PARBOABOA, Jakarta - Peredaran obat Daftar G (Gevaarlijk) di kalangan remaja memicu kekhawatiran tersendiri bagi pemerintah Indonesia.
Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkapkan obat-obatan yang termasuk dalam kategori Daftar G memiliki potensi menjadi narkotika jenis baru atau New Psychoactive Substances (NPS).
Mereka menduga, hal ini sering dimanfaatkan oleh jaringan sindikat untuk menghindari sanksi hukum terhadap penyalahgunaan narkotika sebagaimana sering terjadi.
Polda Metro Jaya dalam sebuah laporan menyebut berhasil menangkap 26 tersangka yang terlibat dalam kasus peredaran obat keras sejak Januari hingga Agustus 2023.
"Kami telah menemukan praktik penjualan produk farmasi yang melanggar aturan, baik di toko obat, apotek, maupun klinik," ujar Dikrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Ade Simanjuntak 2023 lalu.
Dalam operasi tersebut, kepolisian menyita sekitar 231.662 butir obat keras, uang tunai Rp 26 juta, 14 unit ponsel, 5.000 butir kapsul kosong, 1 unit mobil, serta 2 alat press obat.
Obat-obatan yang disita antara lain tramadol, hexymer, alprazolam, dan beberapa jenis lainnya yang dilarang beredar tanpa resep dokter.
Sementara itu, BNN sendiri juga telah mengamankan 1,7 juta butir obat keras selama periode Oktober hingga Desember 2023.
Fenomena tersebut diperkirakan meningkat di kalangan remaja, selama penggunaan narkotika dilarang pemerintah. Dampaknya pun tak bisa dianggap sepele.
Perwakilan Kedeputian Bidang Penindakan Badan POM RI, Robby Nuzly, menjelaskan bahwa kandungan dalam obat daftar G dapat mengganggu fungsi saraf pusat di otak.
"Efek halusinasi pada pengguna obat daftar G terjadi karena obat tersebut bekerja langsung pada sistem saraf pusat," pungkas Robby, Selasa (19/02/2019) lalu.
Selain memicu halusinasi, konsumsi obat Daftar G juga mendorong anak untuk melakukan tindakan negatif. Beberapa kejadian seperti premanisme dan tawuran terjadi akibat hal ini.
Jika dibiarkan, maka semakin banyak anak muda yang terjun dalam praktik serupa. Konsekuensinya, masa depan anak akan dipertaruhkan dan bangsa Indonesia dinyatakan gagal dalam melindungi anak.
Model Pencegahan
Penggunaan obat Daftar G merupakan masalah serius yang membutuhkan penanganan intensif dari berbagai pihak.
Isu ini tidak hanya terkait pengawasan obat, tetapi menyangkut aspek kriminalitas, sehingga membutuhkan peran aktif aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan, serta dukungan masyarakat.
Nasution dan rekan-rekan (2020) menyoroti bahwa peredaran obat keras bukan hanya dilakukan oleh individu, tetapi juga meluas ke pabrik-pabrik obat, baik yang legal maupun ilegal.
Pencegahan ditujukan kepada semua pihak agar tidak melanggar ketertiban umum atau melakukan tindakan kriminal yang mengganggu kenyamanan bersama.
Upaya pencegahan umum harus bersifat menjerakan guna memberi efek sugesti kepada masyarakat lainnya agar tidak berani melakukan tindak kejahatan, guna menjaga ketertiban dan keadilan.
Adapun pencegahan khusus difokuskan kepada pelaku penyalahgunaan atau pengedar obat Daftar G seperti Tramadol, dengan tujuan agar mereka tidak mengulangi perbuatannya dan merasa jera.
Terdapat dua tujuan dari pencegahan khusus ini, antara lain memperbaiki perilaku pelaku tindak pidana agar menjadi pribadi yang lebih baik.
Selain itu, model pencegahan khusus juga bermaksud memberikan hukuman yang disertai edukasi selama masa penahanan, sehingga menimbulkan efek jera bagi masyarakat.
Upaya BNN
BNN bekerja sama dengan berbagai instansi terkait, seperti Kepolisian Republik Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta kejaksaan, membentuk Tim Aliansi Nasional Pemberantasan Penyalahgunaan Obat.
Langkah ini diambil karena meningkatnya penyalahgunaan obat keras ilegal dan peredarannya setiap tahun, sehingga dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap undang-undang.
Koordinasi antarinstansi tidak hanya berfokus pada penindakan, tetapi juga pemberantasan, pemusnahan, serta upaya preventif lainnya yang dapat mengurangi tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran obat Daftar G secara ilegal.
Mengutip laman resmi BNN, upaya menanggulangi penyalahgunaan obat daftar G dilakukan melalui beberapa pendekatan sebagai berikut.
Pertama, pencegahan primer, yakni langkah pencegahan dini yang ditujukan kepada individu, keluarga, dan komunitas yang belum terpapar penyalahgunaan obat daftar G.
"Tujuannya adalah untuk meningkatkan kewaspadaan serta membangun ketahanan di lingkungan mereka agar mampu mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan obat."
Kedua, pencegahan sekunder yang berfokus pada kelompok atau komunitas yang rentan terhadap penyalahgunaan Narkoba, Psikotropika, dan zat adiktif lainnya, termasuk obat keras ilegal.
"Contohnya adalah anak-anak yang berasal dari latar belakang kurang baik, yang tidak memiliki akses ekonomi, dan putus sekolah."
Ketiga, pencegahan tersier, yaitu pencegahan bagi pengguna atau pecandu yang kambuh setelah menjalani program terapi dan rehabilitasi, dengan tujuan agar mereka tidak kembali terjerumus dalam tindakan yang melanggar hukum.
Selain pencegahan, diperlukan faktor penunjang untuk memastikan keberhasilan upaya ini, di antaranya adalah pembinaan dan penyuluhan kepada masyarakat secara individual maupun komprehensif.
Langkah ini dilakukan melalui seminar dan kegiatan lainnya yang mengangkat tema anti penyalahgunaan obat daftar G, serta membuka ruang diskusi agar masyarakat dapat berperan dalam pencegahan.
"Masyarakat diberi wawasan tentang narkotika, psikotropika, dan zat berbahaya lainnya, termasuk risiko jangka panjang yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan obat daftar G."
BNN juga menekankan pentingnya pengawasan terhadap apotek yang diduga memperdagangkan obat Daftar G secara ilegal, serta melakukan razia di daerah-daerah rawan.
Langkah-langkah pengawasan ini dilakukan secara sinergis oleh instansi terkait, seperti kepolisian dan BPOM.
Pengawasan terhadap perdagangan obat yang dilakukan oleh apoteker juga penting untuk memastikan distribusi obat keras dilakukan sesuai aturan.
Selain itu, penyuluhan kepada masyarakat melalui media, termasuk internet, dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan obat di masa mendatang.
Dari sisi penindakan, BNN berperan menegakkan hukum yang konsisten sesuai undang-undang yang berlaku, demi memberikan efek jera kepada pelaku penyalahgunaan dan pengedar.
Upaya ini mencakup pengungkapan latar belakang dan motivasi kejahatan, penangkapan pelaku, hingga pelimpahan kasus ke pengadilan.
Selain itu, BNN juga berusaha memutus jalur peredaran gelap obat daftar G, seperti tramadol, dan mengungkap jaringan sindikat pengedar melalui operasi rutin di berbagai wilayah.
Pertanyaannya adalah, dari model dan langkah pencegahan tersebut, manakah yang ideal untuk konteks Indonesia?
Editor: Defri Ngo