PARBOABOA, Jakarta - Dahulu, sebelum manusia mengenal bahan bakar fosil, biomassa adalah sumber energi utama.
Kayu dan sisa-sisa tanaman digunakan untuk memasak, memanas dan sebagai sumber energi lainnya.
Seiring waktu, ditemukanlah minyak, gas bumi dan batu bara sebagai sumber energi yang jauh lebih efisien. Sejak itu, secara perlahan, penggunaan biomassa mulai tersisih.
Namun, hari ini, dunia menghadapi kenyataan pahit karena cadangan energi fosil, terutama minyak bumi terus menipis.
Sebenarnya, krisis energi yang mengguncang dunia pada 1970-an menjadi pengingat bahwa ketergantungan manusia pada bahan bakar fosil sangat rentan.
Konsumsi energi yang terus meningkat, didorong oleh pertumbuhan populasi dan kebutuhan industri yang tak terelakkan, mempercepat laju penipisan sumber daya ini.
Menatap ke depan, manusia dihadapkan pada kemungkinan krisis energi yang lebih besar. Eksplorasi baru mungkin tidak akan mampu mengimbangi kebutuhan energi global yang terus melonjak.
Di tengah ketidakpastian ini, perhatian kembali tertuju pada biomassa. Sumber energi yang dulu pernah kita andalkan, kini muncul kembali dan sebagai solusi dinilai paling menjanjikan.
Itulah sebabnya, saat ini di sejumlah tempat, co-firing biomassa gencar dilakukan, salah satunya di Desa Sumuradem, Kecamatan Sukra, Indramayu, Jawa Barat.
Dalam liputan khusus Parboaboa, mega proyek yang dikendalikan oleh PLTU Indramayu itu, menggunakan biomassa jenis sawdust atau serbuk gergaji sebagai salah satu substitusi batu bara pada pembangkit listrik.
Terlepas dari keunggulan dan sejumlah tantangan co-firing biomassa sawdust di Indarmayu, sebagaimana dilaporkan Parboaboa - penerapan energi biomassa bermacam-macam.
Luthfi Parinduri dan Taufik Parinduri dalam Jurnal Konversi Biomassa Sebagai Sumber Energi Terbarukan (2020), mengurai 5 model penerapan energi biomassa, yaitu:
Gratifikasi
Gasifikasi biomassa adalah proses mengubah bahan selulosa menjadi bahan bakar di dalam reaktor gasifikasi (gasifier).
Gas yang dihasilkan digunakan sebagai bahan bakar untuk menggerakkan motor yang mengoperasikan generator pembangkit listrik. Proses ini merupakan salah satu alternatif untuk menghemat energi dan mendiversifikasi sumber energi.
Selain itu, gasifikasi juga menawarkan solusi dalam pengelolaan dan pemanfaatan limbah dari sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan.
Perangkat gasifikasi terdiri dari tiga komponen utama: reaktor gasifikasi yang mengubah bahan baku menjadi gas, unit pemurnian gas dan unit pemanfaatan gas.
Biobriket
Briket merupakan salah satu metode untuk mengonversi energi biomassa menjadi bentuk yang lebih teratur melalui proses pemampatan.
Meskipun briket batubara adalah yang paling dikenal, berbagai jenis biomassa lainnya juga dapat diolah menjadi briket, seperti sekam, arang sekam, serbuk gergaji, serbuk kayu dan berbagai limbah biomassa lainnya.
Proses pembuatan briket relatif sederhana dan tidak memerlukan peralatan yang rumit. Terdapat berbagai jenis mesin pengempa briket, mulai dari yang manual, semi mekanis hingga yang sepenuhnya menggunakan mesin.
Liquification
Proses perubahan wujud dari gas menjadi cair melalui kondensasi, biasanya dilakukan dengan pendinginan, atau dari padat menjadi cair melalui peleburan, dapat dicapai dengan pemanasan atau penggilingan serta pencampuran dengan cairan lain untuk memutuskan ikatan molekul.
Dalam konteks energi, proses liquifikasi diterapkan pada batubara dan gas untuk mengubahnya menjadi bentuk cair, guna menghemat biaya transportasi dan mempermudah penggunaannya.
Densifikasi
Densifikasi adalah proses yang digunakan untuk meningkatkan manfaat biomassa dengan mengubahnya menjadi briket atau pellet.
Pembentukan ini mempermudah penanganan biomassa, meningkatkan densitasnya, serta memudahkan penyimpanan dan transportasi.
Secara umum, densifikasi (pembuatan briket atau pellet) menawarkan beberapa keuntungan, seperti peningkatan nilai kalor per unit volume, kemudahan dalam penyimpanan dan pengangkutan, serta menghasilkan ukuran dan kualitas yang seragam.
Karbonisasi
Merupakan proses konversi bahan organik menjadi arang melibatkan pelepasan berbagai zat yang mudah terbakar, seperti CO, CH4, H2, formaldehid, metana, asam formiat, dan asam asetat, serta zat yang tidak terbakar seperti CO2, H2O, dan tar cair.
Gas-gas yang dihasilkan selama proses ini memiliki nilai kalor yang tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam proses karbonisasi.
Editor: Gregorius Agung