi tali pemisah di sana.”

Soekarno Raksasa

Nyoman Nuarta menyatakan, kita patut menghargai jasa Bung Karno dan menghormati sosoknya kendati arsitek lulusan ITB itu tak terbebas dari kelemahan.

Presiden Soekarno dan Joop Ave muda (kanan). Joop kemudian menjadi Menteri Pariwisata periode 1993-1996 (foto: koleksi Nyoman Nuarta)

“Siapa yang nggak ada kelemahannya? Berkat Bung Karno-lah kita semua bisa bersekolah...dengan merdekanya kita, ibu saya bisa menyekolahkan saya di sini [Bandung]. Bung Karno kebetulan juga satu almamater,” kata Nyoman kepada penulis beberapa waktu lalu.

Ia berpesan kepada Gen Z agar menghormati jasa Bung Karno.

“Ini yang harus ditulis, diceritakan: bagaimana seharusnya kita menghargai orang yang pernah memerdekakan bangsa ini. Berkat itulah kita bisa sekolah, bisa makan, bisa marah-marah...Iya kan. Kalau enggak, mana bisa,” katanya bersemangat.

Sebagai bentuk penghormatan pada tokoh yang ia kagumi, Nyoman tengah menyiapkan patung Bung Karno yang sangat besar. Dia ingin membuat patung Soekarno setinggi 100 meter. Ini dalam rangka merayakan 100 tahun ITB.

Patung ini akan menjadi ikon tempat pelancongan yang digagasnya dan ia namai sebagai Kawasan Wisata Asia Afrika. Lokasinya di lahan bekas PTPN 8, Padalarang. Dari total lahan sekitar 1,200 hektar, pihak Nyoman hanya akan memanfaatkan 20,3 hektar.

“Sisanya ada untuk perumahan. Itu dikerjakan pihak Ciputra Grup karena kami nggak punya pengalaman di situ,” jelas Cynthia.

Nyoman Nuarta dan Bung Karno ternyata masih akan terus beririsan. Penautnya memang sudah ada sejak lama. Bukan saja karena ibunda proklamator itu orang Bali seperti halnya Komeng.

Editor: Hasudungan Sirait
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS